NovelToon NovelToon
PLAGUEHART

PLAGUEHART

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Zombie / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Penyelamat
Popularitas:6.8k
Nilai: 5
Nama Author: Widya Pramesti

Di kota Plaguehart, Profesor Arya Pratama melakukan eksperimen berbahaya untuk menghidupkan kembali istrinya, Lara, menggunakan sampel darah putrinya, Widya. Namun, eksperimen itu gagal, mengubah Lara menjadi zombie haus darah. Wabah tersebut menyebar cepat, mengubah penduduk menjadi makhluk mengerikan.

Widya, bersama adiknya dan beberapa teman, berjuang melawan zombie dan mencari kebenaran di balik wabah. Dengan bantuan Efri, seorang dosen bioteknologi, mereka menyelidiki lebih dalam, menemukan kebenaran mengerikan tentang ayah dan ibunya. Widya harus menghadapi kenyataan pahit dan mengambil keputusan yang menentukan nasib kota dan hidupnya.

Mampukah Widya menyelamatkan kota dengan bantuan Dosen Efri? Atau justru dia pada akhirnya ikut terinfeksi oleh wabah virus?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Widya Pramesti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menuju Ruang Auditorium

Malam yang gelap, membuat suasana di ruang laboratorium terasa mencekam. Hanya ada cahaya bulan, yang menerangi penglihatan mereka melalui celah-celah jendela. Dosen Efri, Roger, dan para mahasiswa duduk melingkar, membahas rencana.

Efri membuka pembicaraan. "Kita harus membuat rencana. Karena kita harus keluar dari tempat ini," ujar Efri.

Mendengarkan kata "rencana," semua orang di ruang itu menatap Efri. "Rencana apa, Pak?" tanya Aldo.

Efri menatap sekeliling, dengan wajah serius. "Kita harus keluar dari tempat ini melalui jendela dan naik ke lantai tiga. Di atas sana, ada ruang auditorium yang jarang digunakan," katanya dengan nada serius. "Kemungkinan, ruang itu bisa kita jadikan tempat aman dan lebih dekat menuju tangga roof top."

Roger yang duduk di sebelahnya, menyela dengan nada rendah. "Tapi, Efri, jika kita keluar lewat jendela, bagaimana caranya kita bisa sampai ke sana?"

Di sisi lain, Lina duduk di sebelah Erin, matanya menatap ke pintu laboratorium. "Iya, Pak. Benar yang di katakan Pak Roger, bagaimana caranya kita keluar dari jendela? Sementara itu berisiko," katanya dengan wajah cemas. "Apa tidak punya rencana lain? Kenapa tidak keluar dari pintu saja?"

Efri mengangguk, menyadari pertanyaan itu. Dia tersenyum tipis, matanya mengarah pada tirai yang ada di samping jendela. "Iya. Ini memang sangat berisiko, dan kita tidak mungkin keluar melalui pintu," katanya dengan terburu-buru, berdiri, melangkah, mendekati tirai besar yang menutupi jendela. "Kita akan menggunakan horden ini untuk memanjat ke lantai tiga."

Semua orang terdiam, mencerna kata-kata Efri. Namun, Efri melanjutkan perkataannya. "Horden ini akan kita gunakan sebagai tali pengikat sementara. Kita tarik, kumpulkan semua horden, kita sambungkan dan ikat dengan kuat menjadi sebuah tali," ucapnya, dengan wajah serius. "Setelah itu, kita akan menarik diri satu persatu menuju ke ruang laboratorium."

Mendengarkan rencana itu, semua masih terdiam dan saling memandang satu sama lain. Aldo yang masih belum paham dengan rencana Efri, mencoba bertanya. "Tapi, Pak. Bagaimana caranya kita menarik diri ke atas sana? Sementara, tali horden yang akan kita buat harus terikat dari lantai tiga, Pak!"

Efri menjentikkan jarinya. "Pertanyaan yang bagus, Aldo," ucapnya tersenyum tipis. "Benar. Untuk menarik diri ke lantai atas, tali itu harus kita ikatkan ke sana terlebih dahulu," lanjutnya. "Caranya. Kamu dan Eric, harus naik ke sana dan manfaatkan pipa besi yang ada di samping jendela untuk mendaki sambil membawa tali horden, dan pastikan ruangan itu aman serta jendelanya bisa di buka."

