"Pergi kamu dari sini! Udah numpang cuma nambah beban doang! Dasar gak berguna!"
Hamid dan keluarganya cuma dianggap beban oleh keluarga besarnya. Dihina dan direndahkan sudah menjadi makanan sehari-hari mereka. Hingga pada akhirnya mereka pun diusir dan tidak punya pilihan lain kecuali pergi dari sana.
Hamid terpaksa membawa keluarganya untuk tinggal disebuah rumah gubuk milik salah satu warga yang berbaik hati mengasihani mereka.
Melihat kedua orangtuanya yang begitu direndahkan karena miskin, Asya pun bertekad untuk mengangkat derajat orangtuanya agar tidak ada lagi yang berani menghina mereka.
Lalu mampukan Asya mewujudkannya disaat cobaan datang bertubi-tubi mengujinya dan keluarga?
Ikuti terus cerita perjuangan Asya di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Dalam semalam kejadian yang menimpa Asya dan Ustadz Ridwan menjadi topik hangat pembicaraan seantero jagad pesantren.
Keluarga Ustadz Ridwan sampai harus mendatangkan dokter karena pria itu tak kunjung sadar juga. Dan ketika selesai diperiksa ternyata pria itu mengalami benturan yang cukup keras di kepala. Itulah yang membuatnya pingsan dalam kurung waktu yang cukup lama. Untung saja pria itu tidak apa-apa. Mungkin (?)
Sang dokter juga menyarankan agar pria itu dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut dan itu akan dilakukan esok hari. Tak hanya dokter yang dipanggil datang namun Panji dan Radit juga. Mereka harus datang lagi ke sana karena masalah itu yang dibuat oleh Asya.
Dan di sinilah mereka sekarang. Di ruang tamu keluarga Ustadz Ridwan.
"Bagaimana keadaan Pak Ustadz?" tanya Pak Panji terdengar begitu khawatir. Bagaimana tidak, baru saja tadi siang dia bertemu dengan pria itu dalam keadaan sehat walafiat lalu sekarang mereka bertemu dalam keadaan pria itu menahan sakit.
"Saya sudah gak apa-apa kok. Cuma badan saya masih sakit semua. Maklum saya kan juga udah tua terus tiba-tiba ditimpa beras 50 kg. Gimana gak tepar?"
Ya ampun! Ustadz Ridwan masih sempatnya bercanda. Sampai mengumpamakan Asya sebagai karung beras 50 kg lagi. Padahal kan dia tidak seberat itu. Asya yang juga ada di sana sampai mengulum bibirnya sendiri. Sungguh dia sangat malu, merasa bersalah dan kesal juga. Pokoknya campur aduk deh perasaan Asya saat ini.
Belum lagi setelah pertemuan ini, Asya yakin dia pasti akan diceramahi oleh Om dan Kakeknya. Namun Asya pantas mendapatkan hal itu karena ini semua terjadi memang karena kesalahannya. Sampai Zhaki juga kena semprot oleh Ustadz Tiar tadi. Pemuda itu pun diusir dan tak lagi dibiarkan datang ke sana. Mungkin perasaan bersalah Asya paling besar terletak pada Ustadz Ridwan dan Zhaki.
"Sekali lagi saya minta maaf atas nama Asyafa," kata Pak Panji. Dia juga sangat malu sebenarnya. Bahkan untuk menatap Ustadz Ridwan saja dia merasa enggan saking malunya.
Asya belum genap sehari di sana dan dia sudah membuat masalah sebesar ini. Siapa yang tidak malu coba?
"Iya gak apa-apa kok, Pak," timpal Ustadz Ridwan. "Tapi, setelah ini kami akan memberi Asya hukuman karena dia sudah berusaha kabur. Gak apa-apa kan?" tanyanya kemudian.
Mendengar kata hukuman membuat Asya yang sejak tadi menunduk kini mendongak menatap pria yang ditimpanya tadi. Asya sudah menduga sih jika dia akan mendapat hukuman namun saat mendengarnya langsung entah kenapa dia jadi merasa takut sambil menerka-nerka, kira-kira hukuman apa yang akan diberikan padanya. Sudahlah, Asya pasrah saja apapun itu.
"Iya, gak apa-apa kok Ustadz. Dia memang pantas dihukum," kata Radit menjadi kompor yang membuat suasana semakin panas.
"Baiklah kalo begitu," kata Ustadz Ridwan mengangguk pelan. Setelahnya Ustadz Ridwan pun pamit untuk istirahat. Sebelum benar-benar berlalu dari sana Asya sempat beradu pandang dengan Ustadz Tiar yang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Namun yang pasti bagi Asya itu adalah tatapan ketidaksukaan. Biarlah tidak penting juga untuk wanita itu.
"Kamu itu kok bandel banget sih, Sya?"
Padahal mereka baru saja keluar dari rumah itu namun Radit sudah tidak tahan untuk memarahi Asya.
"Kan saya udah bilang, saya gak mau di sini," jawab Asya sama sekali tidak menampakkan rasa takutnya.
