Catherine Zevanya Robert Wilson. Gadis dengan sejuta pesona, kecantikan, kekayaan, dan kekuasaan yang membuatnya menjadi idola semua orang.
Gadis yang memiliki hidup sempurna penuh dengan cinta, tapi dibalik kesempurnaan ada luka besar di dalam hatinya. Gadis yang dielu-elukan kecantikannya itu memiliki kisah cinta yang hancur, kesetiaannya dinodai oleh pengkhianatan kekasih dan sahabatnya.
Catherine memiliki sisi misterius yang pemikirannya tidak bisa dijangkau orang lain. Bukan Catherine namanya jika dia diam saja menerima takdir kejam seperti itu, tanpa mengotori tangannya ia akan menghancurkan para pengkhianat.
Untuk menyembuhkan luka hatinya, Catherine memilih kembali ke tempat kelahirannya guna memulai hidup baru. Lalu, apakah Catherine akan memiliki kisah cinta baru?
"Balas dendam terbaik adalah dengan melihat kehancuranmu."
"Jangan jatuh cinta padaku, itu menyakitkan."
"Catherine, sepertinya aku tertarik padamu."
"Aku siap menunggu kamu jatuh cinta padaku."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nameila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Disangka
"Fans Bang Deon emang bar bar kayak gitu semua apa ya?"
"Ahh kepalaku sakit, ada yang rontok gak ya rambutku."
"Serasa protagonis dalam drama yang selalu dibully karena dekat sama pemeran utama."
"Lengket banget badan aku, bau jeruk lagi."
"Kenapa gak disiram pake uang aja sih, kan aku lebih suka."
Catherine menggerutu sepanjang jalan menuju kamar mandi, ia merasa kesal karena perlakuan Monica padanya.
Catherine menuju wastafel untuk membasuh wajahnya. Ia menatap pantulan wajah di cermin, matanya membulat melihat dagunya yang memerah dan ada beberapa goresan kuku, pantas saja terasa perih.
"Berasa dicakar monyet."
"Huaaaa Mommy wajah anakmu yang cantik ternoda."
Catherine menatap nanar dagunya. Tangannya terulur mengusap kepalanya, rasanya panas dan perih. "Gila kuat banget tadi nariknya. Semoga rambutku baik-baik saja, perawatan mahal soalnya."
"Rine?" Catherine menoleh ketika mendengar suara Rania di luar kamar mandi.
"Masuk aja Ran." Ucapnya.
Rania masuk ke dalam, ia menatap Catherine dengan raut wajah bersalah. Ia melengkungkan bibirnya ke bawah, matanya berkaca-kaca.
"Rine..." Rania berlari menghambur ke dalam pelukan Catherine.
"Eh? Bajuku basah Ran, nanti baju kamu ikutan kotor." Catherine berusaha melepaskan pelukan Rania.
"Rine, maaf gak bisa nolongin lo tadi." Rania menundukkan kepalanya.
Catherine mengangguk paham. "Gapapa Ran, aku ngerti kok."
Catherine tahu posisi Rania dan Denada yang tadi dihalangi teman-temannya Monica. Ia juga tak masalah, ia masih bisa mengatasinya sendiri.
"Ada yang sakit gak Rine? Kepala lo gimana? Terus- Astaga!! Dagu Lo luka Rine. Gue obatin ya?" Ucap Rania dengan khawatir.
"Aku gapapa, ini gak sakit kok." Kilah Catherine untuk menenangkan Rania.
Jika Catherine jujur merasakan sakit, mungkin sahabatnya ini akan tambah heboh. Rania pasti akan menangis.
"Denada mana Ran? Gak kamu tinggalin di kantin kan?" Tanya Catherine.
"Denada lagi ambil baju ganti buat Lo, nanti juga ke sini. Mending cepet bersihin badan Lo dulu Rine, pasti lengket kan?" Ucap Rania.
"Aku emang mau mandi tadi, tapi masih mikir karena gak ada baju ganti makanya gak jadi."
"Udah gak usah pikirin itu, semua udah beres. Untung tadi Denada bilang kalo bawa baju." Ucap Rania.
Denada menatap kamar mandi dengan sedikit ragu, ia takut salah tempat. Kepalanya mengintip ke dalam.
"Catherine?" Panggilnya.
"Masuk aja Nad." Jawab Catherine.
