NovelToon NovelToon
Dmyth: Kembalinya Hantu Dari Hutan Terlarang.

Dmyth: Kembalinya Hantu Dari Hutan Terlarang.

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Identitas Tersembunyi / Epik Petualangan / Menjadi NPC / Hari Kiamat / Evolusi dan Mutasi
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: orpmy

Jo Wira, pemuda yang dikenal karena perburuan darahnya terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kematian orang tuanya, kini hidup terisolasi di hutan ini, jauh dari dunia yang mengenalnya sebagai buronan internasional. Namun, kedamaian yang ia cari di tempat terpencil ini mulai goyah ketika ancaman baru datang dari kegelapan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orpmy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hirarki Dungeon

“Perkuat kuda-kudamu, genggam beliung itu dengan erat, dan ayunkan sekuat tenaga!” Wira tegas memberikan instruksi saat ia mengajari Kobold cara menggali dengan benar.

Meskipun merasa tidak membutuhkan pelatihan, terutama dari manusia aneh seperti Wira, tapi Kobold itu terpaksa patuh melakukan apa yang diperintahkan. Rasa takut akan dua makhluk buas yang mendampingi Wira membuatnya tak punya pilihan lain selain menurut.

(Sumba: aku tidak dianggap)

Kobold terus menggali seolah nyawanya bergantung pada setiap ayunan beliung itu. Sementara itu, Wira memperhatikannya dengan seksama.

Ia mengaktifkan kemampuan Rosasinsin untuk meningkatkan persepsi dan kinerja otaknya. Dengan itu, ia bisa memahami bahasa tubuh Kobold memahami setiap perkataannya meskipun komunikasi masih sepihak.

‘Kenapa Kobold ini begitu pendiam?’ pikir Wira heran. Ia berharap Kobold itu akan berbicara agar ia bisa mempelajari bahasa mereka. “Sepertinya aku harus mencari Kobold lain,” gumamnya pelan.

Ucapan itu membuat Kobold gemetar ketakutan, berpikir dirinya akan segera disingkirkan dengan kematian. Kabold pun terus menggali dengan putus asa.

Ding!

Suara logam menghantam keras terdengar. Kobold berhenti, lalu memeriksa hasil ayunannya. Matanya membelalak melihat batu mineral berwarna kekuningan yang tersembunyi di dinding.

“Gwaaak! Gwaaak!” Kobold itu melompat girang sambil mengangkat batu tersebut tinggi-tinggi. Namun, kegembiraannya mendadak pudar ketika tangan Wira terulur ke arahnya.

“Kerja bagus,” ujar Wira sambil tersenyum tipis. “Berikan aku batu itu.”

Ketakutan membayang di wajah Kobold. Ia teringat para Orc yang biasa mengambil paksa hasil kerja keras keluarganya, jika menolak maka mereka akan mendapatkan siksaan. Meski berat hati, ia menyerahkan batu itu kepada Wira karena tidak ingin mati.

Wira meneliti batu itu sejenak, matanya menyipit menilai kualitasnya. “Aku kira ini Hellstone, ternyata cuma Topaz.” Rasa antusiasnya lenyap, dan ia mengembalikan batu itu pada Kobold.

Kobold menatap batu di tangannya dengan bingung. Tidak pernah sekalipun para Orc mengembalikan barang yang sudah mereka ambil.

“Hei, apa yang kau tunggu?” suara Wira memecah kebingungan Kobold. “Cepat antar aku ke desamu!”

Kobold mengangguk cepat, rasa takut masih membayang di matanya. Namun dia mulai merasa jika manusia itu berbeda dengan para Orc.

***

Suara cambuk meletup tajam, memecah udara dengan brutal. Ujungnya mendarat keras di punggung seekor Troll bertubuh besar, meninggalkan luka baru yang melintang di atas luka-luka lama.

Troll itu meraung kesakitan, namun tak berani melawan. Dengan sisa tenaganya, ia mengangkat keranjang penuh batu tambang yang berat lalu menyeretnya menuju titik pengumpulan.

"Dasar pemalas! Cepat bergerak!" bentak seorang Orc bertubuh kekar, matanya berkilat penuh kebencian. Cambuknya siap diayunkan lagi jika ada yang berani melambat.

Area penambangan itu dihiasi pemandangan penuh derita. Para Kobold kecil dengan wajah lelah terus menggali batu dari dinding goa, tangan mereka gemetar memegang beliung.

Troll menjadi kuli angkut, mengangkut bebatuan dengan punggung mereka yang penuh luka. Sementara itu, para Orc bertindak sebagai pengawas kejam, hanya bisa berteriak, mengumpat, dan mencambuk. Mereka menikmati kekuasaan kecil mereka dengan sadis.

Dari balik bayangan goa, mata Wira menyala memperhatikan setiap Orc yang terus berteriak. Dengan teknik Rosasinsin. Matanya menelaah interaksi antara para monster, otaknya memproses bahasa tubuh dan perintah-perintah kasar yang dilontarkan para Orc.

Pengamatan yang ia lakukan membuatnya semakin memahami bahasa monster. ‘Ini seperti sistem Dungeon dalam game Paradox Realm,’ pikirnya sambil memijat dagu.

Sebagai pemain yang tak terhitung jumlahnya melakukan grinding di dungeon-dungeon bertema tambang, Wira mengenali pola hirarki tempat ini dengan baik.

Kobold, ras manusia kadal kecil yang bisa berjalan dengan dua kaki. jumlah mereka banyak, memiliki kecerdasan dasar, tapi terlalu lemah untuk memberontak. Mereka ditakdirkan menjadi penambang.