Aldo dan Eric mengerutkan kening, terdiam sejenak, lalu mengangguk serentak. "Baiklah, akan kami lakukan. Walaupun itu sangat berisiko," ucap Eric, tampak ragu namun menyetujui rencana Efri.

Semuanya setuju, bergerak menarik horden, mengempulkan semuanya, di ikat dan di sambung menjadi satu tali yang panjang. Sementara itu, Alvin tampak murung dan terdiam sejak tadi. Efri yanh menyadari raut wajah Alvin sedikit berbeda, melangkah dekat ke arahnya.

"Apa yang kamu pikirkan, Alvin? Apa kamu tidak setuju dengan rencana ini?" tanya Efri, menepuk bahunya. Dengan nada cemas, Alvin menjawab. "Aku setuju, Pak. Tapi, bagaimana caranya aku bergerak cepat untuk menarik diri menuju ke sana? Sementara, luka melepuh pada tanganku dan kakiku yang terkilir ini, sulit untuk bisa bergerak cepat."

Alvin menghembuskan nafasnya, tampak pasrah. Sedangkan Efri, berkata. "Tidak perlu cemas, Alvin. Mari ikut aku, akan ku sembuhkan lukamu!" serunya, menarik lengan Alvin.

Mereka berdua melangkah ke sudut ruang laboratorium. Efri, mendekat ke salah satu lemari besi dan membuka, meraih salah satu jenis tabung Vacutainer yang berisi cairan berwarna hijau. Dia mengambil satu suntikan, dan mengisi suntikan itu menggunakan cairan pada tabung tersebut.

Melihat itu, Alvin tampak bingung dengan jenis cairan berwarna hijau yang baru dia lihat. "Pak, ini apa?" tanyanya, dengan santai Efri menjawab. "Ini adalah jenis vaksin baru sebagai Anti Body. Dan akanku berikan untukmu, agar lukamu bisa pulih," jawab Efri, mengarahkan jarum suntik ke lengan Alvin.

Tanpa menunggu, jarum itu menembus kulit Alvin dan cairan itu masuk ke dalam tubuhnya. "Selesai," kata Efri. Sedangkan Alvin, terdiam dan merasakan tubuhnya panas dingin, jantungnya berdegup kencang.

"Pak, kenapa dadaku terasa sakit?" tanyanya, mulai merasakan nyeri di dada. Tapi, Efri tersenyum, wajahnya terlihat tenang. "Itu hanya efek sementara pada vaksin itu. Tidak perlu khawatir, kau akan baik-baik saja."

Sedetik itu, tiba-tiba luka melepuh pada tangan Alvin mulai pudar dan kakinya tidak merasakan sakit seperti tadi. Dia memegangi, menatap luka pada tangannya, mencoba melangkah kakinya yang kini sudah kembali normal seperti biasa.

Alvin terkejut, tak menyangka jika efek dari vaksin itu sangat ampuh dan membuat tangan dan kakinya sembuh. "Pak, aku tidak mimpikan? Bagaimana bisa, aku sembuh secepat ini?" tanya Alvin, memegangi pundak Efri.

Efri menggeleng, tersenyum lebar. "Tidak. Ini nyata, dan aku sendiri tidak menyangka jika vaksin ini bisa menyembuhkan dirimu."

Namun, Alvin bertanya lagi dengan kegirangan. "Terimakasih, Pak. Tapi anda dapat dari mana vaksin ini? Apa anda sendiri yang menciptakan vaksin ini?"

"Tidak!" jawab Efri cepat. "Aku tidak menciptakan vaksin apapun, tapi aku akan memberitahumu asal usul vaksin ini jika kita semua selamat," ucapnya dengan nada serius.

Alvin mengangguk, mengerti maksud Dosennya. "Baiklah, kita semua pasti akan selamat. Tapi anda harus berjanji untuk mengatakan asal usul dari vaksin ini," balasnya.

