Rubia adalah putri seorang baron. Karena wajahnya yang cantik dia dipersunting oleh seorang Count. Ia pikir kehidupan pernikahannya akan indah layaknya novel rofan yang ia sering baca. Namun cerita hanyalah fiksi belaka yang tidak akan pernah terjadi dalam hidupnya.
Rubia yang menjalani pernikahan yang indah hanya diawal. Menginjak dua tahun pernikahannya suaminya kerap membawa wanita lain ke rumah yang ternyata adalah sahabatnya sendiri.
Pada puncaknya yakni ketika 3 tahun pernikahan, secara mengejutkan suami dan selingkuhannya membunuhnya.
" Matilah, itu memang tugasmu untuk mati. Bukankah kau mencintaiku?" Perion
" Fufufufu, akhirnya aku bisa menjadi countess. Dadah Rubi, sahabatku yang baik." Daphne
Sraaak
Hosh hosh hosh
" A-aku, aku masih hidup?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reyarui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembalasan 14
" Dimana ini, apa ini mimpi? Tadi bukannya aku sedang berbicara dengan Yang Mulia Duke Adentine. Aah aku baru ingat, ini adalah kehidupanku yang pertama rupanya."
Dalam tidurnya yang hampir mencapai seharian itu, rupanya Rubia mengalami mimpi, dan rupanya mimpinya itu ternyata adalah ingatan tentang kehidupannya sebelum kematian menghampiri nya.
Semua terlihat saat ini. Orang yang dia temui, peristiwa yang dia hadapi semua terlihat bagai sebuah teater. Ya teater kehidupan dimana dia bukanlah pemeran utamanya. Dia hanya pemain figuran yang mati paling cepat diantara pemain yang lainnya.
Namun kesedihan itu terasa amat nyata. Pengkhianatan suami dan sahabatnya sendiri jelas menusuk jantung. Rubia amat marah setiap melihatnya. Tekadnya sangat kuat untuk bisa membalasnya.
Dan, sesuatu yang sedari tadi dia bingungkan akhirnya terjawab. Duke Theodore Adentine muncul dalam ingatan masa lalunya. Pantas saja Rubia merasa wajah pria itu familiar, semua karena orang itu juga pernah ia temui di kehidupannya yang lalu.
Bukan hanya sekali ternyata tapi beberapa kali. Duke Adentine yang merupakan jendral pasukan istana kekaisaran itu akan kehilangan satu tangannya pada perang pembasmian monster. Bukan hanya itu, dia juga akan kehilangan banyak pasukannya dan orang-orang terdekatnya termasuk Regulus, sang penyihir.
Setelah itu Duke Adentine mendeklarasikan mundur dari jabatannya dan memilih mengurung diri di kastel nya. Ia amat sangat kehilangan. Meksipun bukan saudara namun Oliver dan Regulus adalah orang yang selalu ada bersamanya. Itulah akhirnya yang membuat Adentine jatuh.
Sreeet
" Nyonya ... Syukurlah Anda sudah bangun."
Mata Mery sangat merah, rupanya dia menangis sedari tadi karena Rubia tak kunjung bangun. Semua itu disampaikan oleh Sylvester. Butler keluarga Gordone pun terlihat sangat lega.
" Kenapa wajah kalian begitu sekali."
" Anda pingsan sedari pagi Nyonya. Dan ini sudah tengah malam, Anda baru bangun. Kami sungguh khawatir," ucap Sylvester.
" Ya, aku tidur selama itu? Astaga, lalu Yang Mulia Duke?"
" Beliau sudah pulang, dan beliau mengirimkan dokter."
Rubia melihat ke samping, di sana memang ada seseorang yang belum pernah ia lihat sebelumnya yang ternyata merupakan dokter kiriman dari Theodore. Rubia mengucapkan terimakasih dan maaf karena sudah membuat dokter itu menunggui nya lama.
" Saya sudah baik-baik saja Dokter, sekarang Anda bisa beristirahat. Ini juga sudah tengah malam, sebaiknya Anda menginap di sini. Syl, tolong berikan kamar terbaik untuk Dokter agar beliau bisa beristirahat dengan nyaman."
" Anda tidak perlu sungkan Nyonya Countess, itu memang sudah tugas saya. Baiklah saya akan istirahat, terimakasih untuk kebaikan hati Anda."
Oleh Sylvester sang dokter diantarkan ke kamar tamu. Tentu saja dia juga akan dilayani dengan baik. Terlebih dia adalah utusan dari Yang Mulia Duke Theodore, jadi Rubia harus menjamunya.
