Revisi
Ada beberapa hal yang dirasa kurang memuaskan, jadi diputuskan untuk merevisi bagian awal cerita.
Petugas kepolisian Sektor K menemukan mayat di sebuah villa terpencil. Di samping mayat ada sosok perempuan cantik misterius. Kasus penemuan mayat itu nyatanya hanya sebuah awal dari rentetan kejadian aneh dan membingungkan di wilayah kepolisian resort kota T.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bung Kus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perempuan dengan aura harimau
"Kita harus menunggu hasil pemeriksaan dokter jiwa untuk memastikan apakah keterangan Melati bisa dipertanggungjawabkan," ucap Lilis dengan tatapannya yang tajam mengarah pada Andre.
"Emm, aku ingin menanyakan sesuatu padamu. Tapi tolong jangan menertawakanku," ujar Andre tiba-tiba. Lilis mengernyitkan dahi.
"Katakan saja. Tenang saja, jika itu memalukan aku akan mengunci mulutku," sahut Lilis meletakkan tangannya di depan bibir kemudian melakukan gerakan seolah sedang menutup resleting.
"Apakah kamu pernah menangani kasus yang berkaitan dengan ilmu hitam? Apakah kamu percaya dengan ilmu klenik dan sejenisnya?" tanya Andre setengah berbisik. Kening Lilis tampak semakin berkerut.
"Dalam bekerja aku selalu mengedepankan fakta dan logika. Tapi bukan berarti tidak percaya dengan hal-hal yang bersifat mistis," sahut Lilis datar. Ucapan Lilis tersebut membuat Andre terlihat antusias.
"Aku merasa kasus kali ini berhubungan dengan hal mistis. Keterangan Melati, juga firasat yang kudapatkan menjadi dasar pemikiranku," ucap Andre serius.
"Firasat?" Lilis memiringkan kepalanya.
Andre mengambil liontin batu akik yang disimpannya di saku celana. Kemudian menunjukkan pada Lilis. Batu akik yang indah mengkilap, tetapi terdapat retakan melintang di tengahnya.
"Batu ini disebut dengan kecubung wulung. Dipercaya membawa keberuntungan. Batu ini peninggalan almarhum kakekku. Kemarin, tiba-tiba saja batu ini retak tanpa sebab. Sesuatu yang buruk akan terjadi," bisik Andre. Untuk beberapa detik, Lilis membeku. Hingga akhirnya pundak bidangnya berguncang-guncang ringan. Dia tertawa tanpa mengeluarkan suara. Hingga sudut matanya tampak berair.
"Sumpah aku tidak menduga akan ada petugas muda dengan karakter sepertimu." Lilis mengusap matanya.
"Kamu tidak mengerti. Aku dibesarkan oleh seorang Kakek yang memegang teguh prinsip jika ada kehidupan lain yang hanya bisa dilihat oleh mata batin. Dan aku mempercayainya," sergah Andre bersungut-sungut.
"Ya aku pun dibesarkan oleh seorang Ayah yang tidak meninggalkan hal mistis dalam pekerjaannya. Kehidupan kita memang tidak bisa dilepaskan dengan semua itu. Kamu tahu kan Ayahku? Pengusaha nomor satu di kota ini. Kekuatan spiritual tentu dibutuhkan untuk menjadi pendamping dalam langkahnya, mengingat saingan bisnis tidak sedikit dan tentu bukan orang sembarangan. Tapi aku tidak mau terjebak dengan kehidupan yang demikian itu. Sebuah ironi aku malah bertemu denganmu," jelas Lilis terkekeh. Perempuan itu terlihat santai, tetapi kata-katanya terasa mengolok-olok Andre.
Andre dan Lilis saat ini berada di taman bagian depan kantor kepolisian resort kota. Terdapat pohon Ketapang besar di samping kolam ikan khoi dengan airnya yang jernih. Tempat yang memang biasa dimanfaatkan untuk berdiskusi sekaligus bersantai.
Perdebatan Andre dan Lilis akhirnya harus berhenti, saat di kejauhan terlihat Tabah datang dengan cara berjalan yang terseok-seok. Andre buru-buru mendekatinya.
"Kenapa Pak Dhe?" tanya Andre sembari memperhatikan siku Tabah yang robek berdarah.
"Ambilkan kotak P3K," perintah Tabah mengacuhkan pertanyaan Andre.
"Kita ke klinik terdekat saja," sergah Andre. Namun Tabah menampik ajakan juniornya itu.
"Lecet begini hal biasa untuk laki-laki. Barulah nanti jika terserang demam, rasanya mau mati. Begitu kata istriku," seloroh Tabah setengah bercanda. Andre pun tidak berniat memaksa Tabah untuk ke klinik. Dia berlari masuk ke dalam kantor untuk mengambil kotak P3K. Sedangkan Tabah duduk di sebelah Lilis.