Efri mengangguk, dan memberikan satu tabung Vacutainer dengan jenis cairan yang sama ke tangan Alvin. "Aku janji. Dan ini untukmu, hanya ini yang tersisa pada diriku," katanya. "Kamu bisa berikan vaksin ini ke orang yang harus kamu selamati, yaitu orang yang kamu sayangi."

Alvin menggenggam tabung itu, mengernyitkan dahinya sejenak. Lalu, dia mengangguk dan memasukan tabung itu ke saku celananya. "Baik."

Mereka berdua, melangkah kembali ke tengah ruangan. Sementara itu, yang lain telah selesai mengingkatkan tali horden menjadi satu dan bersiap melaksanakan rencana. Namun, semua mata terfokus pada Alvin, heran karena dirinya terlihat tampak segar dan langkah kakinya sudah tidak pincang lagi.

"Alvin, kakimu? Sudah tidak terkilir lagi. Bagaimana bisa?" tanya Lina, melangkah cepat ke arahnya. Namun, pertanyaan itu tidak ditanggapi olehnya, Alvin hanya tersenyum hangat.

Karena tidak jawaban. Efri membuka pembicaraan, memerintahkan mahasiswanya. "Aldo, Eric, sekarang saatnya kalian berdua mendaki ke atas sana."

Tanpa ragu, Aldo dan Eric mengangguk serentak. Beberapa mahasiswa lain, mengingkatkan ujung horden ke pinggang Aldo. Dengan tangan bergetar, dia membuka jendela ruangan laboratorium yang bisa di buka ke samping.

Dengan hati-hati, dia mulai mendaki, menarik tubuhnya pelan-pelan, menahan napas ketika melihat banyak zombie di bawah sana. Sementara Eric, menyusul dari belakang. Mereka berdua memegang pipa besi yang ada di samping jendela dengan erat.

Aldo yang takut ketinggian, membuat gerakan mendakinya menjadi lambat, kaku, dan sesekali melirik ke bawah. "Jangan lihat ke bawah!" teriak Eric, yang mengikuti di belakang, menyadari jika temannya ini takut ketinggian. "Kita harus fokus ke atas, Aldo!"

Dengan suara nafasnya yang tidak teratur, Aldo, mencoba fokus, mempercepat gerakannya, berusaha menahan ketakutan yang mulai menguasainya. berhasil mencapai pembatas jendela lantai tiga. Tanpa ragu, dia mencoba membuka jendela, dan beruntung, jendela itu tidak terkunci. Akhirnya, dia berhasil mencapai pembatas jendela lantai tiga. Tanpa ragu, ia mencoba membuka jendela ruang auditorium, dan beruntung, jendela itu tidak terkunci.

Aldo segera masuk dengan hati-hati, dan Eric yang juga tiba di ambang jendela juga ikut masuk. Mereka berdua memperhatikan ruangan tersebut tampak kosong dan gelap. "Aman?" tanya Eric, meski nafasnya masih terengah-engah.

Aldo menggeleng. "Belum pasti. Kita harus mengecek pintunya, apakah terkunci dari luar," jawabnya. Tanpa buang waktu, dia bergerak cepat ke pintu, ternyata pintu itu tidak terkunci, hanya tertutup rapat.

"Eric, bantu aku geserkan meja dan kursi ini untuk mengganjal pintunya. Karena, pintunya tidak terkunci dari luar," ujar Aldo, meminta bantuan pada Eric.

Tanpa berkata apa-apa, Eric membantu menggeserkan beberapa meja dan kursi ke depan pintu. "Sekarang sudah aman," kata Eric, mengembuskan napas lega. "Sebaiknya, segera kita turunkan tali horden ini, lalu ikatkan ke besi yang kokoh."

Aldo mengangguk, segera melangkah ke besi dekat jendela, melepaskan ujung horden di pinggangnya, di ikatkan ke besi kokoh yang ada di samping jendela.

Sementara itu, di bawah, di ruang laboratorium, Rossa tampak gelisah, mulai panik menunggu kabar dari Aldo dan Eric yanh belum menunjukkan kode jika mereka berhasil. "Apa mereka baik-baik saja?" pikirnya, melirik ke atas dan berdiri di ambang jendela.

