Ini tentang sebuah perselisihan dua puluh Tahun lalu antara Atmaja dan Biantara
Mereka berperang pertumpuhan darah pada saat itu. Atmaja kalah dengan Biantara, sehingga buat Atmaja tak terima dengan kekalahannya dan berjanji akan kembali membuat mereka hancur, sehancur-hancurnya
Hingga sampai pada waktunya, Atmaja berhasil meraih impiannya, berhasil membawa pergi cucu pertama Biantara yang mampu membuat mereka berantakan.
Lalu, bagaimana nasib bayi malang yang baru lahir dan tak bersalah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon skyl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 31
Mereka keluar dari kamar beriringan. Pharita memandang mereka.
"Cie habis ngapain tuh, sampai rambut basah-basahan."
"Habis mandi, mah," jawab Aruna, memang benar mereka habis mandi, Aruna menjawab sesuai tapi mengapa tatapan mama mertuanya semakin aneh? Seperti tengah menyelidiki dengan senyuman.
"Mandinya berdua?" tanya Pharita semakin menjadi-jadi membuat Kaivan kesal.
"Iy-" Belum sempat Aruna menjawab pertanyaan Pharita, Kaivan lebih dulu menyela.
"Mah Kai buru-buru ada meeting siang ini, jadi kami sekarang mau pulang."
"Aish... Harus banget sekarang? Kenapa kamu enggak ke kantor saja, nanti pulang kamu jemput Aruna, biarin Aruna di sini dulu."
"Aruna jam sebelas harus homeschooling, mah."
"Yaudah deh, kalian hati-hati ya. Kapan-kapan mampir lagi."
"Iya mah."
Sebelum pergi, mereka mencium punggung tangan paruh baya tersebut.
Pharita berat sekali melihat mereka pergi. Rumah kembali sepi, padahal ia ingin mereka berlama-lama di sana. Namun, apa yang harus diperbuat? Pisah tempat tinggal adalah pilihan putranya.
...----------------...
"Kamu suka kan sama gurunya?" tanya Kaivan.
"Coba dulu, kan belum belajar bareng," jawab Aruna.
"Yaudah, kalau kamu enggak suka dengan gurunya, kamu bilang aja biar saya ganti."
Aruna mengangguk.
"Sana berangkat ke kantor katanya ada marketing."
"Meeting, Aruna."
"Oh iya itu meeting." Aruna menyengir saat salah ucap.
"Bye-bye." Kaivan mencium kening Aruna sekilas lalu keluar dari rumah.
Aruna melambaikan tangannya, setelah Kaivan benar-benar pergi. Aruna menghampiri guru yang akan mengajarinya.
Mereka belajar begitu banyak, awalnya Aruna kesulitan tetapi seiring waktu Aruna mulai mengerti. Ada sekitar tiga jam mereka belajar.
"Oke waktunya habis," ucap miss Alika.
"Yah..." Padahal Aruna masih ingin belajar tetapi waktunya sudah habis.
"Hari kamis kita ketemu lagi Aruna." Alika mengusap kepala Aruna pelan.
"Emang waktunya enggak bisa dipanjangin lagi, Ms?" tanya Aruna cemberut.
"Waktunya emang cuma tiga jam." Ms Alika menyusun buku Aruna di meja.
"Yaudah enggak apa-apa, aku tunggu sampai hari kamis."
Miss Alika tersenyum lalu mengangguk, ia pun pamit pergi.
Kepergian Ms Alika, Aruna memilih untuk mempelajari ulang materi yang Ms Alika berikan lagian dia juga bosan, Kaivan pulangnya masih lumayan lama.
"Nyonya ini makan yang Tuan suruh berikan kepada Nyonya." Fani menaroh satu porsi makanan ke depan Aruna.
"Ha? Ipan yang kasih? Mana Ipannya bi?" tanya Aruna.
"Tuan ngirim makanan ini Nyonya, Tuan masih di kantor."
"Dikirim? Dikirim pakai apa? Makanannya terbang sendiri ke sini, bibi?"
"Bukan Nyonya, tapi makanan ini Tuan pesan lewat online nanti ada kurir yang bawakan ke sini."
Walaupun belum mengerti Aruna hanya beroh saja. Ia membuka keresek putih tersebut, mencium aroma makanan yang ada di dalamnya.
"Bibi mau makan berdua sama aku?" tanya Aruna menawari.
"Ah tidak Nyonya, saya ke belakang aja ya."
"Tapi aku kayanya gabisa habisin ini sendirian. Atau bibi ambil ini separuh kalau enggak mau makan berdua sama aku di sini, nanti makannya di belakang saja."
"Aduh, tapi Nyo..."
"Enggak apa-apa." Kebetulan ada piring kosong di sana, Aruna pun mengisi piring itu dengan beberapa sushi untuk Fani. "Nah."
"Makasih Nyonya kalau begitu saya ke belakang dulu."
Aruna sudah diajari pakai sumpit oleh Kaivan jadi ia memakan sushi memakai sumpit deh. Ini termasuk pencapaian yang luar biasa menurutnya.
"Enaknya." Aruna menggoyangkan tubuhnya merasakan betapa enaknya sushi yang dikirimkan suaminya.
"Eh?" Aruna terkejut saat ponsel yang ada di meja berbunyi.
Aruna mengambil ponsel tersebut lalu menekan tombol hijau pada layar seperti yang diajarkan Kaivan.
"Wah...." Aruna membulatkan matanya, mulutnya terbuka melihat di layar tersebut terlihat Kaivan tersenyum kepadanya.
"Sushinya udah datang?"
"Eh gambarnya bisa bicara." Aruna terkejut.
Kaivan tertawa melihat konyolnya sang istri.
"Kan kita video call, makanya kamu bisa lihat saya bicara."
"Oh gitu." Aruna menyengir. "Udah, sa-suhinya enak." Aruna kesulitan menyebut nama sushi.
"Su-s-hi." Kaivan mengejakan kata itu kepada istrinya.
"Susah Ipan, Una enggak bisa nyebutnya." Aruna cemberut.
"Enggak apa-apa sayang, nanti juga kamu bakal tau semuanya. Pelan-pelan aja, oke? Gak boleh patah semangat. Istriku pasti bisa."
"Makasih, aku sayang-sayang banyak banget kepada suamiku." Aruna mengsandarkan ponsel itu ke gelas berisi air sehingga dia sepenuhnya terlihat dalam ponsel. Ia membentuk sebuah love di tangannya untuk Kaivan.
Kaivan terkekeh melihat tingkah istrinya.
"Sayang kamu juga."
Aruna memperlihatkan dirinya pakai sumpit. "Ipan Una udah bisa."
"Wah pintarnya istriku."
Aruna tertawa. Hal sekecil apapun yang ia perlihatkan pada suaminya, lelaki itu meresponnya dengan excited.
"Ipan, Una senang jadi istrinya Ipan, Ipan jangan berubah ya."
"Enggak akan," jawab Kaivan di dalam layar ponsel.