Denada menghembuskan nafasnya lega, ia langsung masuk ke dalam kamar mandi.
"Keadaan Lo gimana Cath? Ada yang sakit?"
"Aku gapapa, tenang aja." Ucap Catherine.
"Apanya yang tenang, tadi gue lihat sendiri betapa kencangnya jambakan tuh nenek sihir. Kesel gue." Ucap Denada menahan emosi.
Rania mengangguk setuju dengan ucapan Denada. Pasti Catherine menyembunyikan rasa sakitnya agar mereka tidak khawatir.
"Gapapa kok." Ucap Catherine lagi.
Denada menghembuskan nafas. "Lo bersih-bersih badan dulu sana, ini baju gantinya. Gue cuma bawa Hoodie sama rok jeans gapapa kan? Terus di dalam juga udah ada shampo sama sabun."
Catherine mengangguk. "Makasih ya. Maaf malah ngerepotin gini."
"Enggak ngerepotin. Udah sana cepet, gue tunggu di luar sama Rania." Ucap Denada.
Catherine masuk ke dalam salah satu bilik kamar mandi untuk membersihkan badannya yang kotor.
"Ayo kita keluar." Ajak Rania.
Denada dan Rania menunggu Catherine di depan. Ia mengawasi dan mencegah siapa aja yang akan masuk ke dalam kamar mandi.
"Rania."
Rania dan Denada menoleh, di sana Deon dan kedua temannya berjalan cepat menuju mereka.
"Catherine gimana?" Tanya Deon.
Rania menegakkan tubuhnya. "Catherine bilangnya baik-baik aja, ini baru bersih-bersih Bang. Kita nunggu di luar."
"Gimana ceritanya Catherine dibully seperti tadi." Tanya Deon dengan serius.
Rania meneguk Saliva nya kasar, nada bicara dan ekspresi Deon terlihat menakutkan. Ia menormalkan raut wajahnya, ia menenangkan diri.
"Tadi kita cuma makan bareng di kantin. Terus Rine ambil Tteokbokki sendiri. Tiba-tiba aja kita denger suara orang jatuh. Pas kita noleh ternyata Catherine. Kita gak tahu secara persis gimana, tapi yang pasti karena Kak Monica. Kita tadi mau nolongin aja dihalangi sama temen-temennya."
"Kak Monica ngiranya Catherine itu deketin Bang Deon, caper. Dia gak terima karena lihat Rine berangkat sama Bang Deon. Dia disiram jus jeruk, dagunya dicengkeram, terus tadi dijambak." Jelas Rania sesuai dengan apa yang ia lihat.
Deon mengepalkan tangannya kuat, nafasnya memburu. Ia tidak terima Adiknya diperlakukan seperti itu.
Erick dan Gaga mengernyit bingung, Monica dapat informasi dari mana Catherine dan Deon dekat?
"Tapi, kenapa Monica bilang Catherine caper sama Deon?" Tanya Erick
"Gue gak tahu Kak." Ujar Rania.
"Hmm maaf menyela, gue mau ngasih tahu sesuatu." Ucap Denada.
Semua orang mengalihkan pandangannya pada Denada. "Apa Nad?" Tanya Rania.
"Gini, tadi pas Catherine masuk ke kelas dia ngos-ngosan kayak habis dikejar-kejar orang. Gue tanya katanya dia kesiangan dan mikir kalo telat. Tapi anehnya pas kita jalan ke kantin, semua orang pada ngeliatin dia."
"Sepanjang perjalanan, bahkan di kantin juga ada beberapa yang natap Catherine gak biasa. Terus gak lama dia dibully." Jelas Denada.
"Kenapa gitu?" Bingung Erick.
Deon terdiam, ia tersentak ketika tahu apa penyebabnya. "Sial! Ini salah gue."
Gaga menatap Deon yang terlihat menyesal, "Salah Lo gimana?"
Deon memandang pintu kamar mandi, ia menghembuskan nafasnya kasar. "Gue berangkat bareng Catherine, semua orang lihat kita. mereka pasti mikir aneh-aneh." Ucapnya tertunduk lesu.
Deon merasa bersalah, pikirannya berkelana pada kejadian tadi pagi saat Catherine kesal padanya. Akhirnya ia tahu maksud Adiknya, andai dia tidak parkir di sana pasti sang adik tidak akan mengalami hal ini.
