Virginia menjual keperawanan yang berharga pada Vincent demi menyelamatkan nyawa adiknya yang saat ini sedang koma. Namun, Vincent yang sedang mengalami prahara dalam hubungannya dengan sang mantan istri, menggunakan Virginia untuk membalas dendam pada sang mantan istri.
Vincent dengan licik terus menambah hutang Virginia padanya sehingga anak itu patuh padanya. Namun Vincent punya alasan lain kenapa dia tetap mengungkung Virginia dalam pelukannya. Kehidupan keras Virginia dan rasa iba Vincent membuatnya melakukan itu.
Bahkan tanpa Vincent sadari, dia begitu terobsesi dengan Virginia padahal dia bertekat akan melepaskan Virginia begitu kehidupan Virgi membaik.
Melihat bagaimana Vincent bersikap begitu baik pada Virgi, Lana si mantan istri meradang, membuatnya melakukan apa saja agar keduanya berpisah. Vincent hanya milik Lana seorang. Dia bahkan rela melakukan apa saja demi Vincent.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon misshel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Ada Yang Istimewa
"Jujur saja aku heran, Lana!" Hana, orang yang menganggap Brie dan Vincent adalah keluarganya sendiri bersedekap, menatap heran Lana yang dirasa terlalu abai pada kesehatan anaknya sendiri.
"Selama bersama Vincent, Brie paling banyak hanya 3 kali dirawat di rumah sakit selama satu tahun." Tentu ini diluar rutinitas cuci darah yang harus Brie jalani. "Sementara denganmu, sebulan bisa 3 kali Brie masuk rumah sakit dan setiap kali ke sini, Brie dalam keadaan yang parah!"
Lana yang duduk di sebelah ranjang itu melesatkan tatapan marah pada Hana. Matanya yang basah, merah, dan sembab itu menambah kesan betapa buruk perasaan Lana malam ini. Ditambah kata-kata Hana yang seperti tidak tahu tempat ini membuat Lana semakin sedih.
"Ini semua ulah Vincent!" Lana membela diri dengan tegas. "Vincent mengabaikan Brie karena dia terlalu sibuk—"
"Vincent lebih sibuk ketika kamu tinggalkan dia, Lana! Tapi Brie baik-baik saja!" Hana jelas memihak Vincent, terlepas malam ini mungkin memang salah Vincent mendengar cerita Lana dan fakta yang ada. Memang benar, sesibuk apapun Vincent selalu mendahulukan Brie, tapi mungkin malam ini Vincent sudah sangat jengkel pada Lana. "Vincent seorang diri mengurus Brie, tapi dia mengikuti seluruh rules yang dokter buat untuk Brie!"
Lana membuang muka. Disini semua memihak Vincent karena sikap baik hati pria tersebut. Karakter Vincent yang teliti, penuh tekat, dan disiplin begitu menguntungkannya. Branding diri Vincent berhasil sampai Lana tidak punya tempat sebagai ibu Bri.
Tidak ada yang mengetahui bagaimana perangai pria itu ketika di rumah. Dulu membosankan, sekarang kasar. Namun seburuk apapun keadaan sekarang, cukup membuat Lana berpikir untuk tetap bertahan. Ia harus bertahan sebaik mungkin.
"Hana, biarkan Brie istirahat! Kami kelelahan!" Lana memutuskan demikian agar Hana ceramahnya tidak berlarut-larut. Ia muak dengan Hana yang sok tahu.
"Perlu kamu tahu, Lana ... Vincent bisa mengurus Brie sampai keadaan Brie sangat baik." Hana terlihat marah, apalagi Vincent tidak bisa ia hubungi. "Tapi kamu sebagai Ibunya justru menghancurkan usaha keras Vincent. Yang kemarin itu, pikirkan lagi kenapa kamu tega membohongi Brie sampai anak itu berkeras menunggu Vincent di sekolah, sementara Vincent sudah mengabari gurunya bahwa Vincent masih ada pekerjaan!"
Hana melangkah ke pintu, abai sepenuhnya apapun ekspresi yang Lana tunjukkan, namun ia berkata lagi saat hendak membuka pintu. "Kamu tentu tahu, guru di sekolah Brie selalu bekerja sama dengan Vincent demi menjaga kesehatan Brie! Seharusnya kamu tidak melakukan tindakan bodoh itu!"
Seharusnya begitu kan? Lana ibunya, langkah preventif pertama tentu berkoordinasi dengan guru sekolah, membicarakan kondisi Brie sehingga bisa saling menjaga, jadi hanya orang bodoh yang mampu berpikir semua orang lepas tanggung jawab dan mengabaikan kesehatan Brie.
Lana pasti berpikir, semua orang memiliki pemikiran yang sama dengannya. Tapi tidak, Vincent dengan tegas mengatur semuanya demi kebaikan Brie sehingga siapapun tidak ada yang berani menyalahi aturan Vincent.
Lana menekuri kaki saat kesunyian kamar menemaninya. "Tapi tadi salah Vincent semuanya! Dia terlalu marah dan melindungi Virgi sampai lupa pada anaknya!"
Sugesti seperti itu yang membuat Lana berhati sekeras batu. Egois sampai mampu menyalahkan orang lain.
Tapi itu caranya bertahan hidup sampai sekarang. Dia menganggap orang lain yang salah.
...
Napas Vincent terhela begitu dalam saat ia menyalakan ponselnya. Dia sangat geram sampai rasanya ingin meledak. Pria bajingan itu masih berhubungan dengan Lana rupanya.
Sebulan lalu mereka bahkan bersama. Vincent tidak menyangka saja Lana mampu melangkah sejauh itu di belakangnya.
Kaki Vincent melangkah ke garasi dimana mobil miliknya berada. Tangannya meraih ponsel, berniat menghubungi kenalannya untuk membantunya menjual mobil tersebut.
Mobil itu sudah kotor. Bukan hanya satu, tapi semuanya. Lana memakai semua mobil ini semaunya, sesukanya, Vincent tidak pernah mengistimewakan mobilnya satupun. Semua sama, ia membeli karena membantu saudara temannya yang bekerja di showroom mobil mewah.
"Ada keluaran terbaru? Aku bosan dengan yang di rumah! Kalau ada yang buatan Amerika saja! Pagani? Enggak, aku mau mobil yang lebih sederhana saja!"
Ia memperhitungkan sejenak.
"Pagani—beri aku Pagani yang sesuai untuk gadis muda yang ceria!"
Vincent menutup telepon begitu saja. Menghela napas sekali lagi, ia mendekat ke mobil yang membuat Elvano celaka. Hatinya mengatakan maaf sejuta kali.
Ia merasa beruntung karena pada akhirnya, dialah yang menangani El secara langsung. Namun ia menyesal telah melakukan kejahatan kepada Virgi.
Benar kata Virgi, dialah penjahat yang sesungguhnya.
Ia menyesal telah begitu abai dan percaya begitu saja pada ucapan Lana yang selama ini tak pernah ia percaya.
Vincent mundur bertepatan dengan ponselnya yang kembali berdering.
Vincent menjawabnya dengan gerakan ringan. "Ya?!"
"Dokter, keluarga meminta pemutusan perawatan keseluruhan pasien atas nama Elvano—"
Vincent berlari seperti kesetanan menuju mobil terdekat sebelum melesat meninggalkan rumah. Astaga, apa harus sampai seperti ini?
Kekanakan sekali!
Namun, Vincent segera memaklumi. Egi pasti begitu terpukul menghadapi kenyataan ini.