— Lanna Xevellyn, gadis berusia 17 tahun itu harus mengalami kecelakaan maut yang membuat nyawanya melayang ketika menolong seorang anak kecil di jalanan.
Tetapi apakah memang Lanna benar-benar sudah tewas atau ternyata gadis itu masih hidup? Atau bagaimana tentang dirinya yang ternyata menjalani kehidupan keduanya untuk menggantikan peran orang lain yang sudah mati?
Ya, itulah yang di rasakan oleh Lanna. Gadis itu terbangun di dalam tubuh milik orang lain di semesta lain. Di mulai dari tubuh barunya itu, Lanna menjalani babak baru kehidupan keduanya dengan alur kehidupan berbeda yang tidak pernah terpikirkan sekalipun olehnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NAYTHAN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 14 :
Keesokan harinya, seperti biasa Lanna mulai benar-benar menjalankan harinya sebagai salah murid sekolah Celestial. Gadis itu berjalan menuju gedung sekolahnya tidak lupa dengan tas ransel di punggungnya berisikan beberapa buku cukup tebal yang mempelajari tentang bagaimana itu sihir, snomster dan yang lainnya. Lanna naik ke lantai paling atas dimana kelasnya berada kemudian menemukan Xavier yang sudah lebih dulu di dalam kelas, sedang memangku dagu tanpa melakukan aktivitas apapun. Dengan sikap cueknya Lanna segera memasuki kelas tanpa mengatakan apapun atau sekedar menyapa lelaki yang jadi teman sebangkunya itu satu-satunya.
Xavier menatap Lanna yang baru saja datang mendaratkan bokongnya, menaruh tas di atas meja dan di jadikannya bantalan untuk tidur.
"Ttheo, Ttheo Tinson namanya. Kami dulunya satu tim bersama Serena dan dia di keluarkan secara tidak terhormat dari sekolah karena ambisinya yang selalu mengincar peta kuno yang di tempatkan rahasia oleh sekolah," tutur Xavier, tiba-tiba saja dia teringat dengan pertanyaan Lanna kemarin. "Dia juga menyukai Serena,"
"Begitu? Terimakasih," jawab Lanna masih cuek tanpa berniat bergerak dari posisinya.
"Jika memang karena kata-kataku yang keterlaluan kemarin itu aku minta maaf," tutur Xavier lagi, dia memalingkan wajahnya ke arah lain karena merasa gengsi berkata demikian.
Sebab pasti hanya itu alasan kenapa Lanna tiba-tiba bersikap dingin padanya.
"Iya, terimakasih minta maafnya," sahut Lanna.
Tidak lama kemudian, guru Han pun datang masuk ke dalam kelas bersama asisten Rosie yang mengikuti langkahnya di belakang.
"Yo, anak-anak! Haha! Aku sudah mendengar laporan dari asisten Rosie tentang kejadian kemarin. Sepertinya sebentar lagi akan ada pertempuran seru, hahaha!" Ucap guru Han, sudah duduk di meja khusus untuknya tidak lupa dengan suara tawanya. Sedangkan asisten Rosie berdiri di area samping kelas.
"Pertempuran?" Kata Lanna tidak mengerti. "Pertempuran apa?"
"Maksud guru, kembalinya Ttheo karena ada maksud tertentu? Tentang ambisinya yang mengincar peta kuno itu?" Terka Xavier.
Lanna sebenarnya penasaran dengan peta kuno yang sudah dua kali Xavier sebutkan, dia ingin menimpali omongan lelaki itu tetapi karena suasana di antara mereka berdua yang bisa di bilang belum terlalu baik-baik saja jadi Lanna cuma bisa mengulum bibirnya. Memendam rasa penasarannya tentang peta kuno dan kenapa yang namanya si Ttheo itu mengincar benda tersebut. Lanna tidak pernah sekalipun penasaran tentang Ttheo yang suka pada dirinya—maksudnya Serena, itu tidak penting baginya.
"Itu benar," sahut guru Han pada Xavier. "Lebih tepatnya dia mengincar pedang langit,"
Lagi-lagi, jawaban dari guru Han seolah-olah menjawab rasa penasarannya.