Andai saja Deon tidak mengajak Catherine berangkat bersama, pasti baik-baik aja sekarang. Ini semua salahnya karena tidak bisa memahami adiknya.
Harusnya dia tahu kenapa selama ini Catherine selalu berangkat sendiri dan tidak mau berangkat bersamanya. Kenapa Deon tidak berpikir sampai ke sana.
Erick menepuk pundak Deon untuk menenangkan temannya itu. "Bukan salah Lo. Mereka aja yang suka bikin gosip gak berguna."
"Bener. Dengan begini semua orang jadi tahu kalau Catherine Adik Lo. Mereka gak akan berani macam-macam lagi."
"Kita juga bakal ikut jagain Catherine, kita gak mungkin biarin dia disakitin lagi." Ucap Erick.
"Kalau Lo mau nyalahin orang, tuh salahin Monica si Mak Lampir yang udah berani menyakiti Rine." Erick sangat emosi mengingat Monica yang menjambak rambut Catherine.
"Monica emang gak ada kapoknya, ngejar-ngejar Lo terus, udah berapa banyak korban yang dia bully cuma gara-gara deketin Lo. Heran gue selalu aja bikin onar di kampus." Gerutu Erick.
Gaga menatap Deon serius. "Apa yang akan Lo lakuin, gue tahu Lo gak akan lepasin dia gitu aja kali ini. Apalagi dia tokoh utama yang nyakitin Catherine."
Deon mengangguk dengan tatapannya tajam. "Gue emang gak akan lepasin dia. Hukuman dari The Wilson udah ada di depan mata."
Rania dan Denada menatap Deon takut, mereka langsung mengalihkan tatapannya.
"Bang Deon serem banget kalau lagi marah gitu. Gak mau gue deket-deket Bang Deon." Batin Rania.
"Kak Deon kayak mau makan orang deh ekspresinya." Batin Denada.
Pintu salah satu bilik kamar mandi dibuka, Catherine keluar dari bilik tersebut. Dia melihat, di sana ada Rania, Denada, Deon dan kedua temannya.
"Ini kenapa pada ngumpul gini." Batin Catherine.
Catherine berjalan mendekati mereka. "Maaf ya lama."
Deon mendekati Catherine, ia memegang pundak dan memutar tubuhnya. Ia mengecek apakah ada luka lain di tubuh adiknya.
Tatapan Deon teralih pada memar yang ada pada luka di dagu dan di kedua lutut Catherine, ia semakin merasa bersalah.
Deon memeluk Catherine erat. "Maafin Abang ya Princess. Abang gak bisa jagain kamu."
Catherine menggeleng. "Ini bukan salah Abang kok."
Deon melerai pelukannya, ia menatap Catherine dengan intens. Ia menggenggam erat tangan adiknya.
"Kita pulang." Ajak Deon.
"Rine masih ada kelas Bang." Tolak Catherine.
Deon menatap Catherine dalam. "Princess dengerin Abang ya. Kita pulang. Abang akan urus semuanya, kamu gak perlu khawatir."
"Tapi Bang-"
"Catherine..." Ucap Deon tak terbantahkan.
Catherine mengangguk lesu, sebenarnya ia memang ingin pulang. Badannya terasa sangat lelah sekarang.
"Good girl! Ayo pulang sekarang." Ucap Deon.
"Sebentar Abang." Catherine menoleh pada Rania dan Denada.
"Maaf ya ngerepotin kalian, aku mau pulang dulu. Dan makasih buat semuanya. Aku pinjam baju kamu dulu ya Nad." Ucap Catherine.
Rania dan Denada mengangguk setuju, mereka tahu saat ini Catherine butuh istirahat.
"Cabut." Ucap Deon pada Erick dan Gaga.
"Hati-hati." Ucap mereka.
Catherine dan Deon memasuki mobil, dengan cepat ia melajukan mobilnya keluar area kampus, ia tak mau adiknya jadi pusat perhatian lagi.
"Abang.. Rine mau tidur bentar ya, nanti bangunin kalau udah sampai."
Catherine menyandarkan tubuhnya dengan nyaman. Kepalanya terasa pusing sekarang, ia butuh istirahat.
Deon mengelus lembut rambut Catherine. "Maaf ya Princess." Lirihnya.
...----------------...
Mobil Deon memasuki pelataran Mansion The Wilson. Deon membangunkan Catherine yang masih tertidur. "Princess, ayok bangun. Kita udah sampai."
