NovelToon NovelToon
Pengejar Lelaki

Pengejar Lelaki

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:492
Nilai: 5
Nama Author: Khara-Chikara

Ima mengalami hal yang sangat luar biasa pada kehidupan nya yang beranjak dewasa. Dia baru tahu bahwa cinta harus memandang usia, uang, kualitas, fisik bahkan masih banyak lagi. Hal itu membuatnya bimbang akan pilihan kedepan nya bagaimana dia menemukan sesosok pria yang begitu baik untuk menemani kehidupan nya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khara-Chikara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 14

"Ima?" Manajer Hinko mengulangi panggilannya, nada suaranya lebih pelan, seolah takut mengganggu lamunannya.

Ima mengangkat kepala, sedikit terkejut. "Um... Belum, aku belum punya... Kenapa manajer tanya begitu?" jawabnya dengan suara datar, mencoba tetap sopan meski pikirannya berputar-putar.

"Aku hanya bertanya saja, maaf jika ini pribadi, lalu kenapa kau tidak mencari pacar?" tanya Hinko lagi, kali ini tatapannya lebih intens, seakan mencari jawaban yang lebih dari sekedar kata-kata.

Ima merasa tubuhnya menegang. Jari-jarinya secara refleks meremas ujung jaketnya, dan pikirannya mulai berbisik penuh kekhawatiran. "Tapi kan... Itu benar-benar pertanyaan pribadi. Apakah dia benar-benar yakin tidak akan bertanya lebih dalam? Aku mulai menganggap ini berlebihan." Tatapan Hinko terasa menusuk meski tidak bermaksud demikian.

"Apa aku boleh meneruskan?" suara Hinko terdengar seperti memecahkan gelembung pikiran Ima. Ia mengangguk pelan, tak ingin menimbulkan kesan defensif.

"Jika kamu tidak memiliki pacar, lalu kenapa kau tidak mencari pacar?" ulang Hinko dengan nada yang tetap tenang namun terdengar ingin tahu.

Pertanyaan itu membuat Ima terdiam. Ia menghela napas ringan sebelum menjawab. "Um... Aku ingin langsung menikah saja."

Manajer Hinko sedikit membelalakkan mata, lalu tersenyum tipis. "Menikah? Wah... Ini adalah pernyataan yang paling unik pertama kali seumur hidupku mendengar dari seseorang seperti kamu, Ima. Kau benar-benar unik. Bisa aku tahu alasanmu?"

Ima menatapnya sejenak, ragu-ragu. "Alasanku?" ulangnya pelan.

"Ya, alasanmu untuk memilih menikah, bukan pacaran dulu," tekan Hinko dengan nada lembut, meski matanya tak lepas dari wajah Ima, seakan mencoba membaca pikirannya.

Ima mengalihkan pandangan, mencoba menyusun kata-kata. "Um... Begini, sebenarnya, ada beberapa faktor yang membuatku memilih alasan yang seperti itu. Jika aku memandang dari segi dunia nyata, banyak sekali kasus wanita tidak perawan di luar sana, dan itu benar-benar menghancurkan masa depan mereka. Apalagi lelaki yang membuat mereka begitu tidak mau bertanggung jawab dengan tidak menikahi mereka. Jadi, mungkin itu menjadi salah satu faktor kenapa aku memilih untuk ingin langsung menikah," jelasnya dengan nada tegas namun hati-hati.

Manajer Hinko mengangguk pelan, seolah mencerna setiap kata yang baru saja didengarnya. "Ah begitu ya..." gumamnya pelan. "Ini benar-benar argumen yang unik. Dia mungkin berpikir bahwa yang dilakukan pasangan tanpa garis resmi itu akan lebih didorong oleh nafsu daripada cinta sejati..." pikirnya sambil melipat tangan di depan dada. "Jadi selama hidupmu ini, selama umurmu sampai saat ini, kau belum pernah melakukan ciuman?" tanyanya tiba-tiba.

Ima tersentak mendengar pertanyaan itu. Wajahnya memerah, dan ia sedikit tergagap. "Um... Ya... Kenapa dia mulai tanya pertanyaan yang sangat pribadi begini?"

"Bagaimana dengan seks? Kau tidak mau melakukannya? Banyak di luar sana wanita-wanita menjual tubuhnya hanya untuk merasakan apa itu kenyamanan dalam berhubungan ataupun bercinta lainnya," lanjut Hinko tanpa ragu, membuat suasana di antara mereka semakin canggung.

