“Regina Meizura Carlton sebenarnya sudah mati. Namun, tuhan memberikannya kesempatan kedua untuk membalas dendam*
Bagaimana rasanya dikhianati oleh suami, adik, ibu tiri dan juga ayah yang selalu memihak pada mereka. Hingga kematian merenggut Regina dan kesempatan kedua kali ini dia tidak akan melewatkan kasih sayang dari Axel Witsel Witzelm.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aleena Marsainta Sunting, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satu Komplotan
“Apa wanita ini sudah gila dan konslet otaknya. Mana mungkin tuan Axel mau memakan bekas gigitannya!” Batin Billy yang sedang sedang berperang dengan hati, tapi matanya masih melotot melihat tingkahku.
“A–apa ini? Sejak kapan Regina akrab dengannya? Aku yakin, aku dan Minna sudah menjauhkan dia. Tapi, apa ini? Apa yang sebenarnya sedang terjadi?” Batin Nicholas pun tak luput bersitegang dengan pikirannya yang hampir tidak mempercayai kenyataan di depan matanya.
“Si bodoh ini benar-benar menyukainya? Hah?! Aku benar-benar gila? Kapan dia dekat sih? Aku gak mungkin salah, tiap hari aku selalu bersama dengannya dan ini gak mungkin terjadi!” Batin Minna pun pasti ikut geram, sambil mengepal kedua tangannya.
“A–a–am … rasanya enak kan?” Kataku yang telah berhasil memasukkan bekas gigitan ku tadi ke dalam mulut Axel.
“Astagaaa!!” Billy menggeleng tidak percaya. Tuannya benar-benar seperti serigala dingin yang jinak di luluh kan oleh pawangnya.
“Regina! Apa ini?? Kau benar-benar membuatku marah? Hah?! Kau ingin membuatku cemburu?” sentak Nicholas saat melihatku sedang mengelap sudut bibir Axel yang ada bekas strawberry dari pie tadi.
Nicholas menghampiri dan menarik tanganku ketika aku akan menyuapi Axel lagi.
“Agh!” Aku sengaja membuat suara seperti kesakitan, “uhh … Xel, lihat dia menyakitiku. Tanganku sakit banget!” Kataku merengek manja pada Axel dan semakin membuat Nicholas geram.
“Regina, sadarlah. Aku ini kekasihmu. Kamu ingat aku kan? Ngapain sih kamu dekat-dekat dengannya. Jangan-jangan otakmu benar-benar dicuci olehnya!” Nick seolah merajuk dan tidak suka melihat kedekatanku dengan Axel.
“Axel … tolong aku, tanganku sakit banget!” Kataku lagi malah meneriaki Axel yang masih terdiam seolah dia membaca situasi.
Axel merasa aku memang sedang bersandiwara dan membuat Nicholas marah.
Ihh … kok Axel diam aja sih? Dia apa emang ga peduli kalo aku di apa-apain sama si laki-laki licik ini. Gumamku.
“Lepaskan!” Kataku akhirnya dan menghempaskan tangan Nicholas, Minna terus menatap kesal. Dia merasa aku memang sedang membuat ulah dengan si pasangan liciknya.
“Kakak, sudahlah, lebih baik jangan ribut lagi dengan kak Nick. Kalian bicara baik-baik saja. Dari hati ke hati tanpa harus melibatkan orang lain,” kata Minna tetap ngeyel dan mengompori.
“Aku gak mau. Aku kan sudah bilang, aku mau putus dengannya. Kalau kamu yang terus ngotot, lebih baik kamu aja yang pacaran sama dia. Lagipula aku gak mungkin pacaran lagi sama orang itu,” kataku sambil memajukan bibirku kecut.
“Regina sadarlah, disini hanya aku yang mencintaimu. Tidak akan ada orang setulus aku. Aku benar-benar sayang dan mau menjagamu seumur hidupku,” kata Nicholas dengan tatapan yang terlihat sungguh-sungguh.
Hah?! Mencintaiku seumur hidupmu? Apa aku ga salah dengar? Kau ini hanya takut kehilangan seluruh hartaku kan?
Sampai saat ini pun kau masih bersikeras mempertahankan hubungan meskipun aku sudah mengatakan putus.
Dia masih benar-benar menganggap ucapanku main-main.
“Hih, berisik tauk! Telingaku sampai gatal. Aku jadi ga selera lagi buat sarapan,” sahutku semakin acuh dan, “Markus, tolong masukan pie–ku ke dalam lemari pendingin. Aku masih mau memakannya nanti. Tapi, sekarang tolong ambilkan tas dan ponselku yang ada di kamar,” kataku memberikan perintah dan Markus segera menyuruh salah seorang pelayan untuk mengambil sementara dia memanggil Lusi untuk merapikan pie bawaan Axel.