Troll, ras raksasa dengan tubuh rata-rata setinggi tiga meter, kuat secara fisik, tapi bodoh dan jumlahnya terbatas. Mereka dipaksa menjadi kuli kasar, mengangkut hasil tambang.

Orc, ras bertubuh kekar dengan kecerdasan layaknya manusia. Meskipun jumlah mereka sedikit dan tidak sekuat Troll, kecerdasan serta kekejaman membuat mereka menjadi penguasa di dalam Dungeon.

‘Dalam game, Orc biasanya memiliki pendukung yang lebih kuat di balik layar,’ Wira kembali mengingat detail-detail permainan Paradox Relm. 'Naga, Lich, atau kultus gelap sering menjadi dalang sebenarnya di balik kekuasaan Orc.'

Keadaan ini cukup membahayakan karena kekuatan dalang di belakang para Orc terkenal begitu kuat.

Namun, ketika ia membayangkan makhluk-makhluk itu merampas kekayaan dari tanah yang kini dianggapnya milik sendiri, kemarahan di dalam dirinya tidak bisa ditahan.

"Tidak akan kubiarkan mereka seenaknya menambang di goa milikku," suaranya nyaris seperti geraman. "Entah itu Orc, Naga, atau bahkan dewa sekalipun, mereka tidak berhak mengambil apa pun di tempat ini tanpa izin dariku!"

Ketiga peliharaannya menatap Wira dengan takjub. Mereka juga merasakan kemarahan majikan mereka dan siap bertindak.

Di samping mereka, Kobold yang menemani Wira hanya bisa menghela napas panjang, matanya dipenuhi ketakutan. Ia berpikir manusia ini gila, ingin menantang para Orc.

***

Suara langkah kaki kuda menggema di lorong goa, memantul di dinding batu yang lembap dan dipenuhi serbuk tambang. Para Orc mengernyit heran. Hewan seperti kuda seharusnya tidak mungkin berada di sini, apalagi di tempat yang dikuasai oleh monster buas.

Namun, kebingungan mereka berubah menjadi kewaspadaan ketika melihat seekor kuda berkulit hitam kelam dengan cula kristal berkilauan di dahinya muncul dari lorong yang menghubungkan ke pintu utama tambang. Sumba melangkah gagah, seolah setiap jengkal tanah ini miliknya.

Di atas punggung Sumba, seorang pemuda dengan mata tajam duduk tenang. Sorot matanya memindai setiap sudut area penggalian, penuh keyakinan dan ancaman tersembunyi. Di sisi kiri dan kanan Sumba, dua predator berjalan mendampinginya. Seekor macan kumbang setengah kambing dan seekor anjing astral dengan aura mengerikan.

Suasana mendadak sunyi. Hanya suara tetesan air yang terdengar dari langit-langit goa. Lalu, sebuah jeritan panik memecah keheningan. Seorang Kobold, gemetar ketakutan, menunjuk ke arah Wira sambil berteriak, "Penyusup!."

Kegemparan pun pecah. Para Orc mulai berteriak-teriak, mendorong dan menendang budak Kobold ke depan untuk menyerang Wira. Kobold yang malang itu maju dengan langkah ragu, memegang linggis yang bergetar di tangan mereka. Wajah mereka penuh ketakutan, bukan hanya pada Wira, tetapi juga pada kemungkinan hukuman dari para Orc jika mereka gagal.

Wira mendecak penuh rasa muak. "Tck, sungguh menjijikkan," gumamnya, melihat bagaimana Orc memperlakukan para budak mereka.

Di belakang barisan Kobold, seorang Orc dengan tubuh besar mengayunkan cambuknya. "Cepat habisi mereka, dasar sampah tak berguna!" Cambuk meledak di udara, memaksa para Kobold yang ketakutan untuk menyerang.

Namun, sebelum mereka bisa mendekat, Malika bergerak lebih dulu. Sang macan kumbang meraung keras, suaranya bergema hingga ke relung terdalam tambang. Efek raungan itu langsung menghentikan langkah para Kobold, membuat tubuh mereka membeku dalam ketakutan dan kebingungan.

Saat itu juga, Kinta menghilang dalam sekejap, tubuhnya menyatu dengan bayangan. Kemampuan *Spectre* miliknya diaktifkan. Seketika, ia muncul di belakang Orc yang memegang cambuk, matanya berkilat penuh kemarahan.

"Gyaaaa!" Jeritan nyaring menggema ketika Orc itu menyadari bahaya di belakangnya. Namun semuanya sudah terlambat. Dengan satu gerakan cepat, Kinta menancapkan taringnya ke leher Orc tersebut dan merobeknya tanpa ampun. Kepala Orc itu terputus, jatuh dengan keras di tanah dengan mata masih melotot ketakutan.

Darah segar menggenang di lantai tambang. Pemandangan itu membuat para Troll dan Kobold semakin ketakutan, tubuh mereka gemetar hebat. Mereka khawatir akan dibantai akibat kesalahan yang bukan mereka lakukan. Namun Wira tetap tak peduli. Baginya, ini adalah persoalan wilayah yang dilanggar dan keadilan yang harus ditegakkan.

Wira menarik napas panjang, lalu menatap para Orc yang tersisa dengan tajam. "Aku datang bukan untuk membantai kalian... kecuali kalian memaksaku. Bawa aku kepada pemimpin kalian," ucapnya tegas, suaranya bergema dengan lapisan energi Ki.

Para Orc saling berpandangan, ketakutan jelas terpancar di wajah mereka.

1
Orpmy
Yey, akhirnya chapter 20.

mohon berikan dukungannya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!