Hiks hiks
Ternyata Mery masih saja menangis. Meksipun hanya tinggal isakan namum yang lihat Mery sungguh tulus mengkhawatirkannya. Ia lalu meraih tangan Mery dan menggenggamnya.
" Aku sudah tidak apa-apa Mery. Sudah menangisnya, mata kamu sangat merah itu."
" Hiks iya Nyonya. Hanya saja saya menangis ini dicampur dengan rasa marah. Bisa-bisanya Tuan Count tidak peduli pada Anda. Kami memanggil beliau sudah dari siang, tapi beliau baru pulang saat senja. Dan beliau sama sekali tidak melihat Anda di kamar malah tidak lama pergi lagi."
Rubia tentu tidak heran, dia sudah tahu kalau Perion tak acuh padanya. Hati Rubia sudah mati terhadap pria itu. Sehingga dia pun tidak lagi merasa sakit hati.
Mery kembali menceritakan tentang sikap Perion tadi. Suami dari Rubia itu memang sama sekali tidak menjenguk Rubia di kamar, semua orang menjadi geram. Namun sebagai pelayan mereka tidak bisa melakukan apapun selain hanya bergumam kesal dalam lirih.
" Dan satu lagi Nyonya, entah itu hanya perasaan saya saja atau bagaimana. Ketika Tuan Count tahu Anda belum sadar hingga malam, beliau malah tersenyum. Meskipun senyumnya sangat tipis tapi saya sangat yakin dia tersenyum. Tuan juga bertanya apakah saya masih memberi Nyonya suplemen itu, saya jawab masih,"
" Begitu ya, ya biarkan saja. Biarkan dia sesuka hatinya beranggapan. Sekarang berhentilah menangis Mery. Ambilkan aku sesuatu yang bisa dimakan, perutku lapar."
" Astaga, maaf Nyonya saya kurang paham. Baik, tunggu sebentar Nyonya. Saya akan menyiapkannya."
Mery langsung pergi dari kamar Rubia. Dia bahkan sampai berlari. Dan Rubia, dia menyeringai. Rupanya Perion beranggapan bahwa pingsannya Rubia itu karena racun yang diberikan olehnya.
" Ya itu bagus. Biarkan dia berpikir seperti itu. Sekarang pun pasti dia sedang berada di rumah jalangg nya untuk bermain-main. Aku tidak peduli. Oh ya, Duke Theodore Adentine. Aku harus menghubunginya lagi. Aku harus mengirimkan surat. Surat transaksi untuk mengubah masa depanku dan juga masa depannya."
Rubia bangkit dari ranjang, menuju ke meja yang berada di sisi tempat tidur. Di sana sudah ada kertas dan pena, jadi dia tidak perlu meminta Mery untuk menyiapkan nya.
Rubia mencelupkan penanya ke tempat tinta dan mulai menorehkannya ke sebuah kertas. Kata demi kata dia tulis dengan rapi. Tujuannya adalah Duke Theodore Adentine.
" Mungkin aku akan dianggap gila, jadi bilang saja kalau aku mengetahui masa depan. Seingat ku dia adalah pria yang tidak mudah percaya dengan orang lain. Hmmm baiklah aku akan tulis begini saja dulu."
Rubia sangat memikirkan apa yang ingin ia tulis untuk Duke Adentine. Ia harus bisa meyakinkan pria itu karena Duke Adentine adalah satu-satunya orang yang bisa membebaskannya dari kematian yang dibuat Perion untuknya.
Drap drap drap
" Nyonya ini makanan Anda. Maaf sedikit lebih lama."
" Tidak masalah Mery. Mery, aku ingin kamu melakukan sesuatu untukku. Tapi ini tidak mudah karena aku mau kamu sendiri yang melakukan inis sendiri."
Mery menelengkan kepalanya tanda dia tidak mengerti dan penuh pertanyaan. Namun dia sudah berjanji bahwa ia akan melakukan semua hal demi majikannya itu.
" Apapun itu Nyonya, silakan perintahkan saya."
" Antarkan surat ini kepada Yang Mulia Duke Theodore Adentine. Kamu harus menyerahkannya sendiri. Gunakan kereta kuda untuk kesana, sekarang juga."
" Baik Nyonya, saya akan langsung pergi. Saya akan panggil Lina untuk membantu Anda membereskan piringnya nanti."
Rubia mengangguk, ia juga mengucapkan terimakasih Mery. Dia sungguh senang karena Mery benar-benar bekerja kepadanya dengan tulus dan setia.
" Hati-hati Mery."
" Baik Nyonya. Tenang saja saya akan kembali lagi dengan selamat."
TBC