Memilik cinta yang begitu besar tak menjamin akan bertakdir. Itulah yang terjadi pada Rayyan Rajendra. Mencintai Alanna Aizza dengan begitu dalam, tapi kenyataan pahit yang harus dia telan. Di mana bukan nama Alanna yang dia sebut di dalam ijab kabul, melainkan adiknya, Anthea Amabel menggantikan kakaknya yang pergi di malam sebelum akad nikah.
Rayyan ingin menolak dan membatalkan pernikahan itu, tapi sang baba menginginkan pernikahan itu tetap dilangsungkan karena dia ingin melihat sang cucu menikah sebelum dia menutup mata.
Akankah Rayyan menerima takdir Tuhan ini? Atau dia akan terus menyalahkan takdir karena sudah tidak adil?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Final
Senyum masih belum pudar di wajah Rayyan. Tangan yang tadi melingkar di pinggangnya masih terasa sampai saat ini. Padahal, dia sudah membersihkan tubuh. Suara Dering ponsel membuat senyum itu teralihkan.
"Kenapa?"
"Data terakhir yang bos inginkan sudah saya kirim. Silahkan cek."
Tak menunggu lama Rayyan membuka pesan yang berisi data dari anak buahnya. Senyum begitu tipis dengan mata yang merah, kemungkinan marah atau sedih. Hembusan napas kasar keluar dari mulutnya. Dan teriakan yang begitu kencang dengan tangan yang menghajar tembok membuat Anthea berlari ke kamar Rayyan. Dia mengetuk pintu kamar Rayyan dengan cukup keras.
"Ray!"
"Kamu kenapa?"
Masih tak ada jawaban. Anthea tetap berusaha mengetuk pintu dan bertanya dari luar.
"Rayyan--"
Sang pemilik kamar pun keluar dengan wajah yang sudah sangat berbeda.
"Kamu ke--"
Mata Anthea melebar ketika melihat tetesan darah di lantai. Dia meraih tangan Rayyan yang sudah berdarah.
"Tangan kamu--"
Refleks Anthea mengelap darah yang mengalir di punggung tangan Rayyan menggunakan kaos yang dia gunakan. Dia membawa Rayyan ke kamarnya karena di kamar p3k ada di kamarnya.
Rayyan hanya diam saja dengan tatapan masih tertuju pada Anthea. Bukan Rayyan yang merintih, tapi malah Anthea yang ngilu sendiri.
"Ke rumah sakit aja, ya."
Anthea mulai menatap Rayyan dengan begitu dalam. Raut kecemasan terpancar cukup jelas.
"Ini cukup pa--"
"Kenapa lu berbeda?"
Dahi Anthea mengkerut mendengar pertanyaannya. Namun, diamnya Rayyan membuat Anthea mulai mengerti dari pertanyaan itu.
"Tidak selamanya sekandung harus sama wataknya kan?"
"Tapi, lu melanggar poin keempat."
Anthea tersenyum tipis. Dia kembali membersihkan luka Rayyan tanpa mau menjelaskan apapun.
"Anthea--"
"Aku istri kamu, Ray. Sudah menjadi tanggung jawabku untuk mengurus kamu."
Rayyan tak menyangka kalimat itu akan terucap dari bibir Anthea. Dia menatap istrinya dengan begitu Lamat. Pandangan Anthea pun kini mulai menegak. Manik mata mereka berdua bertemu.
"Maaf, gua selalu merepotkan." Anthea malah tertawa.
"Lain kali kalau kesal jangan nonjok tembok. Tonjok aja orangnya sekalian."
Sekarang giliran Rayyan yang tertawa. Dia tak menjelaskan kenapa melukai tangannya. Dia tidak mau ingin menyakiti Anthea.
"Oh iya, motor yang kamu beri aku cicil aja ya tiap bulannya."
"Enggak!" tolak Rayyan sangat tegas.
"Gua bukan pihak leasing."
"Ray--"
"Sekali enggak tetap enggak, Anthea. Gua berhak beliin lu apapun karena gua suami lu. Paham?"
Keadaan pun mendadak hening. Sebenarnya, Hati Rayyan tengah berkecamuk tak karuhan. Tapi, ketika Anthea di sampingnya perlahan hati Rayyan menghangat.
"Aku perban dulu, ya."
Dengan sangat hati-hati Anthea melakukannya. Dia begitu telaten. Sedangkan Rayyan masih dengan tatapannya pada Anthea. Namun, isi kepalanya terasa mendidih karena kenyataan yang baru saja dia terima.
"Selesai."
Anthea hendak meletakkan kotak p3k. Namun, tangannya ditahan.
"Boleh gak gua peluk lu?"
Anthea terdiam sesaat. Sorot mata penuh permohonan yang Rayyan berikan membuatnya teringat akan sebuah kalimat dari sang ibu mertua.
"Rayyan itu kalau sedang tidak baik-baik saja pasti akan minta peluk. Meskipun, kamu belum memiliki rasa dan membuka hati untuk anak Mami. Tolong peluk dia karena sekarang ini yang akan selalu dekat dengannya adalah kamu."
"Maaf, gua lan--"
Pelukan tiba-tiba dari Anthea membuat Rayyan membeku. Tangan Anthea mulai mengusap lembut punggung Rayyan, pada saat itu juga mata Rayyan memerah. Dia merasakan sakit yang amat luar biasa. Dikhianati habis-habisan oleh wanita yang dia cintai mati-matian.
