Sebuah cerita horor yang mengikuti petualangan tiga orang sahabat sejati Maxim, Alexa Dan Leo yang tinggal diDesa Batu Chadas yang terletak diHolland Tengah. Pada malam Halloween tiba mereka memutuskan untuk menyelidiki sebuah Rumah Tua yang terkenal angker dan dihuni oleh penyihir yang bernama Hiltja. Ketiga nya terdorong rasa ingin tahu untuk menemukan bukti yang katanya dirumah tua itu terdapat sebuah kutukan yang berhubungan dengan dunia kegelapan. Setelah mereka berhasil mengungkapkan misteri rumah tua itu. Mereka menyadari bahwa rumah tua bukan hanya berhantu saja. Melainkan bisa menghubungkan dunia lain. yaitu Dunia manusia dan roh. yang memprediksi tentang kebangkitan roh roh jahat yang bisa membuat manusia diambang kehancuran antara hidup dan mati.
Bagaimana kah kelanjutan kisah ini. nantikan kelanjutan nya..
pesan moral yang bisa ambil. Dengan ketulusan dalam persahabatan bisa mengalahkan semuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wida_Ast Jcy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14. KEMBALI NYA ROH HILTJA
Alexa berfikir sejenak, mencoba memahami. “Gerbang....? Maksudmu, Gerbang itu apa??? rumah ini adalah pintu gerbang untuk menuju ke sesuatu yang lain begitu?” tanya alexa.
Maxim mengangguk, ekspresinya serius. “Ya. Ini bukan hanya tentang roh Hiltja. Alexa memandang Maxim dan Leo, hatinya dipenuhi ketakutan.
"Ini tentang roh roh yang berada di dalam gerbang itu. Mungkin kita telah membukanya. " ucap maxim.
"Kita tidak ada pilihan lain. Kita tidak bisa mundur lagi sekarang. "ucap nya lagi
Apapun yang mereka hadapi sekarang. Mereka harus hadapi bersama sama. Kerena mereka sadar bahwa yang mereka hadapi saat ini bukan hanya roh Hiltja. Tetapi ada makluk lain yang lebih parah dari Hiltja yang bisa menghubungkan antara dunia manusia dan dunia ghaib atau dunia roh.
Kalau mereka tidak segera mengakhiri semua ini atau gagal menutup nya. Maka akan berdampak buruk untuk dunia yang bisa menjadikan dunia diambang kematian.
Maxim, Alexa, dan Leo berdiri di tengah ruangan yang dingin, terdiam. Pikiran mereka penuh kekacauan, tubuh mereka kelelahan.
“Apa sebenarnya yang sedang kita lawan?” Alexa akhirnya angkat bicara, suaranya terdengar lemah dan gemetar.
“Kenapa kekuatan ini terasa begitu... mengerikan?” tanya nya lagi dengan ketakutan.
Maxim memandangi peta kuno yang tergenggam di tangannya. Tatapannya tajam, menelusuri setiap detail simbol yang terlukis di sana.
“Gerbang ini bukan hanya sebuah portal biasa,” jawabnya pelan, suaranya tegas.
“Ini adalah batas antara dunia orang hidup dan dunia orang mati. Apa pun yang terperangkap di sana bukan sekadar roh Hiltja. Ada sesuatu yang jauh lebih besar, dan lebih jahat.” ucap maxim.
Leo menghela napas, tangannya memijit pelipisnya. Ia mencoba mencerna ucapan Maxim.
“Kalau begitu, apa langkah kita selanjutnya? Kalau gerbang ini nggak bisa sepenuhnya ditutup, apa yang akan terjadi??? tanya Leo.
"Terus bagaimana kita bisa memastikan kegelapan itu nggak kembali?” tanya leo penuh ketakutan.
Maxim menatap kedua sahabatnya, sorot matanya penuh tekad. “Kita harus menghancurkan sumber kekuatannya,” katanya tegas.
“Menutup gerbang ini saja nggak cukup. Kalau inti kekuatannya masih ada, pasti ancaman yang lebih besar akan muncul.”ucap maxim.
Alexa menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya meski tubuhnya terasa bergetar. Kata-kata Maxim seperti hantaman keras, tetapi ia tahu itu benar.
“Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanyanya akhirnya.
Maxim menunjuk sebuah simbol kecil di sudut peta. “Di bawah altar batu rumah ini ada ruang tersembunyi,” jelasnya.
“Menurut peta ini, sumber kekuatan gelap itu ada di sana. Kita harus pergi ke sana dan menghancurkan
nya.”kata maxim.
Leo memandangi Maxim, lalu menoleh ke Alexa. “Kalian sadar kan,” katanya pelan,
“ini mungkin perjalanan terakhir kita. Kalau kita gagal, dunia akan ikut hancur.”Kita semua akan mati. "tambah nya lagi.
“Tidak ada jalan lain,” jawab Alexa dengan mantap, menggenggam erat tangannya sendiri.
“Kita harus mencoba.” Walaupun untuk kedua kalinya nyawa kita taruhan. "kata lexa.
Maxim mengangguk pelan. “Kalau begitu, mari kita selesaikan ini.” Ayo... kita harus semangat dan berjuang. "ucapnya.
