Delvia tak pernah menyangka, semua kebaikan Dikta Diwangkara akan menjadi belenggu baginya. Pria yang telah menjadi adik iparnya itu justru menyimpan perasaan terlarang padanya. Delvia mencoba abai, namun Dikta semakin berani menunjukkan rasa cintanya. Suatu hari, Wira Diwangkara yang merupakan suami Delvia mengetahui perasaan adiknya pada sang istri. Perselisihan kakak beradik itupun tak terhindarkan. Namun karena suatu alasan, Dikta berpura-pura telah melupakan Delvia dan membayar seorang wanita untuk menjadi kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Astuty Nuraeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kisah yang berakhir sebelum di mulai
Seruak angin malam menyapu wajah ayu Delvia, helai demi helai rambutnya tersibak, namun sang pemilik tampak acuh, atensinya hanya tertuju pada cincin bertahtakan berlian yang melingkar di jari manisnya.
Hari yang seharusnya menjadi momen bahagia justru sebaliknya, terasa menyesakkan seolah-olah bebatuan raksasa mengimpit dada Delvia.
Delvia mencoba abai akan perasaannya, dia bertekad untuk tidak menyesali keputusannya. Namun, bekas luka di pahanya membuatnya gusar, tiba-tiba dia memikirkan Dikta, pria asing yang entah dimana keberadaannya kini. “Andai itu kamu,” Delvia segera menghentikan angan-angannya, dia tidak berhak berandai-andai pada hal yang telah usai bahkan sebelum di mulai. Sesal tak mengubah apapun, dan waktu akan terus berjalan tanpa menoleh ke belakang.
Pernikahan semakin dekat, Delvia begitu sibuk dengan pekerjaan serta persiapan pernikahan sehingga dia tak memiliki waktu untuk meratapi masa lalu. Tepat pukul sepuluh pagi Wira datang menjemputnya, hari ini mereka akan melakukan fitting baju pengantin di salah satu butik milik desaigner ternama di Ibu Kota.
“Sudah siap?” tanya Wira seraya menatap Delvia.
“Hem,” Delvia mengangguk pelan, keduanya lalu masuk ke dalam mobil yang terparkir di halaman rumah Delvia.
“Hay,” sapa seseorang dari kursi belakang.
Delvia terperanjat, gadis itu menoleh dan terkejut melihat seseorang duduk di kursi penumpang. “Oh hay,” sapa Delvia kikuk.
“Sebenarnya hari ini ada pekerjaan yang harus aku urus bersama Julian, jadi terpaksa dia ikut bersama kita. Kamu tidak keberatan kan?” tanya Wira seraya melirik Delvia.
“Tentu,” jawab Delvia bohong. Bukan karena Julian mengganggu waktunya bersama Wira, hanya saja sejak pertama bertemu dengan Julian, Delvia merasa kurang nyaman, tatapan Julian selalu terlihat penuh kebencian.
Senyap, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut ketiganya. Delvia pun memilih melanjutkan pekerjaannya hingga tak terasa mereka telah tiba di tempat tujuan.
Jejeran gaun pengantin memanjakan mata, Delvia sampai bingung harus memilih gaun mana yang akan dia kenakan di acara pernikahannya nanti. Andai Delvia menikah dengan seseorang yang dia cintai, mungkin dia akan antusias mencoba semua gaun tersebut.
“Sepertinya yang itu cocok untukmu,” Julian menunjuk BallGown yang sangat mewah dengan detail kupu-kupu dan mutiara.
“Apa tidak terlalu berlebihan?” baru membayangkannya saja Delvia sudah merasa lelah, tampaknya gaun yang di tunjuk oleh Julian akan sangat berat jika di kenakan.
“Ibu mertuamu akan menyukainya!”
Delvia melirik Wira, namun pria itu mengedikan bahu, memberikan kebebasan pada Delvia untuk memilih. “Aku mau yang simple saja!”
“Up to you!” sahut Julian bernada ketus.
“Aku mau mencoba yang itu,” Delvia menunjuk gaun Slim dress dengan lengan off shoulder dan di penuhi payet serta ada tambahan kain tule pada bagian belakang.
Sepakat, akhirnya Delvia memilih gaun tersebut. Meski pernikahannya hanya sebatas kontrak, namun dia tidak boleh asal dalam memilih gaun, khawatir jika para orang tua akan curiga dengan mereka.
Hanya memilih gaun, namun Delvia merasa lelah. Wira menawarkan diri untuk mengantarnya, namun Delvia menolak dengan alasan dia ingin bertemu temannya, padahal Delvia tidak ingin berlama-lama dengan Julian.
Delvia kembali ke kamarnya dengan wajah lesu, dia ingin beristirahat namun Maya membuntutinya masuk ke dalam kamar.
“Bagaimana dengan gaunnya? Kamu memilih gaun yang mewah kan?” cecar Maya tak sabaran.