Ima menegakkan tubuhnya, menatap langsung ke mata Hinko dengan ekspresi yang berubah serius. "Manajer, Anda mulai berkata yang tidak-tidak. Apakah ini memang bagian dari pekerjaan atau tidak? Jika ini bukan bagian dari pekerjaan, aku tidak akan segan-segan melaporkan hal ini pada pihak kepolisian karena Anda telah melecehkan aku dengan cara yang seperti ini," ujarnya tegas, suaranya penuh determinasi.

Tatapan serius Ima membuat Hinko terdiam sejenak. Namun, tak lama kemudian, ia tersenyum kecil dan mengangguk pelan. "Ima, kau gadis yang cantik, sangat menarik perhatian besar sebagian lelaki yang mengerti sifatmu yang bahkan lebih berbeda dari wanita lain. Apakah kau menerima perkataanku ini?"

Ima menghela napas dalam-dalam, mencoba tetap tenang. "Tentu, terima kasih. Tapi jika kata-kata itu digunakan untuk merayuku, maafkan aku. Aku tidak suka hal yang seperti itu. Bukannya bersikap tidak sopan, tapi aku ingin manajer hanya menganggap ku karyawan biasa saja... Aku tidak tahu apa yang aku bicarakan dengan manajer. Benar-benar tidak nyambung. Intinya, manajer sepertinya ingin menarik perhatianku dan menawarkan sesuatu yang tidak baik. Aku harus menjaga harga diriku, meskipun aku harus berubah serius begini," pikir Ima sambil mempertahankan tatapan tegasnya.

"Yeah, baiklah. Jika perkataanku ini tidak mempan untukmu, mungkin aku anggap aku gagal mendekatimu. Tapi... lain kali saja, lupakan hal ini dan anggap ini semua tidak terjadi apa-apa. Aku hanya bercanda tadi. Dan juga, semoga kau mendapatkan pria yang kau inginkan di luar sana," ujar Hinko dengan nada menyerah.

Ima tersenyum kecil, meski masih ada sedikit rasa enggan dalam dirinya. "Ya, manajer juga begitu. Ada banyak wanita baik yang akan menunggu Anda," tambahnya, mencoba menutup percakapan itu dengan sopan.

meskipun begitu, Ima tetap selalu terpikirkan pertanyaan itu. "Kenapa aku mulai bimbang? Kenapa satu persatu mereka mengungkapkan sesuatu yang bahkan belum pernah aku dengar dalam hidupku. Ibu memang meminta mereka mengutarakan perasaan mereka duluan, tapi bagiku, entah mengapa itu masih terasa kurang. Bukan nya aku menolak karena hal yang buruk, tapi entah kenapa jiwa dan hatiku mengatakan hal yang seharusnya dikatakan oleh mereka. seluruh tubuhku tidak konsisten dan berakhir aku yang merasa menyakiti mereka...

Sebelumnya, aku selalu menjadi gadis yang tertutup, aku sangat introvert dan keseharian ku hanya untuk menatap buku pelajaran karena hanya itu yang aku bisa. Dari dulu aku juga selalu melihat mereka yang menghabiskan waktu dengan bersenang-senang, melakukan sesuatu bersama teman, pasangan bahkan keluarga yang lengkap. Aku tidak tumbuh dari keluarga yang lengkap, jadi wajar jika aku melakukan hal ini pada mereka yang tidak sesuai dengan jiwa dan hatiku... Aku harap, ada seseorang yang bisa di pilih oleh hatiku...)"

Setelah itu, pekerjaan Ima akhirnya berakhir. Ima berjalan pulang di malam hari itu. "Ha.... Sangat melelahkan... Aku hampir tidak fokus bekerja karena memikirkan apa yang dikatakan manajer tadi, aku benar-benar masih heran.

Apakah ini kedua kalinya aku menolak lelaki, setelah Mas Argani itu, bahkan aku masih ingat soal Mas Argani. Pastinya Mas Argani terpaksa menyukai ku karena ibu nya, ibu nya suka padaku dan ingin menjadi menantu, tapi tetap saja aku tidak bisa karena aku dan Mas Argani bahkan belum mengenal sangat lama satu sama lain apalagi aku belum tahu sikap maupun sifat milik Mas Argani, meskipun dia di gambarkan sebagai pria yang memiliki banyak uang, jabatan tinggi karena dia termasuk ke dalam direktur muda, tapi tetap saja, jika dia punya pekerjaan tinggi begitu akan tetap aku anggap buruk jika tidak memperlakukan aku sebagai mutiara, bagaimanapun juga, aku masih menyesal....