Mereka bertiga meninggalkan ruangan bawah tanah. dan menelusuri lorong gelap. Dinding dinding rumah tua itu tampak hidup. seolah memperhatikan setiap kaki mereka melangkah. Udara pun semakin dingin. Dipenuhi dengan sesuatu yang tak terlihat, terasa ada yang dekat, seperti bayangan yang selalu membuntuti mereka.
Maxim mendorong pintu itu dengan hati-hati. Di baliknya, sebuah ruangan besar yang belum pernah mereka lihat sebelumnya menyambut mereka.
Ruangan itu dipenuhi ukiran-ukiran simbol rumit. Di tengahnya berdiri altar batu besar, dikelilingi lingkaran pusaran energi hitam yang berputar pelan, memancarkan aura gelap yang mematikan. Udara di ruangan itu terasa berat, seperti dipenuhi bisikan dan ancaman yang tak kasatmata.
“Itu sumbernya,” kata Maxim pelan, matanya terpaku pada altar yang tampak berdenyut pelan, seperti jantung kegelapan.
“Bagaimana kita menghancurkannya?” tanya Leo, mencoba menyembunyikan ketegangan dalam suaranya.
Maxim mendekati altar dengan langkah hati-hati, matanya memindai simbol-simbol di lantai. Energi di sekitar altar semakin kuat, membuat napas mereka terasa sesak.
“Kita harus mengaktifkan simbol-simbol ini dengan urutan yang benar,” katanya.
“Kalau salah, kita justru akan membuka gerbang ke dimensi lain.”Ucap nya cemas.
Alexa merapatkan bibirnya, menguatkan diri meski tubuhnya mulai terasa lemah.
“Apa yang harus kami lakukan? Kita tidak mengerti tentang hal ini. ”tanya lexa.
“Kita harus melakukannya bersama,” jawab Maxim tanpa ragu.
“Hanya dengan menyatukan kekuatan kita, kita punya peluang untuk menghancurkan altar ini.” jawap maxim.
“Kalian pikir bisa menghentikan saya?” Hihihi... sebuah suara mengerikan menggema, penuh kebencian dan ejekan. Suara misterius.
“Saya adalah penjaga gerbang ini. Kalian hanya mempercepat kehancuran kalian sendiri!” Kalian akan kalah dan dunia akan hancurrrrr.. hihihi...
Maxim mengepalkan tangannya, menatap bayangan itu dengan tekad bulat.
“Kami tidak akan menyerah! sebelum kami menghancurkan kamu. "serunya.
Ketiganya mulai mengaktifkan simbol-simbol itu. Cahaya terang memancar dari lantai, membentuk pola-pola rumit yang memantulkan cahaya ke dinding ruangan.
Lingkaran energi gelap di sekitar altar mulai retak. Sosok bayangan itu mengeluarkan jeritan melengking, tubuhnya terpecah menjadi serpihan gelap sebelum menghilang sepenuhnya.
Tetapi, kemenangan itu hanya sesaat. Altar meledak dalam kilatan energi yang luar biasa kuat, membuat mereka terhempas ke belakang. Tubuh mereka membentur lantai dengan keras, dan ruangan itu berguncang hebat.
Maxim perlahan bangkit, tubuhnya gemetar. Ia memandang altar yang kini hancur, energinya mulai memudar.
“Ini belum selesai,” gumamnya, suaranya rendah tetapi penuh kepastian.
“Tapi kita sudah membuat kemajuan.”ucap nya lagi.
Alexa dan Leo berdiri di sisinya. Wajah mereka menunjukkan kelelahan yang mendalam, tetapi sorot mata mereka penuh tekad. Mereka tahu pertempuran ini belum benar-benar usai. Kegelapan sejati masih ada, menunggu waktu untuk kembali bangkit.
Dan mereka tahu, saat itu tiba, mereka harus siap.
“Bagaimana benda Itu muncul??? Benda itu nggak ada di sini sebelumnya,” gumam Leo, wajahnya pucat.
Maxim mendekati altar itu dengan hati-hati. Energi gelap yang memancar darinya terasa begitu kuat. Ia menyentuh simbol di atas altar, dan seketika itu juga, sebuah suara bergema di dalam ruangan.
“Kalian pikir ini sudah selesai?” Suara itu berat, penuh ejekan, dan dingin. Kalian salah anak muda. Justru pertarungan ini baru dimulai, hihihi..( suara misterius)
Alexa menahan napas, mengenali suara itu. “Hiltja...”
Bayangan gelap mulai berkumpul di sudut ruangan, membentuk sosok tinggi dengan mata merah menyala. Sosok itu tersenyum dingin, menatap mereka bertiga dengan penuh kebencian.
“Kalian telah membuka pintu yang tak seharusnya dibuka. Dan sekarang, aku akan memastikan kalian merasakan apa itu keputus asaan dan ketakutan” ucap suara misterius
Ketiganya berdiri tegak, meskipun ketakutan melanda hati mereka. Maxim menggenggam sebuah pisau perak yang ia bawa sejak ritual terakhir, sementara Alexa dan Leo saling bertukar pandang, mencoba mencari keberanian di tengah situasi yang mencekam.
“Bersiaplah,” bisik Maxim. Kami tau ini belum selesai.”
"Tapi kami tidak akan membiarkan kalian menghancurkan dunia kami. Tempat kalian bukan disini. ini bukan dunia kalian!! "ucap maxim.
Dan pertempuran baru pun dimulai...
(Apakah ini pertempuran terakhir mereka???)
BERSAMBUNG...