Efri yang tampak tenang, berkata. "Mereka akan baik-baik saja," sahutnya, sedetik itu sebuah tali horden baru saja terlihat, menggantung di dekat jendela.

Semuanya menatap tali tersebut, tersenyum lega. Sementara Aldo, berteriak dari atas, melihat horden masih terulur di bawah. "Kalian semua, cepat naik!" seru Aldo.

Efri yang melirik ke atas mereka mengangguk. Dia memerintahkan mahasiswa di dalam ruang laboratorium untuk naik secara bergilir. Perlahan, satu per satu, mulai naik menggunakan tali horden.

Setelah semua mahasiswa berhasil naik, kini tiba giliran Efri dan Roger. Efri menggenggam tali horden itu dengan erat, tapi saat dia hendak mendaki, tiba-tiba Roger yang tidak sabaran, bergegas ikut naik tanpa menunggu giliran

"Roger, tunggu!" teriak Efri, melirik ke bawah, tetapi sudah terlambat. Tali itu hampir putus karena tubuh Roger yang besar dan berat. Efri mencoba mengatur posisinya, bergerak lebih cepat dan tiba di ambang jendela ruang auditorium.

Tanpa diduga, beban berlebih membuat tali horden itu terlepas. Efri memandang dengan mata terbelalak, tubuhnya terguncang dan jantungnya berdegup kencang.

Panik. Dalam detik itu, Aldo dan Eric yang menunggu di ambang jendela berteriak. "Tidak!" secepat kilat, Aldo dan Eric meraih lengan Efri. Sementara Roger berhasil meraih kaki Efri.

Seketika itu, mereka semua yang ada di ruangan bergegas membantu. Dengan susah payah, mereka menarik tubuh Efri dan Roger ke atas. Dengan suara nafas terengah-engah, penuh keringat, mereka berhasil menarik Efri dan Roger masuk ke dalam ruang auditorium.

1
Pompon
lanjut kak, btw semangat berpuasa ya kak
Pompon
alah mimpi kirain beneran udah tegang bet tadi cak🥴
🟢Widya Dya: jangan lupa sediakan air putih/Facepalm/
total 1 replies
Bluery
jangan-jangan Roger sudah terinfeksi? tapi bukannya dia belum terkena gigitan zombie?😱🤔
Bluery
Alur ceritanya menarik, ada bagian part tersedih,. menegangkan, dan novel ini sangat keren karena banyak sekali cerita aksinya yang membuat pembaca semakin penasaran dan suka/Rose/
Bluery
siapa yang naro bawang disini/Cry//Scowl/
Bluery
😱😱
Bluery
Beautiful/Drool/
Bluery
uwuuu/Chuckle/
ESdoger
bikin merinding
ESdoger
keren ceritanya
ESdoger
Beneran menegangkan dan ceritanya menarik untuk di baca👍 alurnya keren, susah di tebak dan banyak misteri yang belum terpecahkan.
ESdoger
lari ada zombie😱
ESdoger
Jadi ini prof yang menciptakan virus zombie itu?
ESdoger
baru 2 bab udah bikin penasaran
Lovely
Nah, Caver Utama sangat mendukung.
Syari Andrian
Waahhh.. Jangan sampai Laura itu nyerang mereka pas di mobil... Aku curiga kalau dia juga hasil eksperimen dari ayahnya Widya dan ayahnya ana
Pompon
bagus banget, updatenya jangan terlalu lama semangat terus buat author nya 😁😆
🟢Widya Dya: makasih, sorry agak lama updatenya krns Authornya sibuk kerja jarang ada waktu luang🙏🏻😇
total 1 replies
Pompon
langsung buang aja tu orang tendang dari truk biar mampus/Hammer//Hammer/
BuayaMT🐊
Ceritanya bagus, alurnya sangat bagus. Di karya "PLAGUEHART" ini menceritakan sebuah wabah dari ekperimen yang tidak manusiawi, namun penuh banyak misteri. Ekperimen itu dilakukan oleh Professor Arya, tapi tidak menemukan obat penawar dan malah ikut terinfeksi menjadi zombie.
🟢Widya Dya: makasih
total 1 replies
BuayaMT🐊
Seru banget Thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!