Ganhia Wijaya, seorang gadis cantik yang penurut dan pekerja keras, hidup dengan tenang di bawah naungan keluarganya yang sederhana. Namun, kedamaian itu hancur ketika ayahnya terjerat utang besar kepada Tuan Danendra Mahendra, seorang pengusaha muda yang kaya raya namun terkenal dengan sifatnya yang dingin dan sombong. Demi menyelamatkan bisnis keluarganya yang hampir bangkrut, ayah Ganhia memaksa putrinya untuk menikah dengan Danendra, meski hatinya menolak.
Akankah mereka menemukan kebahagiaan di tengah pernikahan yang dilandasi oleh sebuah kontrak yang penuh tekanan?
yuk mampir yuk di karya pertama aku🙏😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merlin.K, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Drama di Pagi Hari
cahaya matahari pagi mulai menembus tirai kamar, menyapu perlahan wajah Ganhia yang masih tertidur dalam pelukan Danendra. kemudian Ia terbangun lebih dulu, menyadari posisi mereka yang masih begitu dekat, Ganhia beringsut, berlahan agar tidak membangunkan Danendra lalu bangkit dari ranjang dengan hati-hari. takut Danendra salah paham lagi dengannya karena masih tidur begitu dekat dengannya.
baru saja Ganhia akan melangkah tapi Ia berhenti, ketika sebuah tangan kokoh menarik tangannya dengan pelan, Ganhia kemudian menoleh ke belakang melihat Danendra yang menatapnya dengan tersenyum.
"apa yang terjadi kepadanya, kenapa dia tersenyum?, apa di wajahku ada sesuatu?" batinnya kemudian membalas senyum Danendra dengan kaku dan canggung.
"kamu sudah bangun?" tanyanya pelan.
Danendra hanya berdehem pelan. Nada itu terdengar mulai kesal.
"ada apalagi dengannya?, kenapa pria satu ini selalu berubah-ubah baru saja dia tersenyum sekarang kelihatannya mulai kesal, apa aku salah lagi ? tapi salah ku dimana "
"kenapa masih bengong di situ?, apa kamu sudah lupa dengan tugas mu?, jangan-jangan karena akhir-akhir ini aku terlalu baik kepadamu, jadi kamu mulai lalai ha..."
"Ha... dia masi Tuan Danendra.... semalam dia memegang bersikap lembut. mungkin karena terlalu senang bisa kembali bertemu dengan kekasihnya. Ah sudahlah, Nhia. jangan terlalu senang karena diberi sedikit perhatian" pikir Ganhia sambil menunduk
"Baik, aku akan menyiapkan keperluan mu" ucapnya Ganhia hendak melangkah, namun suara Danendra yang meninggi menghentikannya.
"Apa peringatan ku semalam belum cukup jelas, ha?!"
"Maaf....." Ganhia langsung berbalik dengan gugup. "apa ada yang kamu perlukan sebelum mandi? "
Danendra tersenyum mendengar suara Ganhia, kemudian ia bangkit dari ranjang, mendekat berlahan ke arah Ganhia , "kamu sangat pelupa ya? " bisiknya tepat di telinga Ganhia.
Ganhia terpaku. Ia mencoba kembali mengingat ucapan Danendra semalam.
"apa yang dia maksud yang aku ingat cuma..... aku tidak boleh dekat dengan pria lain. tapi disini kan tidak ada siap-siap selain aku dan dia."
Melihat Ganhia yang hanya diam membuat Danendra kesal.
"Dasar wanita bodoh. Masa dia bisa lupa hanya dalam semalam? Seharusnya, saat melihatku terbangun, dia langsung memanggilku sayang... bahkan menciumku. Kenapa dia cuma diam saat aku tersenyum?! Bukankah dia satu-satunya yang bisa melihat senyum manisku ini?"
Danendra mengangkat dagu Ganhia, memaksanya menatap. Matanya tertuju ke bibir merah Ganhia. Ia menunduk, mendekat, hingga mereka bisa merasakan hembusan napas satu sama lain.
Ganhia memejamkan mata rapat-rapat, tangan kecilnya mengepal.
‘Astaga... apa dia akan menciumku? Ya ampun, kenapa aku lupa?! Dia memang bilang aku harus menciumnya saat dia bangun dan sebelum berangkat kerja. Kenapa aku bisa lupa?!’
Bibir Danendra akhirnya menyentuh bibirnya, lembut namun dalam. Ganhia terkejut tapi tak menolak. Ciuman itu bertahan beberapa detik sebelum Danendra melepaskannya karena Ganhia mulai kehabisan napas.
Ia lalu memeluk pinggang Ganhia, menariknya lebih dekat. Detak jantung Danendra terasa begitu jelas.
“Panggil aku sayang,” bisiknya.
“Ah... a-apa?” Ganhia tergagap. ‘Benar kata dia... aku memang pelupa. Baru semalam dia bilang aku harus memanggilnya sayang, kenapa aku bisa lupa?!’
“Panggil aku sayang. Atau... selain pelupa, kamu juga mulai budek, hah?”
“Eh, maaf... sa–sayang. Aku lupa,” jawab Ganhia pelan.
Danendra buru-buru membuang muka, menyembunyikan rona merah di wajahnya. Meskipun ini bukan pertama kalinya Ganhia memanggilnya sayang, tetap saja hatinya berdebar aneh setiap kali mendengarnya.
Beberapa menit mereka hanya diam, tenggelam dalam pikiran masing-masing.
