SEKUEL dari Novel ENGKAU MILIKKU
Biar nyambung saat baca novel ini dan nggak bingung, baca dulu season 1 nya dan part khusus Fian Aznand.
Season 1 : Engkau Milikku
Lanjutan dari tokoh Fian : Satu Cinta Untuk Dua Wanita
Gadis manis yang memiliki riwayat penyakit leukemia, dia begitu manja dan polos. Mafia adalah satu kata yang sangat gadis itu takuti, karena baginya kehidupan seorang mafia sangatlah mengerikan, dia dibesarkan dengan kelembutan dan kasih sayang dan mustahil baginya akan hidup dalam dunia penuh dengan kekerasan.
Bagaimana jadinya ketika gadis itu menjadi incaran sang mafia? Sejauh mana seorang pemimpin mafia dari organisasi terbesar mengubah sang gadis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perpisahan Dengan Teman Masa Kecil
Zay dan beberapa anak buah yang setia pada Zain dulu menyerang markas besar milik Zen Zephyrs.
Gaby menyabotase semua transaksi yang dilakukan oleh Haven, baik itu bisnis milik Zain maupun milik Haven sendiri, sedangkan Zoya dan Gavino ke Italia untuk menyerang markas utama milik Haven, karena saat ini Haven sedang berada di New York, Haven saat ini sedang lengah dengan semuanya.
Ratusan anak buah Gavino dia kerahkan untuk menyerang berbagai markas Haven yang tersebar dimanapun, tidak ada peluang untuk Haven saat ini.
Baku hantam diberbagai titik tak dapat dielakkan lagi, Haven kelimpungan hingga dia tidak bisa mempertahankan semua miliknya, Zoya dan Gavin menyerang dengan membabi buta, mereka bahkan menghancurkan dan meluluh lantakan semua milik Haven tanpa sisa sedikitpun.
Haven hancur dalam semalam, semua bisnisnya dan anggota setianya habis tak bersisa. Tak ada lagi yang tertinggal dari seorang Haven saat ini sehingga Haven hanya bisa meringkuk meratapi kehancurannya.
Zay dan Gaby berhasil menangkap Haven, mereka membawa Haven pada Zoya dan Gavino, tidak ada yang bisa Haven lakukan saat ini kecuali tunduk pada Gavino.
Zay menyeret Haven ke hadapan Zoya dan Gavin, kondisi Haven saat ini begitu buruk, dia dihajar habis-habisan oleh Zay sebelum dibawa ke Italia.
“Keterlaluan kamu Haven, aku tidak mau mendengar apapun dari mulutmu lagi, saatnya ajal untukmu datang.” Zoya mengayunkan pedang tajam itu ke leher Haven, hingga kepala Haven langsung menggelinding ke lantai dan sampai di kaki Zay.
Zoya berlutut, dia langsung gemetar saat ini, dia menangis sejadinya, ada kepuasan tersendiri dalam diri Zoya saat menghancurkan orang yang telah membunuh Zain.
Zay dan Gaby memeluk Zoya, mereka ikut terharu dengan semua itu.
“Misi kita selesai Zee, kita menang.” Gaby memeluk Zoya, dia juga ikut menangis.
“Terima kasih Gaby, maafkan aku yang sudah membawa kamu dalam semua ini.”
“Tidak masalah Zee, yang penting dendam kita telah terbalaskan, sekarang kita bisa pulang dan berkumpul bersama keluarga kita kembali.” Zoya mengangguk, karena memang mereka ke Amerika hanya untuk membalas pengkhianatan atas Zain.
“Kau sudah banyak membantu kami Gavin, terima kasih banyak.”
“Sama-sama Zay, aku akan menyerahkan semua organisasi Zain padamu.”
“Aku tidak tertarik dengan dunia bawah, aku tidak mau mengambil resiko besar seperti itu, benar yang papaku katakan, kalau hidup yang kami jalani saat ini sudah jauh lebih baik.”
