Seorang kakak yang terpaksa menerima warisan istri dan juga anak yang ada dalam kandungan demi memenuhi permintaan terakhir sang Adik.
Akankah Amar Javin Asadel mampu menjalankan wasiat terakhir sang Adik dengan baik, atau justru Amar akan memperlakukan istri mendiang Adiknya dengan buruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noor Hidayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berubah Sikap
Tok... Tok... Tok...
Amar kembali tersentak dari lamunannya ketika pintu ruangannya di ketuk dari luar. Menyadarkan dirinya akan kenangan pahit di masa lalunya. Bukan karena Amar masih mencintai wanita itu alasan Amar tak pernah membuka hati sampai detik ini, melainkan rasa sakit yang pernah wanita itu goreskan hingga meninggalkan luka yang begitu dalam dihatinya.
"Masuk." saut Amar mempersilahkan.
"Permisi Tuan, baru saja saya mendapat undangan pernikahan dari Tuan Broto untuk Anda dan istri."
Mendengar apa yang sekertarisnya katakan Amar cukup dibuat terkejut karena ini pertama kalinya ia diundang untuk menghadiri sebuah pesta pernikahan membawa pasangannya.
Amar mengambil undangan itu dari tangan sekertarisnya lalu melihat lembar depan dimana tertulis untuk Tuan Amar Javin Asadel beserta istri di tempat.
"Jadi benar aku harus mengajak Mahira," batin Amar merasa ragu untuk melakukannya.
Amar kembali membuka undangan super mewah itu untuk melihat kapan pesta pernikahan itu di selenggarakan.
"Jadi besok malam?" batin Amar begitu melihat tanggal dan hari yang tertera di undangan tersebut.
"Kalau begitu saya permisi dulu Tuan,"
"Eum-ya baiklah, sebentar lagi aku juga mau pulang." saut Amar yang langsung bangkit dari duduknya, bersiap untuk pulang karena hari sudah malam.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sesampainya di rumah, Amar menghentikan langkahnya ketika melihat Mahira sambil menggendong baby Emir menyambut kepulangannya. Meskipun hubungan mereka kurang intens secara fisik akan tetapi Mahira selalu melakukan itu untuk putranya dan juga sebagai rasa hormatnya pada Amar karena biar bagaimanapun Amar adalah suaminya.
"Pa-pa-pa..." oceh baby Emir sambil mengulurkan kedua tangannya pada Amar seperti biasanya.
"Jagoan Ayah belum tidur?" tanya Amar sambil mengambil baby Emir dari gendongan Mahira.
"Tadi bangun agak kesorean jadi sekarang belum mau tidur lagi." saut Mahira mengikuti Amar masuk kedalam.
Melihat Amar kesulitan membuka jas hitamnya karena sambil menggendong baby Emir, Mahira dengan cepat membantu melepaskannya. Mahira yang menarik jasnya dari belakang cukup di buat kesulitan karena satu kancing jasnya masih ada yang belum di buka. Secara spontan Mahira membukanya sehingga posisi tangannya seperti memeluk Amar dari belakang, hal itu membuat Amar kaget dan mengikuti arah tangan Mahira hingga memutar kepalanya kesamping.
Menyadari apa yang dirinya lakukan, Mahira menengadahkan kepalanya melihat dimana Amar tengah menatapnya.
"E-maaf," ucap Mahira langsung menarik kedua tangannya dan melangkah mundur menurunkan pandangannya.
Berbeda dari biasanya, Amar dengan sikap santainya berbalik badan mendekati Mahira.
"Tidak masalah, ini bukan pertama kalinya kan?"
Mendengar itu Mahira kembali mengangkat wajahnya, menatap Amar dengan heran. "Ada apa dengannya kenapa tiba-tiba sikapnya berubah." batin Mahira.
"Oh ya, besok malam Aku... kamu... e-maksud ku kita akan menghadiri pesta pernikahan rekan kerja ku. E-putrinya akan menikah."
Mahira hanya mengangguk-anggukkan kepalanya melihat Amar yang bicara dengan gugup. Ingin rasanya Ia tertawa dan meledeknya saat itu juga tapi sikap Amar yang berubah-ubah membuat Mahira hanya bisa menahan senyumnya dengan melipat bibirnya kedalam.
"Baiklah." saut Mahira singkat.
"Baiklah, kalau begitu aku mandi dulu," ucap Amar yang kemudian memberikan baby Emir pada Mahira.
Baru menaiki beberapa tangga, Amar kembali berhenti dan memanggil Mahira.
"Mahira..."
"Ya." saut Mahira menoleh kearahnya.
"Besok bersiap lebih awal, aku tidak akan terlambat lagi." ujar Amar mengingatkan Mahira saat Amar lupa dengan janji makan malam yang ia buat sendiri.
"Aku janji." imbuh Amar seakan mengetahui apa yang sedang Mahira pikiran.
Melihat sikap Amar hari ini, dan kata-katanya yang meyakinkan, Mahira tersenyum menganggukkan kepala seakan memiliki harapan baru atas pernikahan mereka.
Bersambung...