"Apa itu?" Tanya Lanna merasa tertarik.
Pedang langit adalah pedang keramat yang di sembunyikan di sebuah hutan terlarang di desa terpencil yang di jaga. Pedang itu dulunya adalah milik dari seorang penyihir yang kuat di kota Ravoria. Di katakan pedang itu memiliki kekuatan yang dapat menyempurnakan kekuatan sihir si pengguna. Pedang itu di sembunyikan sebab keberadaannya dapat di salahgunakan oleh para penyihir lainnya yang mementingkan kepentingan pribadinya saja. Pedang itu di katakan konon bisa bergerak dengan sendirinya sesuai dengan keinginan si pemilik pedang. Dan sebelum kematiannya, dia membuat sebuah peta kuno tentang keberadaan pedang langit tersebut kemudian di simpan di tempat rahasia.
Tidak boleh ada satupun orang dengan sembarang membuka segel peta kuno itu.
"Tapi bagaimana bisa nantinya Ttheo menyerang kita? Diakan hanya seorang diri," komentar Lanna.
"Orang gila seperti dia itu pasti akan memakai segala cara dan dia seorang penyihir muda yang cacat," sahut Xavier.
Ttheo Tinson adalah teman satu tim bersama Xavier Walters dan Serena Lyra, mereka satu kelas sekaligus satu pengajar yaitu guru Han. Dia penyihir muda yang cacat sebab Ttheo tidak memiliki inti sihir tetapi dia indigo, dapat melihat keberadaan snomster. Penyeimbang sihir miliknya ialah kunai mantra kuno, dia juga memiliki kemampuan dapat membuat sebuah kurungan manipulasi. Membuat lawannya terjebak dan terkurung di dalamnya.
Walaupun begitu, Ttheo memiliki tekad untuk menjadi penyihir muda yang kuat. Sempat dia merasa iri terhadap murid-murid lain terlebih kepada Xavier yang menurutnya terlihat lebih unggul daripada dirinya dan hal itu membuatnya menjadi dendam. Sampai pada akhirnya, Ttheo mengetahui tentang rahasia peta kuno dan pedang langit yang tidak sengaja di dengarnya ketika melewati ruangan guru, mereka sedang mengobrol sesuatu. Sejak saat itu Ttheo memiliki ambisi untuk mencuri peta kuno tersebut namun tidak berhasil. Dia ketahuan oleh asisten Rosie kemudian di keluarkan dari sekolah Celestial. Sejak saat itu pula kabarnya tidak pernah terdengar lagi hingga akhirnya Ttheo muncul kembali.
Mendengar sedikit penjelasan tentang Ttheo tidak tahu kenapa Lanna merasa tersindir. Mengingat dirinya pun tidak memiliki inti sihir bahkan penyeimbang sihirnya saja belum sempurna walaupun konteksnya agak berbeda. Dia lalu melirik ke arah asisten Rosie yang diam dan nampak tenang.
Guru Han menatap Lanna, ekspresinya berubah menjadi serius. Sejak kedatangannya, dari awal sama sekali dirinya belum memberikan latihan khusus untuk gadis itu. Terlebih sepertinya guru Han menduga akan terjadi huru-hara yang di buat oleh mantan anak muridnya yang tidak lain iyalah Ttheo Tinson. Sementara dirinya di sibukkan oleh pekerjaan lainnya, bolak-balik ke luar negeri karena urusan bisnis. Maka dari itu alasan kenapa guru Han membutuhkan seorang asisten dan terkadang juga menyerahkannya pada asisten Rosie yang sangat di percaya olehnya.
Suatu hari mereka harus benar-benar siap, batin guru Han.
"Yo, baiklah. Kita akan latihan hari ini!"
Mereka pun keluar dari kelas menuju lapangan untuk latihan.
"Asisten Rosie? Tolong kau dampingi Xavier, aku akan mendampingi Lanna terlebih dahulu," titahnya pada asisten Rosie.
