Sudah tamat^^
Difiar Seamus seorang penyihir penyedia jasa pengabul permintaan dengan imbalan sesuka hatinya. Tidak segan-segan Difiar mengambil hal berharga dari pelanggannya. Sehingga manusia sadar jika mereka harus lebih berusaha lagi daripada menempuh jalan instan yang membuat mereka menyesal.
Malena Safira manusia yang tidak tahu identitasnya, pasalnya semua orang menganggap jika dirinya seorang penjelajah waktu. Bagi Safira, dia hanyalah orang yang setiap hari selalu sial dan bermimpi buruk. Anehnya, mimpi itu merupakan kisah masa lalu orang yang diambang kematian.
Jika kalian sedang putus asa lalu menemukan gubuk tua yang di kelilingi pepohonan, masuklah ke dalam penyihir akan mengabulkan permintaan kalian karena mereka pernah mencicipi rasanya ramuan pengubah nasib yang terbukti ampuh mengubah hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gaurika Jolie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyihir Itu Ramah
“Safira! Sekali lagi kamu tertarik sama koleksiku, kamu dilarang menginjakkan kaki di sini!”
Safira langsung lari melewati Difiar yang ada di dekat tangga setelah menyadarkannya. Safira tertawa karena hampir melanggar perintahnya. Setelah melihat Samuel yang mau duduk, Safira ikut duduk di sampingnya melihat wajah tampan itu tidak terlihat sedikitpun lelah.
“Dilihat-lihat kamu guanteng sekali, ya? Udah punya calon?” tanya Safira melihat Samuel sampai berpangku tangan.
“Belum. Aku nggak masalah nikah sama manusia. Aku rela dibuang dari dunia sihir asalkan nikah sama kamu.” Samuel yang lagi sibuk dengan laptop jadi teralihkan. Dirinya menatap wajah Safira yang dari dekat begitu menenangkan.
Safira memukul bahu Samuel. “Nama kita awalannya sama. Jodoh pasti!”
Samuel tertawa ikut berpangku tangan hingga mereka saling tatap. Difiar yang baru duduk itu melipat kedua kakinya lalu berdeham keras.
“Di atas belum diberesin!”
“Udah, kok. Tenang aja pekerjaan aman.” Samuel memberi kode menggunakan tangannya seolah mengusir agar tidak menjadi pengganggu.
Safira langsung memutuskan kontak mata karena teringat sesuatu. “Kalian membiarkan pelanggan kelaparan saat menunggu Buyut buat ramuan? Seharusnya kalian memberikan pelanggan makan karena saat putus asa sel lapar kita itu bertambah besar!”
“Buyut?”
“Difiar!” Pemilik bar itu protes namanya diubah-ubah sesuka hati.
"Lagian, namanya br nggak cuma jual minuman," tambah wanita berkuncir kuda itu.
“Memang kenapa? Sistem bar ini ditujukan untuk mengabulkan permintaan mereka bukan rumah makan!” balas Difiar dengan ketus karena hatinya sedang dongkol.
“Gini nih yang harus diperbaiki! Aku menawarkan diri untuk bikin kue buat pelanggan biar pulang-pulang kenyang!”
“Enggak, buang-buang waktu. Lebih baik kamu ke atas, bersih-bersih semua ruangan daripada memikirkan hal yang nggak penting!” bentak Difiar dengan ketus tanpa melihat cinta pertamanya.
“Bisa nggak sih jangan bentak-bentak dan perintah sesuka kamu!” balas Safira seraya mengepalkan tangan hendak memukul Difiar.
Samuel menutup laptopnya karena merasa terganggu. “Aku punya banyak makanan di kamarku, kamu mau?”
Kekesalan Safira luntur teralihkan oleh makanan. Secepatnya Safira mengikuti Samuel yang menaiki tangga menuju kamarnya. “Kamu juga suka ngemil?”
“Suka banget. Aku punya satu lemari isinya cemilan. Kamu bebas ambil sesuka kamu,” jawab Samuel diiringi senyuman.
"Yeayyy! Aku mau, lapar banget 2 jam jln kaki loh!"
Tangan Safira merentang ke atas merasa bertemu dengan seseorang yang menyukai hal sama. Ketika pintu terbuka, Safira terpesona karena kamar Samuel luas dan rapih.
“Wah, kos-kosanku nggak ada apa-apanya!”
Samuel mengajak ke depan lemari yang dimaksud. Saat dibuka berisi penuh makanan ringan berbagai macam. Tangan Safira hendak mengambilnya, tetapi menunggu persetujuan.
“Ambil aja kalau kamu ke sini. Nggak usah sungkan masuk ke kamarku karena nggak dikunci." Penyihir murni itu mengambil beberapa makanan untuk dikonsumsi sendiri.
“Selain guanteng, kamu juga ramah, ya,” puji Safira saat mengambil satu makanan lalu membukanya di depan televisi.
Mereka pun mengobrol sambil makan di depan televisi yang menyala. Dari balik pintu, terdapat seseorang yang menguping sejak mereka masuk.
“Mereka nggak ngapa-ngapain, kan?” Takut dikira cemburu, Difiar menjauh dari kamar Samuel.
Sementara Safira menyelonjorkan kakinya. "Udah kerja di sini berapa tahun?"
"Ratusan mungkin. Sebelum bar ini buka, aku dan dia udah saling kenal." Pria tampan bak pangeran negeri dongeng itu menyodorkan cokelat bar yang rasanya manis.
"Wah, ini dari luar negeri?" Mengambil cokelat lalu merasakannya. "Benar, enak banget."
"Aku bisa pergi ke manapun sesukaku tanpa paspor."
"Yang bener? Ilegal dong. Kalau tertangkap bagaimana?" Safira duduk menyamping agar bisa melihat lawan bicara.
"Kabur, aku bisa teleportasi lagi," jawab Samuel penuh bangga.
"Ajari aku cara teleportasi biar aku bisa cari orang tuaku! Bisa aja mereka ada di luar negeri!"
"Orang tua kamu ke mana?"