Aku berjalan menghampiri Axel yang duduk santai melipat kedua tangannya sambil melihat pertunjukan ku dan kedua ulet keket tersebut.
“Axel … hari ini aku mau ikut denganmu aja. Aku malas di rumah kalau harus melihat wajah mereka!” cetus ku semakin membuat dua pasangan itu kalang-kabut.
“Gak. Gak boleh. Kamu ga boleh pergi dengannya, Regi. Kamu kan gak tau dia orang seperti apa. Dia ini orang yang sangat berbahaya, Regi!”
Nicholas mengambil langkah cepat dan mencengkeram lenganku. Mencegahku pergi bersama dengan Axel.
Axel tidak mengeluarkan suara dan berkomentar, dia hanya beranjak dari duduk lalu bersiap melangkah.
“Lepas!” ucapku penuh tekanan dan menghempaskan tangan Nicholas dengan kasar.
“Kakak, pokoknya kakak gak boleh pergi sama dia kak, kak … tolong dengarkan aku kali ini. Dia ini gak sebaik yang kamu pikirkan, Kak. Dia pasti ada maunya sama kamu, Kak!”
Si wanita ulet keket itu ikut-ikutan menghadang jalanku ketika aku berhasil menghempaskan si laki-laki nya.
“Regina, ada apa ini? Kamu mau kemana?” teriak papaku yang kini jadi ikut bersama menyerangku.
Mereka sedang bersatu menghentikan apapun yang mereka anggap aku sedang dikuasai oleh Axel.
“Iya Regina sayang, kamu mau kemana? Nicholas sudah ada disini. Ngapain sih kamu pergi. Kalau kamu mau pergi, biarkan Nick dan Minna yang menemanimu, yah!”
Satu lagi kini ibu si ulat Keket ikutan. Dia berjalan cepat dan berdiri di samping anak kesayangannya. Aku sudah seperti anak kucing yang di lingkari oleh iblis dan rubah betina.
“Markus, mana tas dan ponselku!” Aku seperti orang tuli yang tidak sama sekali memperdulikan semua ucapan mereka.
Bagiku mau bujuk rayu apapun tidak akan mempan. Karena aku sudah mengetahui mereka adalah satu komplotan.
“I—iya, Nona Regina, ini tasmu,” kata Markus langsung mendekat dan memberikan apa yang aku mau.
“Aku akan pulang terlambat, Markus. Jadi, kau lanjutkan apa yang aku minta semalam. Mengerti?!”
“Baik Nona, semua yang Anda minta sedang saya upayakan semaksimal mungkin. Yang terbaik akan saya lakukan.”
“Bagus. Aku pergi dulu ya, Markus!”
Aku bahkan tidak melihat mereka saat mendorong tubuh Minna yang menghadangku. Minna hampir tersungkur ke belakang kalau tidak pasangan liciknya yang menopang.
“Axel … iihhh tunggu aku dong. Jangan tinggalin aku!” Kataku mengejar langkah Axel yang sudah berjalan keluar lebih dulu.
“Mama ada apa ini? Kenapa si bodoh itu malah pergi bersama dia sih? Apa yang sebenarnya terjadi sih?” Berulang kali Minna mengeluarkan pertanyaan yang sama.
“Mama mana tau sih, kan kalian yang selalu bersamanya. Harusnya kalian dong yang lebih paham!” Kata si ibu tiri licik seolah menyalahkan keteledoran Minna.
“Dan kamu sebagai pacarnya, kenapa bisa sampai seperti ini? Kalian kecolongan, hah?!” Tambah marah lagi si ibu tiri licik menegur Nicholas.
“Sudah, sudah, kalian jangan ribut lagi. Ini tidak boleh dibiarkan. Kalau terus-terusan seperti ini, semua rencana yang sudah kita susun berantakan. Pokoknya kalian harus cari cara agar Regina bisa seperti sebelumnya.”
“Ini adalah masa dimana aku harus merayu anak itu untuk menandatangani surat peralihan perusahaan sepenuhnya padaku. Kalau sampai gagal, tamat sudah riwayat kita semua,” papaku yang sudah sangat terobsesi oleh seluruh harta peninggalan kakekku Thomson.
“Heh, kenapa kalian bengong? Cepat ikuti mereka. Kalian harus cari tahu apa yang sebenarnya terjadi dan kembalikan lagi posisi si anak bodoh itu seperti semula. Kalian jangan kalah dengan laki-laki yang baru dikenalnya satu hari!”
Tegas si ibu tiri licik menyuruh Minna dan Nick untuk mengejar ku. Tanpa ba–bi–bu mereka segera berlarian seperti orang kesetanan yang takut tertinggal olehku.