Catherine mengerjapkan matanya, ia mengernyit ketika kepalanya masih terasa sakit.
"Ayok turun." Ucap Deon.
Catherine dan Deon masuk ke dalam, mereka menuju ruang keluarga.
Sania yang melihat kedatangan kedua anaknya langsung mendekati Catherine dan memeluknya erat.
Kabar tentang Catherine yang dibully sudah sampai ditelinga The Wilson, para pengawal yang diutus mereka untuk menjaga diam-diam dengan cepat langsung memberikan kabar tersebut, jadi tidak heran jika mereka sudah tahu.
"Catherine Sayang.. mana yang sakit nak, bilang sama Mommy."
Catherine memeluk erat tubuh Sania, matanya berkaca-kaca. Tidak lama air matanya pun tumpah, ia menangis di pelukan sang Mommy. Seumur hidup baru kali ini dia dibully menggunakan kekerasan.
"Mommy..." Isakan Catherine terdengar jelas ditelinga mereka.
"Gapapa Sayang, Mommy ada di sini." Ucap Sania menenangkan.
Sania membawa Catherine untuk duduk di sofa. Ia tidak mau putrinya kelelahan berdiri.
Deon tertunduk, ia mengikuti Catherine dan Sania dengan diam. Benar bukan dugaannya, Adiknya pasti sudah menahan sakit sejak tadi.
"Cerita sama Mommy Sayang.."
Catherine menatap Sania dengan air mata yang masih mengalir, hidung dan matanya memerah.
Sania menatap wajah Catherine, tangannya terulur pada dagunya yang ada beberapa goresan di sana.
"Dagu kamu kenapa luka gini Sayang." Tanya Sania.
Catherine tidak bisa menjelaskannya, ia masih menangis. "Mommy kepala Rine sakit, dagu Rine perih, lutut aku juga sakit Mom."
Sania menatap Deon yang terdiam. "Abang, apa yang sebenarnya terjadi?"
"Ini semua gara-gara Deon Mommy. Catherine dibully karena aku." Ucapnya menyalahkan dirinya sendiri.
"Apa maksudnya?" Tanya Sania dengan bingung.
Deon mulai menceritakan semua yang terjadi pada Catherine dari awal. Semua ia ceritakan tanpa mengurangi apapun.
"Maaf Mom. Deon gak bisa jaga Princess." Ucapnya tidak berani menatap Sania.
"Kau tahu apa kesalahanmu Deon?" Suara Robyn terdengar.
Di sana Robyn melangkah mendekati Sania dan Catherine, Ia duduk di samping sang istri menatap putranya tajam.
"Deon gak bisa jagain Catherine. Deon lalai." Ucap Deon.
"Apa hukuman yang pantas untukmu Deon?" Ucap Robyn dingin.
Deon tersentak, benar dia memang pantas dihukum karena tidak bisa menjaga Catherine dengan baik.
"Dad..." Panggil Catherine dengan suara lirih.
Robyn merubah raut wajahnya, ia menatap Catherine dengan lembut. "Kenapa Princess?"
Catherine menatap Robyn dengan sayu, "Jangan salahin Bang Deon. Jangan hukum dia. Abang sudah menjaga Catherine dengan baik."
"Abang juga gak tahu kalo bakal kejadian kaya gini. Jadi ini bukan salah Abang." Ucap Catherine.
Robyn menatap Catherine tidak terima. "Tapi Princess--"
Catherine menggenggam tangan Robyn. "Dad, Catherine mohon. Ini memang bukan salah Abang."
"Iya, Daddy tidak akan menghukum Deon." Putus Robyn.
Deon menatap Catherine terharu, adiknya begitu membelanya. "Princess..."
Catherine berdiri, ia melangkah mendekati Deon. Dia duduk di samping sang Kakak dan langsung memeluknya erat.
"Catherine udah bilang kan? Abang gak perlu merasa bersalah sama aku."
Deon membalas pelukan Catherine dengan erat, matanya berkaca-kaca. "Maafin Abang Princess."
Catherine mengelus punggung Deon, "Jangan salahin diri Abang lagi ya? Janji sama aku."
Deon mengangguk dalam pelukan Catherine, ia tidak mau menangis di hadapan adiknya.
Sania dan Robyn saling tatap, mereka tersenyum melihat Catherine dan Deon yang saling menyayangi.