Delvia memberikan ponselnya pada Maya, menunjukkan potret dirinya saat sedang mencoba gaun.
“Apa tidak terlalu sederhana? Mama pikir kamu akan memilih gaun mewah seperti ballgown dengan hiasan mutiara!”
Delvia menghela nafas berat, penilaian Julian sangat dominan seperti mamanya. “Sekarang sedang zaman gaun sederhana mah. Coba mama lihat baik-baik, gaun yang aku pilih juga berpayet mutiara. Aku lelah mah, aku ingin tidur!” Delvia mengusir Maya secara halus, energinya terkuras habis hari ini.
Delvia segera membaringkan diri setelah Maya keluar dari kamarnya, gadis itu menatap langit-langit kamar yang kosong, sama seperti hatinya. “Bertahanlah, dua tahun tidak akan lama Delvia!”
***
Sementara itu, beratus-ratus kilometer dari Jakarta, Dikta tengah mengemasi barang-barangnya dan bersiap untuk kembali ke Jakarta. Dikta meraih sebuah foto yang terbingkai indah di atas nakas, pria itu menatap seraya mengusap foto tersebut dengan ujung jarinya. “Aku akan mencarimu Delvia, tunggu aku!”
“Kamu yakin akan menemukannya?” tanya Bagas yang sejak tadi membantu Dikta berkemas.
Dikta memasukkan foto Delvia ke dalam koper lalu menoleh ke arah sahabatnya. “Tentu saja. Aku akan menemukannya dan menjadikannya sebagai istriku!” ucap Dikta dengan keyakinan penuh.
“Semoga saja dia belum menikahi orang lain,” celetuk Bagas menggoda sahabatnya.
“Ck, jaga bicaramu,” Dikta melempar kaos kaki ke arah Bagas karena kesal dengan ucapannya. “Cepat lanjutkan pekerjaanmu!”
Bagas terkekeh karena berhasil membuat Dikta kesal, namun dia juga senang karena Dikta akhirnya menyukai seseorang.
Hari besar itu akhirnya tiba, pernikahan Delvia dan Wira di gelar di sebuah hotel bintang lima dengan begitu megah. Tentu saja kemewahan tersebut atas kehendak Nila dan Maya. Keduanya ingin menjadikan pernikahan anak-anak mereka sebagai pernikahan paling spektakuler abad ini.
Tiga puluh menit sebelum pemberkatan nikah, Delvia masih berada di kamar hotel bersama Erika, sementara Maya sudah berada di ballroom hotel untuk menyambut tamu.
Terdengar suara ketukan pintu, Erika segera membuka pintu karena dia pikir pihak wedding organizer yang datang. Namun perkiraannya salah, alih-alih team Wo, justru seseorang yang tak dia harapkan berdiri di ambang pintu.
“Siapa kak?” tanya Delvia setengah berteriak.
“Ayah,” jawab Benny tanpa ragu.
“Untuk apa anda datang kemari? Kami tidak mengharapkan kehadiran anda!” usir Erika seraya menahan amarah.
“Ayah ingin bertemu Delvia!”
“Tidak perlu!”
“Biarkan dia masuk kak,” ujar Delvia.
“Tapi..”
Benny menerobos masuk sebelum Erika merampungkan kalimatnya, pria paruh baya itu menghampiri Delvia yang sedang duduk di tepi tempat tidur. “Batalkan pernikahan ini, ayah tidak mau ada Erika kedua!”
Delvia tersenyum getir, gadis itu beranjak dari duduknya, selangkah lebih dekat dengan sang ayah dan melayangkan tatapan penuh amarah. “Apa yang terjadi pada aku dan Erika adalah salah ayah. Andai ayah tidak mendua, mama tidak akan memaksa kami untuk menikah dengan pria yang tidak kami cintai!”
“Ya, ayah memang bersalah karena ayah selingkuh. Ayah melakukannya semata-mata karena ayah kesal, ayah tidak tahan lagi dengan sikap ibumu yang egois, memaksakan kehendaknya sendiri dan selalu merasa paling tersakiti. Ayah muak Delvia!”
“Sama seperti mama, ayah juga sangat egois, ayah hanya memikirkan perasaan ayah sendiri. Tolong jangan ikut campur lagi, keputusan Delvia sudah bulat!” Bahkan air mata tak lagi menetes, gadis itu benar-benar mati rasa pada kedua orang tuanya.
Perdebatan terpaksa usai karena pihak WO datang memanggil Delvia, memberi tahu jika acara pemberkatan akan segera di mulai.
Rasa sakit mendorong kaki Delvia untuk bergerak, gadis itu melangkahkan kakinya tanpa ragu, pernikahan ini memang bukan impiannya, namun pernikahan ini mungkin akan membebaskannya dari bayang-bayang keegoisan sang mama, mungkin.