"Apa yang terjadi Pak? Bukankah Njenengan bersama Tim yang menyisir sekitar villa?" tanya Lilis. Perempuan itu lebih peduli pada kasus dibanding keadaan polisi senior di hadapannya.
"Villa dijaga oleh beberapa petugas. Sedangkan aku memilih untuk kembali ke kantor karena ingin menanyai satu-satunya saksi pada kasus ini," jawab Tabah. Sekilas dia mengamati Lilis. Tabah mengenali polisi perempuan di hadapannya. Seorang petugas yang memiliki pengaruh besar di kepolisian resort kota. Tentu rasa penasaran terpantik di hati Tabah, kenapa petugas setenar Lilis bersama Andre berduaan di taman?
"Apakah Njenengan yang menjadi penanggungjawab kasus? Ditugaskan oleh Pak Adi?" tebak Lilis, dan langsung dijawab dengan anggukan kepala oleh Tabah.
Andre kembali dari dalam kantor tidak membawa kotak P3K melainkan bersama seorang petugas perempuan seksi kedokteran dan kesehatan. Tabah diminta untuk pergi ke ruang kesehatan.
"Pekerjaan kita banyak Ndre. Cukup ditempel plester lukanya. Tidak perlu ke ruang kesehatan segala," protes Tabah. Namun pada akhirnya petugas bertubuh tambun itu pun menurut. Dia meninggalkan Andre dan Lilis kembali berduaan.
"Seniormu itu ditunjuk menjadi penanggungjawab kasus. Kurasa dia cukup berdedikasi. Di balik perut besarnya, kurasa dia memiliki rasa tanggungjawab yang besar pula," ucap Lilis. Andre tidak mengerti apakah Lilis sedang memuji Tabah atau justru mencemoohnya.
"Aku memiliki satu ide," lanjut Lilis. Ekspresinya terlihat menyeramkan. Seolah perempuan itu sedang merencanakan sesuatu yang berbahaya.
"Apa?" Andre mengernyitkan dahi.
"Aku akan memberikan bantuan padamu dan seniormu itu untuk memecahkan kasus. Tentu kamu membutuhkan informasi-informasi tambahan dari bagian forensik, kedokteran, dan beberapa hal lain yang bisa kudapatkan. Tapi tentu saja ada syaratnya," ucap Lilis memainkan kedua alis.
"Apa? Aku harus mencium kakimu?" tebak Andre asal-asalan. Namun Lilis tidak tertawa dengan gurauan Andre.
"Hah? Beneran?" tanya Andre tak percaya.
"Jika kamu mau aku tidak keberatan sih. Tapi bukan itu. Traktir aku makan malam. Bagaimana?"
Andre pun mengangguk menyanggupi.
"Kuberitahu satu informasi yang baru saja kudapatkan dari unit kedisplinan via aplikasi pesan. Petugas Bhabinkamtibmas wilayah desa Karang sudah sekitar tiga hari tidak masuk kerja. Tanpa alasan. Dan nomornya tidak bisa dihubungi. Mungkin kamu bisa menyelidikinya dari sana terlebih dahulu. Tentu penemuan mayat dan absennya seorang petugas yang bertanggungjawab di wilayah villa bukanlah sebuah kebetulan semata. Bagaimana menurutmu?" tanya Lilis. Kali ini ekspresinya berubah serius. Andre diam tak menyahut.
"Untuk sekarang hanya itu yang kuketahui. Berikan nomormu. Jika sewaktu-waktu ada hal yang penting, akan kukirimkan pesan." Lilis menyodorkan handphone nya pada Andre. Laki-laki itu pun menurut, memasukkan deretan angka pada handphone perempuan sangar di hadapannya.
"Oh ya, sebelum kita berpisah ada satu lagi yang terasa mengganjal di hatiku," ucap Lilis sembari berdiri dari duduknya. Andre menelengkan kepalanya.
"Kamu mengatakan setelah kasus ini berakhir, ingin mengajukan mutasi. Memangnya kamu ingin pindah kemana? Bagaimana dengan keluargamu? Ibumu? Bukankah dia sendirian? Emm jangan terkejut jika aku mengetahui soal keluargamu. Kukatakan jujur saja, saat aku tertarik pada suatu hal maka aku akan mencari tahu tentang hal itu se detail mungkin." Lilis menyeringai.
Andre menelan ludah. Baru kali ini dia bertemu perempuan yang memiliki aura mengintimidasi sekuat itu. Andre bagaikan seekor rusa buruan di hadapan harimau yang lapar.
"Aku memiliki sebuah rumah peninggalan kakek di kota M. Tempatnya sejuk, di tengah kebun apel yang hijau. Udaranya sedingin kota ini, tapi orang-orangnya bagiku memiliki sikap dan pola pemikiran yang berbeda dengan tempat ini. Mereka tidak terlalu mengurusi urusan orang lain. Jadi kurasa aku lebih cocok tinggal disana. Demi kesehatan mentalku," balas Andre bersungguh-sungguh. Lilis mengerti, jika lawan bicaranya itu tidak sedang membual.