"Catherine sayang, ayo Mommy obatin luka kamu. Habis itu istirahat." Ucap Sania.
"Princess istirahat ya." Ujar Deon.
Robyn menatap Deon intens, ia menormalkan emosinya. Dia sudah bilang tidak akan menghukumnya, jadi dia harus menepatinya.
"Siapa yang melakukan itu pada Catherine?" Tanya Robyn.
"Monica Fernanda." Jawab Deon.
Robyn mengerutkan keningnya berpikir keras, ia seperti tidak asing dengan nama itu, "Fernanda?"
"Keluarga Fredi. Monica yang selama ini mengganggu Deon di kampus, dia biang onar. Sudah berkali-kali mendapat surat peringatan tapi tidak ada jeranya. Dan sekarang dia menyakiti Catherine."
"Jadi anak Fredi. Tak ku sangka nyalinya besar juga." Robyn menatap Deon dengan serius.
"Kau tahu apa yang harus dilakukan Boy?"
"Deon akan urus Monica Dad, aku sudah menyebar mata-mata untuk mengawasinya. Saat waktunya tepat, dia akan langsung diberi pelajaran."
Robyn mengangguk puas. "Berikan balasan yang setimpal. Daddy tidak mau Catherine bertemu dengan Monica lagi."
"Daddy sudah menghubungi Leo untuk membantu. Dia akan mengurus keluarga Fredi, kau yang akan mengurus gadis itu. Kalian lakukan tugas dengan baik. Daddy percaya sama kalian."
Deon menatap Robyn dengan yakin. "Aku akan melakukannya sebaik dan serapi mungkin Dad."
Siapapun yang berani menyakiti Catherine harus bersiap menerima konsekuensinya. The Wilson tidak akan diam saja ketika keluarganya diganggu.
...----------------...
Di kampus tepatnya di ruang musik, semua anggota inti berkumpul. "Kapan pendaftarannya ditutup Ron?" Tanya Bagas pada Aron.
Aron yang sedang memainkan ponselnya pun mendongak. "Lusa kita tutup, setelah itu mulai pelatihan."
Bagas mengangguk paham, ia langsung menyebarkan berita itu kepada semua Mahasiswa baru yang ingin mendaftar.
"Catherine dan Rania bagaimana?" Tanya Dimas.
"Catherine dan Rania sudah masuk ke dalam anggota kita, tapi belum resmi. Setelah mereka mengikuti pelatihan dan proses seleksi selesai baru kita lantik mereka semua."
"Mereka hanya ikut pelatihan saja?" Tanya Reyhan penasaran. Aron mengangguk membenarkan.
Naya berdecak, ia masih tidak terima Catherine dan Rania diterima dengan begitu mudahnya. Dulu saja ia harus mengikuti seleksi ketat.
"Nanti kalau peserta lainnya merasa tidak adil gimana?" Tanya Naya.
Aron menoleh pada Naya intens. "Lo gak baca rules syarat jadi anggota musik? Udah tertera dengan jelas, siapapun yang memiliki bakat bermusik dan bisa memainkan alat musik tidak perlu mengikuti seleksi, mereka akan dilatih secara terpisah dan bisa menjadi anggota."
"Lain halnya dengan mereka yang memulai semua dari nol maka akan mendapatkan pelatihan dan mengikuti seleksi. Kita gak nerima orang sembarangan Nay." Jelas Aron.
"Dan Catherine memenuhi semua kriteria itu, Catherine bahkan lebih hebat dibanding Lo. Begitu juga dengan Rania." Ucap Dimas dengan menatap Naya sinis.
Naya mendengus kesal, sehebat apasih Catherine sampai-sampai mereka membandingkan dengan dirinya.
Ya Naya akui memang sempat melihat Catherine bermain piano, tapi bisa saja kan dia sengaja berlatih lagu itu biar dibilang hebat.
Brak!
Pintu ruang musik dibuka dengan kasar, di sana Nino Sebastian datang dengan nafas terengah-engah.
Aron dan Reyhan menatap tajam Nino yang mengagetkan mereka semua.
Dimas melirik kesal Nino. "Biasa aja kalau buka pintu Bangsat! Kaget gue."
"Kenapa Lo?" Tanya Bagas.
Nino mengangkat tangannya untuk membiarkan dirinya mengatur nafas, ia berjalan mengambil minum lalu meminumnya sampai habis.
