[UPDATE 2 - 3 CHP PERHARI]
"Hei, Liang Fei! Apa kau bisa melihat keindahan langit hari ini?"
"Lihat! Jenius kita kini tak bisa membedakan arah utara dan selatan!"
Kira kira seperti itulah ejekan yang didapat oleh Liang Fei. Dulunya, dia dikenal sebagai seorang jenius bela diri, semua orang mengaguminya karena kemampuan nya yang hebat.
Namun, semua berubah ketika sebuah kecelakaan misterius membuat matanya buta. Ia diejek, dihina, dan dirundung karena kebutaanya.
Hingga tiba saatnya ia mendapat sebuah warisan dari Dewa Naga. Konon katanya, Dewa Naga tidak memiliki penglihatan layaknya makhluk lainnya. Dunia yang dilihat oleh Dewa Naga sangat berbeda, ia bisa melihat unsur-unsur yang membentuk alam semesta serta energi Qi yang tersebar di udara.
Dengan kemampuan barunya, si jenius buta Liang Fei akan menapak puncak kultivasi tertinggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16 Serangan Tanpa Ampun: Liang Fei Menunjukkan Kekuatan Sebenarnya
"Apa kau bisa berjanji untuk hal itu?"
Dengan kata-kata tersebut, Liang Fei memusatkan energinya ke dalam tubuhnya, merasakan medan energi yang mengalir di setiap otot-ototnya yang semakin kuat.
Meski buta, kemampuan Liang Fei untuk 'melihat' energi Qi dan pergerakan lawannya membuatnya seolah memiliki kelebihan unik dalam setiap duel.
Bao Gu, dalam hatinya, menyadari bahwa pertarungan ini tidak akan semudah yang dia bayangkan. Namun, ia tidak membiarkan rasa gentar menguasai dirinya.
Dia mulai melancarkan serangan dengan penuh semangat, mengandalkan kekuatan fisiknya yang menakjubkan.
Liang Fei, dengan ketenangan yang mengesankan, menghindari setiap serangan dengan kecepatan yang luar biasa.
Setiap langkah dan gerakannya penuh perhitungan, memanfaatkan momentum Bao Gu untuk menangkis dan melancarkan serangan balik yang tak terduga.
Ketika satu pukulan kuat Liang Fei menghantam tubuhnya, Bao Gu mulai merasa tertekan. Serangan Liang Fei bagaikan jarum tajam yang menembus kulitnya.
Sementara tinju Bao Gu seringkali hanya bertemu dengan ruang kosong.
Liang Fei bermain dengan pola yang sulit ditebak, membuat Bao Gu kesulitan untuk mencari celah.
"Apa kau tidak bisa melihat pergerakanku? Atau kau buta?" Liang Fei mengejek pria besar itu, membuat wajahnya semakin memerah padam.
"Jangan bermain-main denganku, kau sampah!"
Ritme pertarungan semakin intens begitu Bao Gu menyalurkan seluruh energinya untuk memperkuat tinjunya, membuat setiap pukulannya menciptakan tekanan angin yang besar.
Patriak Long Ye menganggap pertarungan itu sudah pasti akan dimenangkan oleh Bao Gu.
"Meskipun Liang Fei lincah dan dapat memprediksi arah datangnya serangan, tapi dia tidak bisa melihat kekuatan Bao Gu sepenuhnya. Sangat disayangkan untuk orang yang pernah menjadi jenius bela diri."
Liang Fei tersenyum penuh arti di tengah-tengah gempuran Bao Gu, membuat Patriak Long Ye menjadi kebingungan.
Dalam sekejap mata, Bao Gu terlempar ke luar arena dan menabrak lantai hingga hancur.
Semua pasang mata tercengang melihat hal itu, mereka tidak melihat apa yang sebenarnya terjadi.
"Menggunakan serangan Qi dibatasi, apakah Liang Fei melakukan kecurangan?"
Beberapa orang mulai meragukan hasil pertandingan, mereka mengira Liang Fei curang karena menggunakan serangan Qi di dalam pertandingan yang tujuannya hanya untuk menonjolkan kemampuan bela diri.
Namun, Patriak Long Ye segera mengkonfirmasi jika Liang Fei tidak menggunakan serangan Qi.
"Hanya orang-orang dengan tingkat kultivasi tinggi saja yang dapat melihat bagaimana Liang Fei mengalahkan Bao Gu. Dia tidak menggunakan serangan Qi, melainkan pukulan kuat yang tidak bisa dihalau oleh Bao Gu."
Walaupun terlihat tidak senang dengan keberadaan Liang Fei, Patriak Long Ye mau tidak mau harus memuji kekuatan yang dimiliki olehnya.
'Sebenarnya apa tingkatan kultivasi yang dimiliki anak itu?' batin Patriak Long Ye.
Awal kemunculannya, ia mengira Liang Fei berada di tahap Penyempurnaan Qi tingkat 1, oleh karena itu ia yakin akan dikalahkan oleh Bao Gu.
Kini, setelah mengalahkan Bao Gu dengan satu serangan kuat, Patriak Long Ye menebak tingkat kultivasinya berada di Penyempurnaan Qi tingkat 4 atau mungkin lebih.
'Kau benar-benar memungut monster, pak tua sialan,' batin Patriak Long Ye mengingat saudaranya yang merupakan Patriak sebelumnya, ia jugalah yang merawat Liang Fei.
Semua orang di arena sekarang menatap Liang Fei dengan rasa hormat yang baru ditemukan.
Kekuatannya, meskipun dianggap tak mungkin mengingat kondisinya, telah mengubah pandangan banyak orang.
Seo Yun menghela napas lega, merasakan beban yang sedikit terangkat dari hatinya.