"Baik," jawab asisten Rosie, membungkukkan tubuhnya sopan.
Asisten Rosie bersama Xavier berjalan ke area lapangan yang lain, dengan satu tas besar berisikan alat-alat senjata dan di cangkolkannya pada bahu Xavier. Hari ini Xavier akan berlatih melatih kekuatan fisiknya. kemudian di taruhnya tas besar itu di tanah atas lapangan dan mengambil salah satu senjata. Untuk kali ini, lelaki itu memilih senjata pedang walaupun sebenarnya dia tidak begitu lihai menggunakannya. Karena Xavier lebih condong ke arah ahli beladiri.
"Sudah siap?" Kata asisten Rosie sudah mengambil posisi dengan pisau belatinya yang sudah siap di genggaman.
"Ya, aku siap," sahut Xavier sudah mengambil posisinya juga.
Sementara Lanna dan guru Han.
"Yo, baiklah! Hari ini kau akan menjalani latihan pertamamu bersamaku!" Ucap guru Han penuh semangat.
Karena Lanna tidak memiliki inti sihir maka dari itu guru Han akan memfokuskan latihan Lanna pada penyeimbang sihirnya.
Guru Han meraih bahu Lanna, jari telunjuknya menunjuk ke arah bebatuan kecil yang di tumpuk ke atas seperti sebuah menara. Letaknya cukup jauh.
"Sekarang kau lihat tumpukan batu kecil itu?"
"Ya,"
"Lihat ini,"
Guru Han mengarahkan satu tangannya ke depan dan tiba-tiba saja menara bebatuan kecil itu runtuh dalam sekejap, terpental berserakan kemana-mana seperti ada sebuah angin kencang yang merobohkan dalam satu hentakan saja dengan mudahnya. Lanna melongo, dia merasa kagum.
"Ini adalah telekinesis, kekuatan pikiran. Serena memiliki penyeimbang sihir yang satu ini dan kita akan melatihnya kembali," ucap guru Han.
"Apa penyeimbang sihirku bisa bertambah guru?" tanya Lanna di sela-sela mereka akan memulai latihan.
"Tentu saja bisa. Sesuai dengan bakat dan bagaimana kemampuanmu nantinya. Sekarang kau coba,"
"Iya, baiklah guru,"
Sempat Lanna menoleh ke belakang sekilas dan melihat Xavier sedang berlatih bersama asisten Rosie bahkan suara gesekan antara pedang dan belati pun begitu terdengar olehnya. Dia lalu menatap telapak tangannya untuk beberapa saat. Gadis itu berpikir, dia takut gagal dan takut tidak bisa melakukannya. Tapi pada akhirnya dia menggelengkan kepalanya cepat, tidak boleh menyerah sebelum berperang.
"Kalau kau tidak bisa, itu sangatlah wajar.
"Tapi jangan pernah berhenti untuk terus mencoba dan jangan takut gagal. Walaupun kau sempat gagal, kegagalan itu bukanlah hal yang selalu buruk. Dengan kegagalan kau bisa mengevaluasi letak kesalahannya untuk di perbaiki. Penyeimbang sihir itu akan tetap ada hanya saja karena jiwanya berbeda jadi tidak sinkron dan harus di latih,"
Apa yang di khawatirkannya seolah terwakili oleh guru Han dan perkataan guru Han berhasil menampar pemikirannya.
"Sekarang fokuskan pikiranmu," guru Han meraih tangan Lanna lalu mengarahkannya ke depan, ke salah satu menara batu lainnya yang masih utuh. "Pada menara bebatuan itu,"
Lanna menurut. Dia menatap menara bebatuan sesuai arahan dari guru Han.
"Jangan memikirkan hal lain tenangkan pikiranmu. Jika sudah bisa mengendalikan pikiran lalu fokuskan pada menara bebatuan itu dan pusatkan pikiranmu pada objeknya. Visualisasikan seperti apa gerakan objek yang kau inginkan, Lanna,"
Lanna mengangguk, dia mulai memfokuskan pikirannya pada bebatuan itu dalam beberapa saat. Berharap percobaan pertamanya akan berhasil namun nihil. Menara bebatuan itu tetap di tempatnya, tidak runtuh sekalipun. Ternyata memang tidak semudah yang di lihat tadi.
