Ketika cinta harus terpatahkan oleh maut, hati Ryan dipenuhi oleh rasa kalut. Dia baru menyadari perasaannya dan merasa menyesal setelah kehilangan kekasihnya. Ryan pun membuat permohonan, andai semuanya bisa terulang ....
Keajaiban pun berlaku. Sebuah kecelakaan membuat lelaki itu bisa kembali ke masa lalu. Seperti dejavu, lalu Ryan berpikir jika dirinya harus melakukan sesuatu. Mungkin dia bisa mengubah takdir kematian kekasihnya itu.
Akan tetapi, hal itu tak semudah membalikkan telapak tangan, lalu bagaimanakah kisah perjuangan Ryan untuk mengubah keadaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Membuat Jatuh Cinta
...----------------...
Denting suara jam menjadi melodi yang terdengar hambar di ruangan kecil dengan minim pencahayaan. Ryan duduk di tepi ranjangnya sambil memegang jam pasir misterius yang membawanya ke masa silam.
Sorot matanya begitu sedih. Suasana hati Ryan sedang melow hari ini. Perkataan Rara yang terdengar begitu membenci Ryan adalah pemicu kesedihannya. Mendadak hidup di kesempatan keduanya itu terasa begitu hampa. Datang ke dunia yang sama untuk kedua kalinya itu jadi terasa sia-sia. Buat apa dia hidup kembali, jika orang yang dahulu mencintainya itu malah berbalik membenci.
"Aku harus bagaimana agar bisa membuatmu jatuh cinta padaku lagi, Ra? Aku nggak tahu apakah kita masih punya waktu yang cukup untuk meraih kebahagiaan itu. Kenapa kamu berubah pikiran, sih? Padahal, dahulu kamu langsung jatuh cinta padaku pada pandangan pertama. Apa mungkin ... karena kesan pertama kita kurang menyenangkan? Ah ... yang benar saja! Kalau aku tahu sedari awal, aku bisa kembali ke masa lalu, mungkin aku nggak akan melakukan hal sekonyol itu."
Ryan mendessah frustrasi ketika mengingat momen itu kembali. Rasa kesal dan malu menerjangnya hampir bersamaan. Ryan menyesal kenapa waktu dia langsung bertindak gegabah. Namun, Ryan tidak sepenuhnya salah. Wajar saja jika dia langsung tantrum ketika melihat cintanya yang sudah meninggal dunia itu berdiri lagi di hadapannya. Lalu, siapa yang harus disalahkan sebenarnya?
Helaan napas kasar pun terlontar ke udara, lantas jam pasir itu disimpan di atas meja. Setelah itu, Ryan membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Rasa lelah dalam diri dan pikirannya mulai menerjang. Ryan pasrah akan ke mana takdir membawa cintanya melangkah?
*****
Tanpa terasa waktu terus berputar, tetapi hubungan Rara dan Ryan masih saja hambar. Namun, Ryan tidak akan pernah gentar. Walaupun Rara masih suka bersikap kasar, lelaki itu akan membalasnya dengan hati yang sabar.
Pagi sekali Ryan sudah kembali sehabis lari pagi. Peluh di dahinya menjadi saksi jika pria itu terlihat lelah sekali. Di saat yang sama Rara tengah menyapu di halaman rumah. Ini adalah hari Minggu. Keluarga Rara selalu melakukan kerja bakti di sekitar rumahnya di hari itu.
"Selamat pagi. Rajin banget, sih. Pagi-pagi udah nyapu," sapa Ryan seperti biasanya dengan ramah. Namun, respon Rara malah sebaliknya. Perempuan itu masih saja ketus dan langsung memalingkan muka.
"Iya, dong. Memangnya situ pagi-pagi udah kelayapan," sindir Rara.
Ucapan Rara sama sekali tak menyulut emosi Ryan. Sepertinya telinga lelaki sudah kebal dengan kata-kata pedas sang gadis pujaan. Ryan malah sengaja sering menggoda Rara dengan sikap usilnya. Seperti sekarang, kedua kakinya dengan sengaja mengacak-acak tumpukan sampah dedaunan yang sudah susah payah Rara kumpulkan. Tentu saja gadis itu langsung melotot tajam.
"Heh, kenapa diacak-acak lagi?" sentak Rara sambil menghentakkan sapu yang dia pegang ke tanah. Emosinya meluap, tetapi tak sampai menimbulkan asap.
"Ups, aku nggak sengaja. Tadi aku lagi jalan dan nggak tahu ada sampah di depan," kilah Ryan.
Rara tentu tidak percaya. Mana mungkin sampah segitu banyaknya tidak terlihat oleh mata. Perempuan itu begitu geram sampai menggertakkan giginya. Urat kemarahan pun terlukis di kulit lehernya yang putih. Sapu yang tidak bersalah pun dicengkeram dengan kuat. Sorot matanya seperti ingin menelan Ryan hidup-hidup.
"Rasakan ini!"
Tanpa menunggu lama lagi, Rara langsung menyapu sampah dedaunan yang berserakan arah Ryan. Lelaki itu pun jadi kewalahan. Bahkan debu yang ikut tersapu membuatnya terbatuk dan sesak napas. Rara benar-benar balas dendam.
Dalam keadaan terdesak, Ryan pasti akan bertindak. Lelaki itu menggunakan handuk kecilnya untuk meraih sapu yang dipegang Rara. Alhasil, sapu itu tertarik ke arahnya berikut si empunya. Dengan sigap Ryan menangkap tubuh Rara yang hampir terjatuh ke tanah dan membiarkan tubuh gadis itu menimpa dirinya.
Untuk beberapa saat, waktu seperti bergerak lambat. Keduanya sama-sama terpaku dengan jarak yang sangat dekat. Ryan bahkan bisa menyaksikan pantulan wajahnya di bola mata Rara yang beriris pekat.
Embusan angin dengan lancangnya mengurai rambut Rara sehingga beberapa helai di antaranya menghalangi wajah gadis itu. Tak tinggal diam, tangan Ryan langsung terulur hendak menyelipkan anak rambut yang terjuntai itu ke belakang telinga Rara. Namun, bukannya berakhir di sana, lelaki itu malah mengangkat kepalanya untuk mengikis jarak di antara wajah mereka.
Pandangannya tak luput dari benda kenyal yang terlihat ranum berwarna merah muda. Warna alami untuk bibir remaja belia. Semakin terangkat maka semakin dekat. Rara masih diam saja seolah terhipnotis sesaat.
"Kak, ini kantong sampahnya."
Suara Rendi membuat suasana romantis itu sontak menguap ke udara. Otomatis menggagalkan upaya Ryan untuk mencium pujaan hatinya. Keduanya pun jadi kelabakan dan salah tingkah. Mereka langsung berdiri dan merasa malu di depan anak kecil itu.
Akan tetapi, Rendi—si anak dingin seperti tidak melihat hal yang aneh dengan kelakuan kakaknya. Anak kecil itu langsung melengos pergi ke tempat kerjanya semula, sebelum disuruh sang kakak untuk mengambil kantong sampah. Yakni mencabuti rumput liar di pekarangan rumah.
Rara yang sudah tidak aneh dengan sikap adiknya itu langsung berpura-pura membantu, sedangkan Ryan masih diam terpaku. Selama ini, ia memang jarang berkomunikasi dengan Rendi—si pendiam itu. Namun, dia tidak menyangka jika anak itu sedingin salju.
...****...
...To be continued...