“Baiklah.”
Mereka semua menginap di mansion Gavin, walaupun Vanno, ayah Gaby memiliki mansion di sana namun jaraknya lumayan jauh. Besok Gavin akan mengantarkan mereka semua ke bandara, mereka akan kembali ke Indonesia dengan hati yang lega.
Gavin mengetuk pintu kamar Zoya, gadis itu membukakan pintu dan tersenyum pada Gavin.
“Ada apa?”
“Boleh aku masuk?”
“Silahkan.”
Gavin memasuki kamar Zoya, dia ingin menghabiskan malam ini dengan Zoya karena mungkin mereka tidak akan pernah bertemu lagi. Apalagi Zoya mengatakan pada Gavin kalau dia tidak ingin menjalin hubungan dengan mafia manapun karena bagi Zoya, seorang mafia itu adalah sosok yang menakutkan, dia tidak ingin hidup penuh dengan ancaman.
“Aku ingin memberikan ini untukmu Zee.” Zoya menerima sebuah kotak perhiasan yang diberikan oleh Gavin padanya.
“Indah sekali Gavin.” Gavin memakaikan kalung berlian itu di leher Zoya, sangat cantik dan pas untuk Zoya.
Zoya menatap pantulan dirinya di cermin, Gavin melingkarkan tangannya di perut Zoya lalu meletakkan dagunya di bahu kanan Zoya.
“Selamat tinggal Zee, walaupun hubungan kita hanyalah kekosongan belaka namun semua itu sangat berharga bagiku, apa yang telah aku ucapkan padamu bukanlah kebohongan, aku memang sangat mencintai kamu, entah butuh berapa lama aku untuk melupakanmu tapi yang jelas, kamu telah mengukir kenangan manis dalam hidupku.” Gavin mencium pipi Zoya dengan air mata yang jatuh membasahi bahu Zoya, gadis itu juga memejamkan matanya, dia ikutan menangis karena akan berpisah dengan pria yang telah menjadikan dia sosok wanita yang kuat saat ini.
Zoya membalikkan badannya, dia memeluk Gavin dan menumpahkan tangisnya dalam pelukan Gavin. Gavin menghapus air matanya sendiri, dia berusaha untuk kuat, memang Zoya adalah wanita pertama yang bisa merebut hatinya.
“Aku tidak akan pernah melupakan sentuhan bibirmu Zee, aku akan selalu mengingatnya.” Bisik Gavin di telinga Zoya, gadis itu semakin memeluk Gavin dengan erat.
...***...
Gavin mengantarkan mereka bertiga ke bandara, Zoya kembali memeluk Gavin sebagai tanda perpisahan mereka.
“Jika nanti kamu akan menikah, tolong jangan memberikan undangan padaku.” Pesan Zoya yang mendapat kecupan hangat dari Gavin.
“Entahlah, aku pun tidak tau wanita mana yang akan menjadi istriku Zee.”
“Yang jelas bukan diriku.”
“Ya aku tetap berharap itu adalah kamu.”
Zay, Gaby dan Zoya melambaikan tangan pada Gavino, mereka pergi. Setahun menjalani hubungan dengan Zoya begitu membekas di hati Gavin, dia kembali ke Amerika untuk menenangkan hatinya, semua kenangan bersama Zoya tak luput dari ingatannya saat ini.
Gavino kembali seperti dulu lagi, begitu bengis, kejam dan dingin, tak satupun wanita yang bisa menarik perhatiannya.
Gavino kembali fokus mengembangkan bisnisnya. Dia bekerja siang dan malam agar bisa melupakan kekasih hatinya itu, memang tak mudah namun dia tidak akan memaksa Zoya untuk menjadi miliknya.
Gavin menatap foto saat mereka masih bersama dan memajang foto itu di dinding kamarnya, sekarang Gavin tak lagi tinggal di apartemen, dia tinggal di mansion nya sendiri, mansion yang sudah lama dia tempati jika berada di Amerika.