Juga manajer, dia pasti sangat kecewa karena aku menolak nya, sepertinya lelaki memang memiliki cara sendiri maupun cara yang berbeda untuk merayu maupun menembak wanita, tapi menurutku cara mereka tidak akurat dan aku tidak suka itu... Apakah begitu sulit menemukan pria yang baik... Yang sudah mapan dan tidak bertanya soal pacar pacar begitu... Aku mulai lelah dengan pertanyaan itu, lebih baik aku berhenti mengejar lelaki... Apalagi dalam khayalan ku sendiri,)" ia menghela napas panjang dengan pasrah.

Tapi di jalan, ia bertemu dengan Hendar. Ia melihat lelaki dokter itu sedang menunggu seseorang sambil menatap ke ponsel nya bersandar di dinding gedung.

"Itu Mas Hendar?" Ima terdiam, ia lalu berjalan mendekat. "Mas Hendar," lalu memanggil membuat Hendar menoleh.

"Oh, Ima," Hendar menatap.

"Apa yang Mas Hendar lakukan di sini?" Ima bertanya.

Tapi Hendar terdiam, dia menoleh ke sekitar dengan tidak nyaman seperti memastikannya ada sesuatu yang berbahaya atau tidak. "Justru aku yang bertanya begitu, hari ini sudah hampir malam gelap, kenapa kamu ada di jalanan sepi ini?" tatap nya dengan khawatir.

"Um, aku memang selalu lewat ke sini, aku pulang dari bekerja kafe ku, wajar saja karena aku bekerja sore jadi pulang malam... Tapi aku tidak pulang larut malam kok, ini baru jam setengah 7 malam," kata Ima.

"Aku tahu itu, tapi di luar sini benar-benar begitu berbahaya, kamu pastinya harus hati-hati, bagaimana jika ada orang jahat nanti."

"Itu memang yang seharusnya aku khawatirkan, tapi selagi aku masih berani untuk mandiri begini, apa yang aku takutkan, selama beberapa hari aku sudah lewat sini sendirian pulang dari bekerja maupun kampus pun sama sekali tak terjadi apa-apa, justru aku malah banyak bertemu orang baik. Termasuk Mas Regis," tatap Ima.

"Ima, apa maksud mu? Mana ada orang baik di malam hari begini."

"Ah sudahlah, pertanyaan mu terlalu mengkhawatirkan sekali deh... Mas Hendar bahkan belum menjawab pertanyaan ku soal kenapa kamu ada di malam hari dan menunggu sesuatu di sini?" Ima menatap.

"Oh, soal itu, aku baru saja mendownload aplikasi kencan buta dan aku mendapatkan cewek yang cantik," kata Hendar sambil menunjukan ponsel nya berisi wanita cantik di sana.

"Wah, dia tampak berpengalaman."

"Ya, ini juga pertama kalinya aku melakukan kencan buta, aku mendapat ini dari saran teman ku, dia mendapatkan istri dari kencan buta juga."

"Hah istri?!" Ima langsung terkejut.

"Iya, bukankah itu bagus...."

"Ah, hahah.... Iya.... Sebegitu mudahnya mencari pasangan di aplikasi... Jika begitu caranya, mereka pasti dengan mudahnya hanya melihat orang di ponsel tanpa melihat langsung, mereka bisa mengirim pesan tanpa melihat wajah untuk mengobrol..."

"Ima? Kau baik-baik saja?" Hendar menatap membuat Ima tersadar.

"Ah, ini baik-baik saja, aku akan pergi, terima kasih..." Ima menundukkan badan dan langsung berjalan pergi begitu saja membuat Hendar terdiam.

--

Hari ini seperti biasanya, Ima berjalan ke kampus, tapi aneh nya, dia memasang wajah yang begitu cemberut dan putus asa.

Dia baru saja berangkat dari rumah nya. "Ha... Ini benar-benar mengecewakan," sepertinya dia masih kecewa karena tidak bertemu Regis kemarin di bus.

"Ini mungkin antara dia sudah tahu rumah ku, sudah tahu ibu... Dan juga wajah yang aku buat sangat buruk ketika tidur," ia kecewa, padahal apa yang dia katakan belum tentu benar, nyatanya, Regis menatap wajah imut Ima ketika tidur saat itu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!