Dia menyadari bahwa Liang Fei memiliki kemampuan yang jauh melampaui apa yang diperkirakan banyak orang, dan bahwa kekalahan ini mungkin akan memberi pelajaran bagi mereka yang meremehkannya.
Liang Fei berdiri tegap, pandangannya menuju tempat Long Yuan berada.
Long Yuan, meskipun menunjukkan keberanian sebelumnya, kini harus menghadapi fakta bahwa Liang Fei lebih dari sekadar ancaman biasa.
Mata Long Yuan bertemu dengan pandangan Liang Fei, dan dalam sekejap, suasana di antara mereka berubah menjadi ketegangan yang bisa dirasakan oleh semua orang di arena.
"Apakah kau melupakanku?" Liu Bei segera melompat, menaiki arena dengan mata yang membara penuh semangat.
Liang Fei berbalik menghadap Liu Bei, menyambut lawan berikutnya dengan sorot mata yang penuh ketenangan.
"Apa kau tidak belajar dari kekalahan temanmu?"
"Aku berbeda dari sebelumnya, aku telah berlatih untuk hari ini. Jadi jangan harap kau bisa menang dengan mudah, akulah yang akan mengalahkanmu!"
Liu Bei berkata dengan nada penuh amarah dan kebencian, ia masih mengingat kejadian memalukan ketika ia harus melarikan diri dari hadapan Liang Fei bersama anak buahnya.
Sekarang ia punya kesempatan untuk membalas kejadian memalukan tersebut.
Para penonton yang telah dibuat takjub oleh pertunjukan Liang Fei sebelumnya, kini semakin dilingkupi oleh antisipasi.
Mereka menantikan pertandingan yang akan menunjukkan siapa yang benar-benar paling layak di antara mereka.
Ketegangan di arena terasa semakin meningkat saat kedua pendekar muda itu bersiap untuk bertarung.
Setelah memberi salam singkat, pertarungan pun dimulai. Liu Bei langsung mengawali dengan serangan cepat, mencoba mendominasi Liang Fei dengan pergerakan yang agresif.
Liang Fei, dengan ketenangannya yang mengagumkan, mengamati setiap pergerakan lawannya dengan teliti.
Meskipun orang-orang menganggapnya buta, berkat teknik warisan Dewa Naga yang telah diasahnya membuat Liang Fei mampu merasakan setiap perubahan dalam aliran udara dan energi di sekitarnya.
Serangan Liu Bei pertama kali datang sebagai serangkaian pukulan dan tendangan yang terkoordinasi dengan baik.
Liang Fei, mengikuti ritmenya yang telah terlatih, menangkis dan menghindar dengan ketepatan yang mengejutkan penonton.
Setiap kali Liu Bei menyerang, Liang Fei membalas dengan gerakan yang seolah telah dirancang untuk menjatuhkan lawan tanpa harus mengandalkan kekuatan berlebih.
Kedua petarung ini menari di arena, menunjukkan keahlian mereka dalam seni bela diri.
Penonton yang menyaksikannya terpesona oleh kecepatan dan ketepatan yang ditunjukkan oleh kedua pendekar muda tersebut.
"Cih," Liu Bei mendecakkan lidahnya, ia merasa dirinya sudah bertambah kuat semenjak mencapai Penyempurnaan Qi tingkat 4.
Namun, tidak ada satu pun serangannya yang mampu mendarat di tubuh Liang Fei. Rasa frustrasi mulai merayap di benak Liu Bei.
Setiap kali dia mencoba meningkatkan intensitas serangannya, Liang Fei tampak selalu selangkah lebih maju.
Pandangan penonton bergeser antara Liu Bei dan Liang Fei, terpaku oleh dinamika pertarungan yang intens dan dramatis.
Di sisi lain, Liang Fei tetap tenang. Dalam setiap pergerakannya, terdapat kesadaran dan pemahaman mendalam tentang seni bertarung yang diterimanya dari teknik warisan Dewa Naga.
Dia tidak hanya mengandalkan panca indera yang tersisa, tetapi juga mengandalkan kebijaksanaan instingtif yang diperolehnya melalui latihan yang keras.
Sorakan penonton semakin menggebu ketika Liang Fei mulai mengambil alih pertarungan.
Dengan ketangkasan yang mengagumkan, dia berhasil menggagalkan upaya Liu Bei satu demi satu.
Liang Fei bukan hanya menghindar, tetapi mulai melancarkan serangan balik yang presisi. Liu Bei, yang tadinya penuh percaya diri, mulai terlihat kehabisan energi.
Ketenangannya mulai goyah saat dirinya sadar bahwa meskipun dia telah banyak berlatih, kehebatannya belum bisa mengimbangi dorongan dan determinasi Liang Fei.
"Ada apa? Gerakanmu mulai penuh dengan celah."
Melihat kesempatan, Liang Fei memanfaatkan momen ini untuk mengakhiri pertarungan.
Dia melancarkan serangan pamungkasnya, serangan yang didasarkan pada kombinasi teknik kaki dan tinju rahasia dari warisan Dewa Naga.
Sebelum Liu Bei menyadari apa yang terjadi, serentetan pukulan dan tendangan Liang Fei mendarat tepat pada titik kelemahannya.
Tubuh Liu Bei terhuyung mundur sebelum akhirnya jatuh ke lantai arena, terengah-engah.
Keheningan menyelimuti arena sesaat sebelum bergemuruh pujian dan sorakan dari penonton.
Mereka menyaksikan betapa luar biasanya Liang Fei mengatasi tantangan demi tantangan dengan kecerdikan dan keahliannya.
'Dia terlihat telah bertambah kuat sejak terakhir kali aku melihatnya, sebenarnya apa yang dia lakukan selama menghilang?' pikir Seo Yun.