"Ada berita heboh."
Semua orang menatap Nino heran, berita heboh apa? Pikir mereka.
"Tadi di kantin, Monica bully orang lagi. Parah banget, dia dijegal, disiram jus jeruk, rambutnya dijambak, parah gila." Jelas Nino dengan semangat.
Mereka semua ber oh ria. Bukan hal yang aneh mendengar Monica membully orang, mereka sering mendengar berita itu.
"Apanya heboh, udah biasa kan Mak Lampir pemuja Kak Deon itu berulah." Ucap Dimas.
Nino berdecak. "Ck. Ini beda. Kalian tahu siapa yang dibully Monica?" Semua orang menggeleng.
"Udah jelas orang yang ngedeketin Kak Deon kan?" Ucap Naya
"Salah. Ini fatal banget sih." Ucap Nino.
Bagas memutar bola matanya malas. "Lo kalo ngasih informasi jangan setengah-setengah anjing! Gak usah bertele-tele."
Nino mendengus sebal. "Kan biar kalian penasaran."
"Denger baik-baik! Jadi yang dibully Monica itu Adiknya Kak Deon!!"
"Hah?!" Ucap mereka serempak.
"Gila juga nyalinya si Mak Lampir bully adeknya Kak Deon!!" Ucap Dimas.
"Tapi kenapa dia dibully?" Tanya Bagas penasaran.
"Eh iya bener, seharusnya kan Monica bersikap baik gitu sama Adiknya Kak Deon." Ucap Naya.
"Harusnya emang gitu. Masalahnya Monica gak tahu kalo yang dibully itu Adiknya Kak Deon. Gara-gara tadi pagi mereka berangkat bareng."
"Kita semua gak ada yang tahu gimana wajahnya Adik Kak Deon kan? Makanya Monica berani bully cewek itu." Jelas Nino
"Iya sih selama ini kita memang gak tahu. Lagian si Monica juga goblok banget, kenapa gak cari tahu dulu faktanya. Malah main bully aja." Ucap Dimas.
"Tapi bagus sih, dengan begini Monica kena batunya tuh. Gue yakin keluarga Wilson gak akan melepaskan dia gitu aja. Apalagi dia udah berani nyakitin anak perempuan mereka satu-satunya." Tambah Dimas.
Nino menjentikkan jarinya. "Bener! Tadi aja mukanya Monica pucat banget! Badannya gemetaran waktu digertak Kak Deon. Nyawanya kayak mau ilang tadi."
Nino memajukan tubuhnya, menatap mereka semua. "Dan lebih serunya nih. Adik Kak Deon ngebales Monica nyiram pake Jus Buah Naga." Ucapnya heboh.
Dimas menatap takjub. "Bagus dong! Kalau perlu sih ditendang juga harusnya."
Aron mengernyitkan dahinya, ia menatap Nino dengan penasaran. "Siapa Adiknya Kak Deon?"
Mereka semua menatap Nino menunggu jawabannya, mereka juga ingin tahu siapa sebenarnya Adik Deon yang selama ini dirumorkan tinggal di Luar Negeri.
Nino mencondongkan tubuhnya lagi, ia menatap satu persatu temannya. "Kalian kenal sama Adiknya."
Mereka semakin penasaran, siapa yang dimaksud. Bukankah Adiknya Deon mahasiswa baru, jadi siapa?
Nino tersenyum melihat raut penasaran teman-temannya. "Adik Kak Deon itu Catherine Zevanya."
"APA?!!" Teriak mereka serempak.
Nino memundurkan tubuhnya, ia mengusap kedua telinganya karena teriakan mereka.
"CATHERINE?! SI CANTIK YANG KITA KENAL ITU KAN?" Heboh Dimas.
"Iya yang kemarin kata kalian daftar ke club musik kita." Jawab Nino.
"GILA!! Gue gak nyangka Anjir!" Ucap Bagas.
"Catherine? Adik Kak Deon?" Gumam Aron.
"Jadi dia Adik kak Deon, pantas saja." Lirih Reyhan.
Mereka semua terkejut, mereka masih terdiam mendapatkan fakta baru itu. Naya mengepalkan kedua tangannya erat, nafasnya memburu. Ia menahan emosinya, kenapa harus Catherine yang menjadi adik Kak Deon.
"Sial!"
...****************...