"Tuhan, apa ini jawaban atas takdir yang Engkau berikan? Dijauhkan dari orang yang aku kira malaikat, padahal aslinya penjahat."
Rayyan menutup matanya. Tangannya semakin erat memeluk tubuh Anthea.
"Tuhan, apakah takdir-Mu akan berakhir bahagia? Atau aku tetap menjadi orang bodoh yang terus dicundangi keadaan?"
Batin Anthea bertanya pada sang pemilik semesta. Hembusan napas pelan pun keluar.
Dering ponsel Rayyan membuat pelukan itu disudahi. Rayyan segera bangkit dengan mimik yang kembali berubah. Ingin rasanya Anthea bertanya, tapi dia harus tahu batasan. Anthea hanya takut jika Rayyan melakukan hal aneh.
.
Rayyan terkejut ketika di meja makan sudah tersedia berbagai macam makanan. Dia melihat ke arah dapur, ternyata sudah ada mbok Arum dan Anthea. Rayyan tersenyum melihat punggung Anthea yang tengah berada di depan kompor.
Anthea sedikit terkejut ketika Rayyan sudah ada di meja makan. Dia melihat ke arah tangan Rayyan.
"Lu gak perlu capek-capek masak. Biar Mbok Arum aja."
"Enggak apa-apa. Aku lagi pengen bawa bekal buat kerja nanti."
Rayyan tak menjawab apapun. Dia mulai mengambil makanan yang ada di meja. Masakan rumahan yang begitu sederhana.
"Maaf, di tukang sayur adanya cuma itu."
Rayyan menatap Anthea yang seperti pelayan. Hanya berdiri di sampingnya. Peluh membasahi wajahnya yang sedikit memucat.
"Duduk! Sarapan bareng."
"Nanti aja."
Tatapan tajam Rayyan kali ini tak membuat Anthea takut. Malah Anthea memutar tubuhnya untuk kembali ke dapur.
.
Tibanya di kantor, Rayyan mendapat beberapa pertanyaan dari Alvaro.
"Lu seriusan?"
"Hem."
"Gila ya tuh cewek," ucap Alvaro tak percaya.
"Akses kartu udah gua blokir. Dan gua pastikan dia akan diusir di semua tempat di sana."
Senyum smirk yang Rayyan tunjukkan membuat bulu kuduk Alvaro berdiri. Kawannya yang satu itu jika sudah berkata hal buruk pasti akan terjadi.
"Jadi, lu nunggu semua ini dulu baru--"
"Ya. Dan ini udah final."
Alvaro menghela napas kasar. Bohong jika Rayyan tidak terluka. Sorot matanya tak bisa berdusta. Ditambah dia melihat tangan Rayyan yang diperban.
"Lupain dia, Ray. Fokus ke istri lu sekarang. Walaupun bisa jadi sifatnya gak jauh beda sama Al--"
"Dia gak seperti itu," potong Rayyan sembari menatap tajam Alvaro.
"Wah, cepet kali Abang ini move on," goda Alvaro karena mendengar Rayyan membela istrinya.
"Adiknya pasti lebih cantik dari kakaknya nih," lanjut Alvaro.
Decakan kesal keluar dari bibirnya. Masih dengan tatapan yang tajam.
"Jangan pernah bandingin istri gua dengan EX SIYALAN itu karena jelas berbeda."
"Wah!! Jadi, gak sabar pengen ketemu sama istrinya pak bos." Kembali Alvaro menggoda.
"Ayolah, cepet kenalin. Jangan buat gua makin penasaran."
Alvaro mencoba mencairkan suasana supaya Rayyan tak larut dalam kesedihan. Siluet kecewa, sedih, dan terluka mampu Alvaro lihat walaupun tak Rayyan ungkap.
.
Di jam makan siang, Rayyan yang baru keluar dari ruangannya dikejutkan dengan langkah lebar Alvaro.
"Mau ke mana lu?"
"Gebetan gua pingsan," jawab Alvaro dengan wajah panik.
"Mau jadi pahlawan kesiangan?"
"Diem lu, Babi!!"
Rayyan tersenyum tipis. Akhirnya, dia makan siang seorang diri. Di sela makannya dia menghidupkan layar ponsel. Masih wajah Alanna yang menghiasi layar. Senyum begitu tipis terukir dan kurang dari dua menit layar itu berubah.
Dua jam setelah makan siang, ponsel Rayyan berdering ketika dia kembali fokus pada pekerjaan.
"Iya, Mbok."
"Mas, Mbak Abel pingsan di tempat kerja."
Seketika dia panik mendengar laporan dari Mbok Arum.
"Ya udah aku jemput dia, Mbok."
Dia sudah berdiri dan hendak pergi, tapi ucapan Mbok Arum selanjutnya membuatnya masih di posisi awal.
"Mbak Abel sekarang udah di rumah, Mas. Tadi Mbak Abel pulang diantar cowok. Pakaiannya rapi seperti Mas Rayyan. Mbok kira itu Mas Rayyan."
"Cowok? Rapi?"
...***BERSAMBUNG***...
Ayo dong komen biar aku semangat up-nya.
mau hidup enak , tapi hasil jerih payah org lain
sehat selalu kak n semangat, aku sellau nggu up nya
biar tau rasa..
ksih plajaran aja ibu yg jahat itu Rayyan....
lanjut trus Thor
semangat