Danendra akhirnya melepaskan pelukan dan menatap Ganhia. “Siapkan pakaianku. Aku mandi dulu,” ucapnya sambil mengusap lembut kepala gadis itu, lalu melangkah menuju kamar mandi.
Ganhia masih mematung di tempat. ‘Dia... mengusap kepalaku? Kenapa dia begitu manis pagi ini? Tapi... mungkin dia hanya sedang latihan untuk bersikap manis ke kekasihnya nanti,’ pikirnya, lalu berjalan ke ruang ganti untuk menyiapkan pakaian Danendra.
Setelah semuanya siap, Ganhia kembali ke ranjang untuk merapikannya. Tak lama, Danendra keluar dari kamar mandi. Rambutnya masih basah, tubuhnya hanya dibalut handuk di pinggang, dada bidangnya terbuka jelas.
Ganhia menatap terpaku, mulutnya sedikit terbuka, matanya tak berkedip.
Danendra menyadari tatapan itu dan tersenyum geli. “Awas, air liurmu keluar,” godanya.
Ganhia buru-buru menoleh ke arah lain, pipinya memerah hebat.
Danendra menahan tawa sekuat mungkin. “Mandi sana. Setelah itu kita turun untuk sarapan.”
Ganhia mengangguk cepat dan berlari kecil ke kamar mandi, membuat Danendra akhirnya tertawa pelan, bahagia dalam diam.
Beberapa menit kemudian, Ganhia keluar dari kamar mandi. Ia mencari Danendra, namun pria itu tak terlihat.
‘Apa dia sudah turun? Baguslah,’ pikirnya sambil berjalan ke ruang ganti.
Tanpa disadari, dari arah balkon, Danendra berdiri menatapnya dengan tatapan lembut.
“Gadis aneh, tapi manis…” gumamnya, lalu pandangannya mengikuti langkah Ganhia hingga sosok gadis itu menghilang di balik pintu.
Beberapa menit kemudian. Ganhia keluar dari ruang ganti, sudah dengan berpakaian rapi dengan make up tipis membuat Ganhia terlihat canti natural, kemudian Ia menoleh ke arah ranjang dan melihat Danendra sudah duduk di atas ranjang menunggu Ganhia.
"ayo turun, sarapan sudah siap" ucap Danendra mulai berdiri dan melangkah ke arah pintu di ikuti Ganhia dari belakang.
Ketiga wanita berbeda usia yang sudah duduk di ruang makan menoleh ke arah tangga saat mendengar suara langka kaki seseorang.
"Akhirnya, mereka turun juga" batin Gisel
" iii kenapa kak Nendra dan kak Nhia baru turun sih kan dari tadi sudah di tunggu bikin lapar saja sih " banit Claudia sedikit kesal.
sementara ibu hanya diam menatap kedua orang itu.
sampai di meja makan, Danendra menarik kursi lalu duduk di ikuti Ganhia yang mulai duduk di sampingnya.
" pagi kak Nendra, pagi kak Nhia." sapa gisel dengan senyuman manis.
" pagi sel...." hanya Ganhia yang menjawab sedangkan Danendra hanya menggunakan kepalanya.
dari arah dapur, Pak Haris dan pelayanan mulai menghilangkan menu sarapan pagi ini.
" silakan Tuan Muda, Nyonya, Nona Muda." kata pak Haris menunduk.
"Terimakasih Pak" hanya Ganhia, Gisel dan Claudia yang menjawab. sedangkan ibu dan Danendra hanya diam.
mereka mulai makan dalam keheningan hanya ada suara bunyi sendok dan piring yang saling berdenting.
beberapa menit Ganhia sudah selesai makan, ingin langsung berangkat tapi Danendra masih makan dan Ia tidak bisa pergi sebelum Danendra pergi jadi Ganhia hanya duduk menunggu Danendra.
sedangkan Danendra yang melihat Ganhia suda selesai menoleh ke arah Ganhia.
" sudah selesai "
" iya.... sayang."
Danendra sempat terdiam, lalu cepat-cepat memalingkan wajahnya, lagi- lagi menyembunyikan senyumannya yang nyaris muncul.
Claudia pura-pura batuk kecil, menahan geli " uhuk.....uhuk.. mesra sekali pagi ini".
Gisel ikut tersenyum dan mencolek lengan Claudia.
setelah beberapa saat, Danendra mulai bangkit dari kursinya "aku berangkat kerja"
Ganhia pun ikut berdiri.
Danendra menoleh dan menatap Ganhia penuh arti " Cium aku".
Ganhia membelalak "di sini?"
" sekarang " jawab Danendra datar tapi ada dana main-main di matanya.
Ganhia menunduk makin dalam. Claudia dan Gisel kini sudah menahan napas, menanti apa yang akan dilakukan gadis itu.
Dengan sangat pelan, Ganhia mulai berjanji, mendekat ke pipi Danendra... dan mengecupnya cepat.
Wajahnya merah padam.
Danendra tersenyum tipis dan berbisik, “Nanti malam jangan lupa cium yang satunya.”
Ganhia melotot kecil, dan Claudia serta Gisel langsung tertawa pelan saat Danendra melangkah pergi sambil bersiul kecil.
Ganhia hanya bisa berdiri kaku. Pipinya terasa terbakar.
"Astaga, pria itu benar-benar gila... tapi kenapa hatiku malah... senang?"
Bersambung...........
ternyata hanya untuk di panggil
sayang....
lanjut thor ceritanya
sedikit demi sedikit
telah tumbuh
lama" buanyak
dan bucin...
lanjut thor ceritanya