Delvia menghela nafas panjang, mencoba menenangkan diri sebelum menghampiri Wira yang telah menunggunya di depan ballroom tempat berlangsungnya pernikahan mereka.
“Kamu sangat cantik,” puji Wira seraya tersenyum.
“Jangan sampai kamu jatuh cinta padaku mas,” jawab Delvia mencoba mencairkan suasana hatinya.
“Mungkin saja jika Tuhan berkehendak!”
Keduanya saling melempar senyum, entah apa yang akan terjadi di kemudian hari, untuk saat ini mereka menikah hanya demi kepentingan masing-masing.
Acara akan segera di mulai, Nila tampak gusar karena putra keduanya belum juga datang, padahal sebelumnya Dikta sudah berjanji akan pulang saat kakaknya menikah. “Dad, cepat hubungi Dikta, acaranya akan segera di mulai!” titah Nila pada suaminya.
“Dikta terjebak macet mom, dia mungkin sedikit terlambat. Jangan panik, Dikta pasti datang jawab Diwangkara seraya menenangkan istrinya.
Suasana berubah hening saat pintu ballroom terbuka, tak lama setelah itu kedua mempelai masuk ke dalam ruangan untuk melakukan pemberkatan. Delvia dan Wira tampak begitu tenang, keduanya tersenyum lebar layaknya pasangan yang begitu bahagia. Delvia menggandeng lengan Wira, keduanya berjalan berdampingan menuju altar pernikahan.
Pemuka agama mulai merapalkan doa di hadapan kedua mempelai, di saat yang sama Dikta dan Bagas baru saja tiba, kedua pria itu langsung duduk di kursi yang sudah di siapkan oleh Nila.
“Mommy pikir kamu tidak datang,” ucap Nila seraya berbisik.
“Kami terjebak macet mom,” jawab Dikta pelan.
Dikta tersenyum melihat Wira bersanding dengan calon istrinya di atas altar, sampai detik ini Dikta belum mengenali calon kakak iparnya karena posisi kedua mempelai memunggungi tamu serta wajah mempelai wanita tertutup kain veil.
Delvia dan Wira kini berdiri saling berhadapan, keduanya bersiap untuk mengucapkan sumpah pernikahan.
“Delvia Mayuri, aku berjanji untuk mencintaimu dengan setia. Berjanji untuk percaya dan untuk menghormatimu. Berjanji untuk menghiburmu di kala susah, dan menjagamu. Semua yang aku miliki sekarang adalah milikmu. Aku memberi tangan dan hatiku selama kita hidup!” Wira mengucapkan sumpah pernikahannya dengan tenang karena sebelumnya dia sudah melakukan sesi latihan bersama Julian dan Delvia.
Deg...
“Delvia Mayuri?” ulang Dikta dengan perasaan yang mulai tak karuan, bukan hanya Dikta, rupanya Bagas juga terkejut mendengar nama calon istri Wira.
“Dia bukan Delvia Mayuri yang kita kenal kan?” Tanya Bagas seraya menatap Dikta.
“Tidak mungkin,” Dikta berusaha menepis pikiran buruknya, namun dia semakin penasaran dengan wajah calon kakak iparnya yang masih tertutup veil berenda.
“Wira Diwangkara, aku berjanji akan menjadi pasangan yang setia dalam keadaan sakit dan sehat, aku berjanji mencintaimu tanpa syarat. Aku berjanji untuk menghormati dan menghargaimu, dan memberi penghibur di saat kau butuh. Aku berjanji untuk menyayangimu selama kau hidup!”
Setelah mengucapkan sumpah pernikahan, keduanya lalu memasang cincin di jari masing-masing sebagai tanda jika Delvia dan Wira telah resmi menjadi pasangan suami istri.
Prosesi selanjutnya, Wira harus membuka veil penutup di kepala Delvia dan memberikan ciuman pada wanita yang kini telah resmi menjadi istrinya.
“Aku mohon semoga itu bukan dirimu!” batin Dikta penuh harap.
Namun takdir tak berpihak padanya, Dikta langsung mengenali wajah Delvia begitu veil penutup terbuka. Seketika dunia runtuh tepat di atas kepala Dikta, pria itu tak bisa berucap lagi, lehernya terasa tercekik dan kini dadanya mulai sesak. Dikta berharap apa yang terjadi hari ini hanyalah mimpi, dia tidak sanggup membayangkan jika wanita yang dia cintai telah menjadi kakak iparnya. “Gas, katakan padaku ini hanya mimpi!”
Ry dukung Dikta tunggu jandanya Delvi
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Dikta yg sll ada buat Dy
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Dikta yg sll ada bersamanya bkn suaminya
Lagian suaminya sibuk selingkuh sesama jenis
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Suami mana peduli
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Devi di datangi pelakor yg merebut ayah nya lagi
Om ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
jangan sampai Dikta terjerat oleh Hera
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Om ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan