NovelToon NovelToon
Hijrah Raya Dan Gus Bilal

Hijrah Raya Dan Gus Bilal

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Bad Boy
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: sha whimsy

" Kamu adalah alasan kenapa aku mengubah diriku, Gus. Dan sekarang, kamu malah mau meninggalkan aku sendirian?" ujar Raya, matanya penuh dengan rasa kecewa dan emosi yang sulit disembunyikan.

Gus Bilal menatapnya dengan lembut, tapi tegas. "Raya, hijrah itu bukan soal aku atau orang lain," ucapnya dengan suara dalam. "Jangan hijrah karena ciptaan-Nya, tetapi hijrahlah karena Pencipta-Nya."

Raya terdiam, tetapi air matanya mulai mengalir. "Tapi kamu yang memotivasi aku, Gus. Tanpa kamu..."

"Ingatlah, Raya," Bilal memotong ucapannya dengan lembut, "Jika hijrahmu hanya karena ciptaan-Nya, suatu saat kau akan goyah. Ketika alasan itu lenyap, kau pun bisa kehilangan arah."

Raya mengusap air matanya, berusaha memahami. "Jadi, aku harus kuat... walau tanpa kamu?"

Gus Bilal tersenyum tipis. "Hijrah itu perjalanan pribadi, Raya. Aku hanya perantara. Tapi tujuanmu harus lebih besar dari sekadar manusia. Tujuanmu harus selalu kembali kepada-Nya."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sha whimsy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Abang Bakso

Tepat seperti yang direncanakan, Minggu pagi itu Raya, Aqila, Laras, dan Fatimah sedang berkeliling di pasar desa, mencari baju yang cocok untuk Raya. Mereka sudah hampir dua jam berputar-putar, namun belum menemukan pilihan yang pas.

"Emang beneran gak punya baju panjang satupun, Ray?" tanya Laras yang mulai kelelahan, melihat temannya yang masih sibuk memilih.

"Ada sih, satu dua biji," jawab Raya sambil memeriksa sebuah jilbab.

"Bu, ini boleh dicoba dulu gak?" tanya Raya kepada penjual.

"Boleh, Mbak, tapi hati-hati ya, jangan sampai rusak," jawab si penjual ramah.

Setelah mendapat izin, Raya pun mencoba jilbab abu-abu tersebut. Ia berdiri di depan cermin, memperhatikan dirinya dengan jilbab yang sudah terpasang rapi di kepala.

"Masya Allah, cantik banget, Ray," puji Fatimah penuh kekaguman.

"Iya, Ray, cocok banget pake jilbab ini!" tambah Laras, ikut memuji.

"Ah, serius nih?" Raya tersenyum sedikit malu.

"Lo sih emang cantik aja, pakai apa pun pasti bagus, Ray. Muka lo tuh cantik alami," kata Aqila menambahkan dengan nada menggoda.

Raya tersipu malu mendengar pujian dari teman-temannya. "Oke deh, gue bayar dulu jilbabnya."

"Yuk cepetan, sebelum makin panas nih harinya," kata Laras sambil menyeruput es cekek yang dibelinya beberapa menit lalu.

Mereka semua tertawa kecil, dan Raya segera menuju penjual untuk membayar jilbab yang dipilihnya.

Setelah membayar jilbabnya, Raya dan teman-temannya melanjutkan berjalan mengitari pasar yang mulai ramai oleh pengunjung. Matahari semakin tinggi, dan kehangatan mulai terasa di antara keramaian para penjual dan pembeli yang sibuk bertransaksi.

"Kita mau kemana lagi nih abis ini?" tanya Aqila sambil melihat jam tangannya.

"Gimana kalau kita mampir ke warung bakso depan pasar? Perut udah mulai keroncongan nih," usul Laras sambil memegang perutnya yang lapar.

Raya tertawa kecil. "Lo baru aja beli es cekek, Laras, udah laper lagi?"

"Es kan gak bikin kenyang, Ray. Yuk, bakso aja," jawab Laras sambil menarik tangan Aqila.

"Setuju sih. Aku juga laper," tambah Fatimah.

Akhirnya, mereka memutuskan untuk berjalan menuju warung bakso yang terletak di ujung pasar. Sepanjang perjalanan, mereka terus berbincang dan bercanda, menikmati suasana pasar yang penuh warna dan riuh dengan suara para pedagang.

Setibanya di warung bakso, mereka segera memesan semangkuk bakso untuk masing-masing. Aroma kuah bakso yang hangat langsung menggoda perut yang sejak tadi kosong.

"Sumpah enak banget ya makan bakso di pasar gini," kata Aqila setelah menyeruput kuahnya.

"Setuju! Rasanya beda aja kalo makan di tempat kayak gini, lebih seru," tambah Raya sambil meniup bakso yang masih panas.

Mereka pun menikmati makan siang mereka dengan penuh canda dan tawa, mengomentari pakaian yang mereka beli dan rencana mereka untuk minggu depan. Meski sederhana, momen seperti ini selalu membuat mereka merasa dekat satu sama lain.

Setelah selesai menikmati bakso yang hangat, Raya memutuskan untuk memesan satu lagi. Dia berdiri dan berjalan ke arah gerobak abang bakso dengan langkah percaya diri.

"Bang! Satu lagi, bakso telor ya, tapi kuahnya jangan setengah-setengah, kaya mantan gua!" teriak Raya sambil bercanda.

Abang bakso yang sedang mengaduk kuah hanya menggeleng sambil tersenyum. "Wah, mantan lu kenapa tuh, dek? Setengah-setengah gitu?" tanya abang bakso sambil mengambil bakso telor dari panci.

"Yaa, dia tuh setengah perhatian, setengahnya lagi nyebar ke yang lain, Bang," jawab Raya sambil melipat tangan di dada, membuat gaya sok serius.

Abang bakso tertawa. "Wah, mantan lu curang tuh. Nih, abang kasih kuah yang penuh, biar lu gak galau lagi, ya."

"Bener, Bang! Jangan sampe pelit kaya pacar baru si Aqila di sana!" teriak Raya sambil melirik Aqila yang langsung melongo.

Aqila yang mendengar itu langsung protes dari jauh. "Apa-apaan sih lu, Ray! Pacar gue baik banget tau, gak kaya bakso abang-abang, panas!"

Semua orang di warung bakso tertawa mendengar celotehan Raya dan Aqila.

" Woi Ray, lu nambah? bakso udah sebanyak ini masi beli kenyang apa? " Tanya Laras sambil mengelap mulutnya dengan tisu.

"Kayak gak tau Raya aja lo Ras, perutnya kan karet, " Seluruh Aqila.

" Dedek pesen buat dibungkus taukk, " Kata Raya sok imut.

"Duh pengen muntah gue, " Kata Laras becanda.

Beberapa pembeli disana ikut tertawa melihat kekocakan Raya dan kawan-kawan, ada juga yang terpesona dengan kecantikan Raya. Dan Fatimah yang sedari tadi hanya menyimak dan tersenyum kecil.

"Eh, Bang, kalo bisa bakso-nya jangan dikasih bumbu cinta-cintaan, gue alergi!" lanjut Raya lagi, kali ini lebih bar-bar.

Abang bakso hanya tertawa lebih keras. "Wah, alergi sama cinta nih ceritanya? Kalo gitu abang kasih bumbu kebahagiaan aja, biar lu seneng terus!"

"Sip, Bang! Tapi jangan lupa, sambelnya kasih yang pedes, biar hidup gue juga ada sensasinya, gak cuma datar-datar aja!" Raya menambahkan sambil cekikikan.

"Aduh, susah juga kalo hidup datar ya, dek. Nih, sambel paling pedes buat lu, biar kayak lagi ditampar kenyataan!" kata abang bakso sambil menyodorkan bakso yang sudah dibungkus nya dan kuah yang meluap-luap.

Raya menerima bakso-nya sambil tersenyum lebar. "Mantap, Bang! Bakso dari abang kayaknya lebih banyak pelajaran hidup daripada buku pelajaran sekolah, nih!"

Abang bakso hanya tertawa keras lagi, sementara orang-orang di sekitar mereka terus tersenyum, tak habis pikir dengan gaya kocak Raya.

"Eh Bang, kalo gua sering ke sini, lu kasih diskon gak? Gua kan pelanggan spesial!" tanya Raya sambil berkedip nakal.

"Diskon? Boleh aja, asal lu ngelawak tiap kali beli, hahaha!" jawab abang bakso.

"Tenang aja, Bang! Ngelawak mah gratis, asal bakso tetep enak!" jawab Raya sambil melangkah kembali ke meja teman-temannya, diiringi tawa abang bakso dan pengunjung lainnya.

Setelah dari pasar, makan bakso, dan drama drama lainnya diperjalanan akhirnya mereka berempat sampai juga dirumah sederhana Raya. Mereka sama lelah duduk di kursi ruang tamu.

" Masyaallah.. Siapa ini? " Tanya bunda pangling sendiri melihat Raya mengenakan jilbab, baju panjang, dan celana panjang yang tidak ketat.

" Anak bunda lah, sapa lagi, " Kata Raya cemberut.

" Gak nyangka anak bunda udah dapet hidayah, " Kata bunda.

" Iya dong bun, nih aku beli bakso untuk bunda, " Kata Raya menyodorkan bakso yang dibelinya tadi.

" Alah, paling bentar lagi juga lepas bun, " Kata Rian yang tiba-tiba keluar dari dalam.

" Apa sih sok asik, " Kata Raya kepada adiknya itu.

"Udah, jangan berantem mulu, kalian," kata Bunda sambil tersenyum kecil, menerima bungkus bakso dari Raya. "Terima kasih ya, nak. Bunda doain semoga terus istiqamah."

Raya hanya tersenyum kecil, meski dalam hatinya merasa tersentuh mendengar ucapan Bunda. Teman-temannya yang duduk di ruang tamu memperhatikan dengan senyum di wajah mereka, mengagumi suasana hangat antara Raya dan keluarganya.

"Raya, bener lo mau mulai pakai jilbab terus?" tanya Fatimah, penasaran.

Raya mengangguk sambil menghela napas. "Gue pengen coba berubah, Tim. Gak mudah, tapi gue pengen lebih baik. Mungkin ini langkah pertama gue."

Laras tersenyum lebar. "Keren banget lo, Ray! Kita dukung lo terus, pokoknya!"

"Betul! Gue percaya lo bisa," Aqila menambahkan dengan semangat.

" Iyah nanti kalo gak bisa tinggal lepas lagi aja, " Kata Raya cengengesan.

"Yahh lo matahin semangat orang aja, udah didukung juga, " Kata Aqila sebal.

"Iya iya gue usahain, " Kata Raya.

"Udah lah ya aku pulang dulu nanti malam kita ketemu lagi, " Kata Fatimah

" Nanti malam ada apaan emang? Mau maen lagi kalian? " Tanya bunda.

" Itu bunda kan nanti malam ada pengajian akbar di masjid, " Jelas Fatimah.

" Oh iya, " Kata bunda menepuk jidatnya.

" Bisa Bisanya bunda lupa, padahal bunda yang buat kue untuk acaranya, " Kata bunda.

"Lo ikut Raya? " Tanya Aqila.

"Gue? Nanti dipikirin lagi, tergantung mood, " Kata Raya.

" Huh dasar! " Kata Aqila.

"Ada ustadz Bilal Ray, serius lu gak dateng, " Kata Laras.

"Datang lah nanti kalo gitu, " Kata Raya setelah berpikir.

"Dateng yaa awas kamu berubah pikiran nanti malam, " Kata Fatimah.

"Iyaaaa ibuk ustadzah, " Kata Raya.

"Dah yaa aku pulang deluan, bunda Fatimah pulang dulu yaa, " Kata. Fatimah berpamitan.

"Iya hati hati nak, " Kata bunda dari dalam.

"Assalamualaikum, " Kata Fatimah sebelum pergi.

"Waalaikumsalam ketemu lagi nanti, " Kata mereka semua.

Setelah Fatimah berpamitan, Laras dan Aqila masih duduk sebentar di ruang tamu. Mereka mengobrol santai sambil menyeruput minuman yang disediakan Bunda. Namun, tak lama kemudian, Laras melirik jam di dinding dan berdiri.

“Wah, udah sore, gue juga pulang duluan deh, Ray. Takut telat nyampe rumah,” kata Laras sambil meraih tasnya.

“Iya, gue juga. Nanti sore masih harus bantuin nyokap di rumah,” tambah Aqila.

“Okay, hati-hati ya pulangnya,” jawab Raya dengan senyum.

Keduanya segera berpamitan kepada Bunda. "Bunda, kita pamit pulang dulu ya," Kata Aqila sambil tersenyum lebar.

" Makasih ya, nak. Hati-hati di jalan," jawab Bunda ramah.

"Iya Bunda. Assalamualaikum," pamit Laras.

"Waalaikumsalam," jawab Bunda dan Raya bersamaan.

Setelah Laras dan Aqila keluar, suasana rumah menjadi lebih tenang. Raya menghela napas panjang, kemudian menjatuhkan tubuhnya ke sofa dengan lelah. Bunda meliriknya dari dapur, lalu berjalan mendekat dengan segelas air.

“Capek ya, nak?” tanya Bunda lembut sambil menyodorkan air.

Raya mengangguk. “Lumayan, Bun. Tadi banyak drama di jalan, tapi seru juga sih.”

Bunda tersenyum tipis. “Alhamdulillah, yang penting pulang dengan selamat. Bunda seneng banget lihat kamu pakai jilbab, semoga ini jadi langkah awal yang baik, ya?”

Raya mengangguk pelan. Bunda mengelus kepala Raya dengan sayang. Tak lama, Rian muncul dari kamar, kali ini dengan rambut yang acak-acakan. “Eh, Ray, jadi dateng pengajian nanti? Siapa tau lo bisa dapet pencerahan lebih, biar makin istiqamah.”

Raya hanya melirik adiknya sambil tersenyum. “Lihat nanti aja deh, Yan. Lo juga ikut kan?”

“Pasti dong, gue mah gak mau ketinggalan,” jawab Rian sambil nyengir.

Raya mengangguk pelan. Dia masih merenung, memikirkan langkah barunya dalam hidup. Di dalam hatinya, dia tahu bahwa perubahan ini akan butuh waktu dan kesabaran. Tapi dia sendiri belum tau tentang niat yang sebenarnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!