"Tidak apa, percobaan pertama memang selalu di awali dengan kegagalan terlebih dahulu," ucap guru Han berusaha memotivasi Lanna agar tidak patah semangat.
Sembari menatap guru Han, Lanna sekali lagi mengangguk-anggukkan kepalanya. Menatap telapak tangannya dan meyakinkan dirinya bahwa dia pasti bisa melakukannya dan tidak boleh menyerah.
Mendadak ponsel guru Han berdering mendapatkan panggilan masuk. Otomatis guru Han meminggir menjauhi Lanna untuk mengangkat panggilannya. Sepertinya memang panggilan telepon dari orang penting.
Kembali, Lanna memfokuskan pikirannya mengikuti arahan dari guru Han seperti tadi dan sampai begitu seterusnya. Lanna terus-menerus menerus mencoba hingga akhirnya kesal sendiri, guru Han juga masih sibuk menerima panggilan teleponnya. Xavier dengan asisten Rosie, mereka masih fokus melatih kekuatan fisik.
"Kemarin-kemarin saja sombong karena merasa lebih unggul lalu kenapa tiba-tiba sekarang jadi lemah begini? Kau kemakan omonganmu sendiri, ya? Lihat tuh, kau jadi payah begitu sekarang, hahahaha!" Ucap seorang gadis yang berseragam sama dengan Lanna, tetapi Lanna sendiri belum mengenalnya. Dia terbang mengelilingi Lanna menggunakan sapu terbang.
Gadis itu bersama dengan satu temannya, yang juga menghampiri Lanna menggunakan sapu terbang.
"Ssstt, hei, jangan begitu. Nanti dia marah, lho," bisik temannya.
"Halah, biarkan saja. Memang pantas, kok. Aku tidak suka padanya. Oh, ya. Ngomong-ngomong katanya misi yang kau jalankan bersama dengan Xavier betulan gagal, kan? Aduh, kasihan sekali. Untung ada timku, jadi kami berhasil dong, haha!" Hardik gadis tersebut menatap Lanna dengan tatapan sinis.
Lanna mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, rahangnya mengeras serta kepalanya yang menunduk.
"Tutup mulutmu, bau!" Ucap Xavier, baru saja datang masih membawa pedang di tangannya.
Mereka pun pergi menatap Lanna dengan tatapan sinis serta jengkel. Merasa terintimidasi dengan kedatangan Xavier.
"Pantas kalau kau juga tidak suka dengan kepribadian Serena. Kala itu, pertama kali kita bertemu," ucap Lanna, kepalanya menunduk.
Lanna bisa benar-benar memahami dari gadis yang baru saja menghardiknya itu.
Xavier memasukan pedang itu ke dalam tempatnya kembali. "Ya, itu memang benar. Memang kenapa? Bukannya memang semuanya sudah tahu kalau kau begitu? Jadi terima saja,"
"Kau ini bicara apa, sih? Keterlaluan sekali!Bicaranya kenapa suka ketus begitu? Kau tidak memikirkan bagaimana perasaanku? Kemarin-kemarin kau menyentakku, sekarang kau bisa berkata tega begitu padaku. Kau tahu perasaan perempuan itu mudah hancur walau cuma karena hal kecil. Di dalam tubuh ini, kau pikir aku siapa? Kau pikir aku ini Serena? Tapi sekarang bukan Serena lagi, ini bukan jiwa Serena Lyra lagi. Ini aku, ini jiwaku Lanna Xevellyn. Aku sakit hati mendengarnya mereka berkata begitu padaku, kau juga samanya begitu,"
Lanna menegakkan kepalanya menatap Xavier, mata gadis itu sudah memerah dengan air matanya yang sudah mengalir membasahi pipi. Kedua mata Xavier melebar namun tipis, hampir tidak terlihat jika tidak teliti. Xavier, lelaki itu hanya terdiam menatap datar Lanna yang menangis seraya kedua tangan gadis itu menyeka air matanya sendiri. Di dalam perasaannya, Xavier benar-benar menyadari, dia lupa kalau memang di hadapannya itu bukan lagi Serena Lyra yang mengisi tubuh itu tetapi Lanna Xevellyn. Xavier juga menyadari kata-katanya sudah keterlaluan dari kemarin, itu karena dampak dari kejengkelannya terhadap Serena masih terbawa hingga sekarang. Sekaligus merasa tertampar dengan kata-kata Lanna barusan.