"Jadi kamu lebih memilih jadi penyanyi murahan di luar sana dari pada dididik untuk menjadi wanita soleha di sini? Begitu?" Radit sedikit meninggikan ucapannya di sana. Andai saja Asya itu anaknya, mungkin dia sudah memukuli sampai kapok. Tapi, sungguhkah Radit bisa melakukan itu? Buktinya selama ini biarpun anaknya melakukan kesalahan dia selalu memakluminya.
"Om---"
"Kamu akan tetap di sini, Asya!" potong Pak Panji mulai muak dengan pertengkaran antara keponakan dan pamannya itu. Keduanya keras kepala tidak akan ada yang mau mengalah.
"Tapi, Kek. Asya gak mau!" Asya tetap pada pendiriannya. Dia lalu memegang tangan sang kakek mencoba mencari sedikit saja belas kasihannya. "Asya mohon, Kek. Biarin Asya keluar dari sini ya?" mohonnya dengan sangat.
Pak Panji menoleh ke arah Asya lalu melepaskan tangan gadis itu dari tangannya.
"Kamu tau Asya, setelah kejadian hari ini Kakek jadi makin yakin kalo keputusan Kakek dan keluarga memasukkan kamu ke pesantren ini adalah keputusan terbaik. Jadi jangan harap kamu bisa keluar sebelum kamu menjadi wanita seperti yang kami inginkan."
Dan saat itu juga Asya sadar, dia menangis darah sekalipun mereka tidak akan ada yang peduli. Asya akan tetap terkurung di sana. Sampai saatnya mereka bilang dia bisa pergi, barulah Asya bisa pergi.
***
"Assalamualaikum!" ucap Zhaki memberi salam ketika dia membuka pintu rumahnya. Pemuda itu terdiam sejenak ketika melihat ayah, ibu beserta kakaknya duduk di ruang tamu seakan tengah menunggunya.
"Walaikumsalam," jawab Ibu Zhaki. Hanya wanita itu yang menjawab salamnya. Sementara dua pria yang lain menatap Zhaki dengan tatapan yang seakan bisa menelanjangi pria itu saat itu juga.
"Dari mana kamu?" tanya Roy pada sang putra.
"Zhaki abis dari ...." Pemuda itu tidak tahu harus menjawab apa. Dia sampai tidak berani menatap mata orangtuanya sebab dia sedang berusaha berbohong.
Aduh! Seharusnya diperjalanan tadi Zhaki mikirin alasan untuk setuasi macam ini namun pikirannya malah dipenuhi oleh Asya. Jika sudah begini, Zhaki mau tidak mau harus jujur.
"Kamu habis dari pesantren yang ada di batas desa ini kan?" kata Roy dengan nada bicara yang naik beberapa oktaf membuat Zhaki langsung menatapnya dengan tatapan yang seakan bertanya, dari mana ayahnya bisa tahu?
"Tadi ada nelpon Ayah kamu dan bilang kalo kamu bikin rusuh di pesantren itu," kata Ibu Zhaki seakan menjawab pertanyaan yang tak sempat pemuda itu tanyakan.
Juna, kakak Zhaki menghela napas berat lalu berkata, "Lo itu boleh cinta tapi jangan jadi bego kayak gini dong. Bikin malu aja tau gak." Zhaki yang tengah dihakimi tak bisa berkata apa-apa lagi.
"Ayah sudah putusin kamu bakalan ikut Juna ke kota buat lanjutin kuliah kamu," kata Roy pada akhirnya mengutarakan apa yang sudah dia diskusikan bersama istri dan putra pertamanya.
"Apa? Gak bisa gitu dong, Yah," protes Zhaki. "Kalian bahkan belum tanya aku mau apa enggak," ujarnya merasa keputusan mereka itu tidak adil padahal itu kan menyangkut hidup Zhaki.
"Keputusan Ayah udah bulat, Zhaki. Kamu gak bisa terus tinggal di sini," kata Roy berdiri dari tempatnya. "Lagipula ini demi masa depan kamu juga," lanjutnya kemudian berlalu dari sana disusul oleh sang istri yang akan berusaha menenangkannya. Pria itu sudah tidak ingin berdebat lagi.
"Tapi, Yah!" Zhaki mencoba menghentikan langkah Roy namun ditahan oleh Juna.
"Udahlah, Ki. Terima aja keputusan ayah," kata Juna menepuk pundak sang adik beberapa kali. "Lo tetap tinggal di sini juga percuma kan. Lo gak bisa lagi ketemu sama dia," lanjutnya seakan dia tahu segalanya tentang Zhaki.
"Anggap aja ini langkah terbaik yang bisa Lo ambil sekarang. Lo gak bisa apa-apa dengan keadaan Lo sekarang. Tapi, kalo Lo nurutin apa kata Ayah gue yakin Lo bisa temuin dia nanti dengan versi Lo yang lebih baik," kata Juna ikut berlalu dari sana membiarkan Zhaki memilih sendiri jalan mana yang harus dia tempuh.
Bertahan atau pergi.
n memberitahu klo dia adalah tulang punggung kluarganya n ada utang yg harus dibayar
saran saya kalau bisa ceritanya s lanjutkan terus supaya pembaca tidak terputus untuk membaca novelnya, karena kalau suka berhenti sampai berhari hari baru muncul kelanjutan bab nya mana pembaca akan bosan menunggu,