Pikiran Gavino melayang, dia ingat saat pertama kali bertemu dengan Zoya di London 15 tahun yang lalu, ketika usia Zoya masih 6 tahun.
Masa itu Zoya sedang berkunjung ke tempat Miller, Sonia dan Sean mengajak mereka bermain di taman, Zoya melihat seorang anak yang usianya sepantaran dengan Arkan dan Azkan, sekitar 14 tahun, anak itu hanya duduk sambil menunduk memegangi kepalanya.
Zoya mengajak Zain untuk menemui anak itu dan mereka pun berkenalan, anak itu adalah Gavino Fuentes, namun saat itu Gavino memperkenalkan nama depannya saja, dia sedang bersedih saat ini.
“Kau kenapa? Apa tidak ada yang mau berteman denganmu?” tanya Zain pada Gavino.
“Aku tidak mau berteman dengan siapapun.”
“Kenapa? Kan banyak teman itu menyenangkan.” ujar Zoya.
“Tidak ada teman yang baik, lebih baik kalian pergi dari sini, aku tidak ingin diganggu.”
“Kami tidak jahat, berteman saja dengan kami.” sahut Zoya dan dibenarkan oleh Zain.
“Ibuku sedang sakit, dia ada di rumah sakit saat ini, aku tidak memiliki uang untuk mengobati ibu, aku sedih karena tidak ada yang mau membantu kami.” Zain dan Zoya saling pandang.
“Ayo ikut kami.” Zain menarik tangan Gavino, dia membawa Gavino pada Sean dan Sonia. Zoya menceritakan apa yang dikatakan oleh Gavin tadi padanya, Sean dan Sonia merasa simpati dan bersedia untuk membantu biaya pengobatan ibu Gavin.
Namun takdir berkata lain, penyakit ibu Gavin sangat parah dan sudah sangat terlambat untuk diobati. Gavin berduka dengan semua itu, Sean dan Sonia membawa Gavin yang saat ini hidup sebatang kara untuk berkumpul dengan mereka, selama dua minggu di mansion Miller, Gavin sangat dekat dengan Zain dan Zoya, sedangkan dengan yang lain, dia tidak terlalu bisa berbaur.
Zoya sangat menyayangi Gavin layaknya kakak sendiri, Gavin juga sangat melindungi Zoya layaknya seorang saudara.
Setelah habis masa liburan, Gavin menolak untuk ikut dengan Sean dan Sonia, dia memilih untuk tetap di London, Sean membiayai Gavino untuk menempuh pendidikannya, Sean membiayai Gavino sampai dia masuk kuliah di tahun pertama, selanjutnya Gavino membiayai dirinya sendiri dengan membangun bisnis kecil-kecilan lalu berkembang hingga sekarang.
Semenjak kepulangan Zoya ke Indonesia, mereka tak lagi menjalin komunikasi, berbeda dengan Zain yang selalu berhubungan baik dengan Gavino.
Gavino selalu mendapatkan kabar mengenai Zoya dari Zain, setelah dia berkuasa menjadi mafia yang paling ditakuti, dia selalu mencari informasi mengenai Zoya, gadis itu dimana, sedang apa dan apapun mengenai Zoya dia ketahui, bahkan setiap foto Zoya sejak gadis itu beranjak dewasa lengkap di dalam kamar Gavino saat ini, karena ya tadi, dia mengirim orang untuk menjaga Zoya dan mengirimkan informasi mengenai Zoya.
“Kamu mungkin tidak mengenal aku lagi Zee, semua orang saat itu menjauh dariku dan mommy tapi kamu malah mengulurkan tangan untuk berteman denganku, aku sangat berhutang budi pada kamu dan Zain, karena kalianlah aku bisa sampai dititik ini, aku Gavino yang kamu ajak berteman dulu Zee, aku orangnya, selamat tinggal Zee.” Gavino mencium foto Zoya, dia menghapus air matanya lalu tersenyum.
...***...