Dan bukannya tidak mau, Xavier hanya tidak tahu bagaimana caranya menenangkan seseorang yang menangis di hadapannya. Dia tidak tahu apa yang harus di lakukan ketika ada seseorang menangis. Tidak ada yang mengajarinya tentang itu. Dan ternyata Lanna masih menyimpan marah padanya sebab permintaan maafnya belum juga di terima. Dalam diamnya Xavier merasa bingung.
Kemudian Lanna berjalan pergi meninggalkan Xavier seorang diri di sana dengan perasaan marah.
"Astaga, Xavier, apa yang kau lakukan?" Sesalnya, menyentuh pelipisnya yang terasa berdenyut.
"Di mana Lanna?" Tanya guru Han baru saja kembali.
"Sudah pergi," jawab Xavier datar. "Asisten Rosie, biasanya membujuk perempuan yang marah itu bagaimana?" Tanya Xavier beralih pada asisten Rosie yang langsung terheran-heran kepadanya.
...----------------...
Guru Han akhirnya menitipkan kedua muridnya kepada asisten Rosie sebab dia akan melakukan perjalanan bisnis hari ini secara mendadak ke luar negeri dan akan pulang besok dengan waktu yang tidak dapat dia tentukan. Dengan di antar oleh pak Robert menuju bandara, guru Han sibuk bergelut dengan ponselnya dan saat di tengah-tengah perjalanannya masih di dalam hutan area sekolah, tiba-tiba mobil yang di tumpanginya berhenti mendadak. Ada sesuatu yang menghadang mereka di depan sana.
"Pak, di depan sana ada seseorang yang menghadang mobil kita," ucap pak Robert.
Guru Han pun keluar dari mobil, berjalan mendekat ke arah depan mobil dan terus berjalan menjauhi mobil. Dan benar saja, di depan sana memang terlihat ada seseorang yang sedang berdiri membelakanginya. Seorang lelaki yang bahkan dari balik punggungnya saja guru Han sudah tahu siapa. Tidak lain dan tidak lebih, Yakni Ttheo Tinson. Tetapi tiba-tiba Ttheo itu menghilang dalam sekejap. Bersamaan dengan itu, para snomster pun muncul dari bawah tanah dan siap untuk menyerang Guru Han.
"Haaa, baiklah. Kita perlu bermain-main sedikit dengan anak ini,"
Mata guru Han menatap lurus ke depan para snomster yang mulai mendekat serta mengelilingi, mengepungnya. Lalu mengangkat tangannya dan menjentikkan jarinya.
"Hancur," ucapnya.
Dan tepat setelah guru Han melakukan tekniknya tubuh para snomster yang mengelilinginya itu langsung hancur dalam hitungan detik.
Tiba-tiba panggilan masuk dan itu dari pak Robert.
"Ya, pak Robert. Aku akan berangkat sendiri saja. Kembalilah ke area sekolah, sepertinya situasi di luar mulai tidak aman," jawab guru Han.
Lalu menatap lurus ke depan. Para snomster itu muncul lagi lebih banyak daripada sebelumnya. Guru Han juga melihat penampakan seorang lelaki yang sedang melompat dari dahan ke dahan lainnya dari kejauhan. Guru Han tahu itu Ttheo Tinson.
"Baiklah pak," jawab pak Robert.
Panggilan telepon pun di tutup.
Guru Han menghela napas. "Merepotkan sekali,"
Dan bersiap-siap untuk menyerang para snomster.
...****************...