Di tengah hiruk pikuk dunia persilatan. Sekte aliran hitam semakin gencar ingin menaklukkan berbagai sekte aliran putih guna menguasai dunia persilatan. Setiap yang dilakukan pasti ada tujuan.
Ada warisan kitab dari nenek moyang mereka yang sekarang diperebutkan oleh semua para pendekar demi meningkatkan kekuatan.
Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang anak yang masih berusia 7 tahun. Dia menjadi saksi bisu kejahatan para pemberontak dari sekte aliran hitam yang membantai habis semua penduduk desa termasuk kedua orang tuannya.
Anak kecil yang sama sekali tidak tau apa apa, harus jadi yatim piatu sejak dini. Belum lagi sepanjang hidupnya mengalami banyak penindasan dari orang-orang.
Jika hanya menggantungkan diri dengan nasib, dia mungkin akan menjadi sosok yang dianggap sampah oleh orang lain.
Demi mengangkat harkat dan martabatnya serta menuntut balas atas kematian orang tuanya, apakah dia harus tetap menunggu sebuah keajaiban? atau menjemput keajaiban itu sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aleta. shy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kitab Alam Suci
DongFa melihat sekitarnya memastikan firasatnya jika memang ada seseorang yang membantu Yuan sehingga pergerakan Xingcho jadi melambat.
"Tuan muda, kita harus pulang" ucap DongFa dengan mata masih terus bergerilya mengitari sekitarnya berusaha membenarkan firasat dalam hatinya.
"Kau pulang saja sendiri!!" teriak Xingcho ketus tidak terima dengan ucapan dari DongFa, dia belum puas menghajar Yuan.
Sementara itu Yuan yang tidak tau apa-apa merasa sangat bingung, kenapa tiba-tiba anak dihadapannya ini seakan susah untuk menggerakkan tubuhnya.
"Ada apa ini?" batin Yuan.
Xingcho langsung memejamkan mata untuk memusatkan semua tenaga dalam kearah kakinya berupaya menetralkan kembali kecepatannya.
Saat pemusatan tenaga dalam dialirkan ke arah kakinya, hal aneh kemudian menimpa Xingcho membuat anak kecil itu kaget bukan kepalang.
"Sial!! Kenapa tubuhku malah jadi kaku begini!!." Pada awalnya gerakan Xingcho hanya melambat, sekarang tubuhnya terasa seperti kaku susah digerakkan.
Tekanan jurus yang tidak tampak dengan mata dan tidak dapat terdeteksi oleh korbannya, sengaja dikeluarkan seseorang dikhususkan untuk Xingcho.
"Ayo tuan muda, kita pulang saja" DongFa segera ingin pergi dari tempat itu. Namun, dia tidak melihat reaksi dari Xingcho. Tubuh kecil itu mematung kaku didepan Yuan.
"Ini tidak baik-baik saja" Gumam DongFa panik.
Tanpa pikir panjang, ketakutan akan kebenaran firasatnya, DongFa segera mendekat kearah Xingcho. Diraihnya tubuh anak kecil itu sebelum berlari menjauhi tempat tersebut menggunakan ilmu meringankan tubuh.
"Mereka kenapa?" tanya Yuan dalam hatinya.
Setelah DongFa dan Xingcho benar-benar pergi dari situ, Yuan sedikit meringis akibat pukulan dari Xingcho tadi.
Kejadian ini membuat tekadnya untuk menjadi orang yang kuat semakin besar. Penindasan yang terjadi padanya sekarang mungkin juga terjadi bagi anak-anak diluar sana yang bernasib sama seperti dirinya.
"Anak itu seperti orang yang tidak waras." Gumamnya pelan.
Semua kejadian barusan, dilihat oleh seseorang yang sengaja bersembunyi dengan menutupi aura keberadaannya.
Desa bunga teratai biru saat ini diisi penuh ketidakadilan yang mana pihak yang berkuasa adalah pihak-pihak yang memiliki hubungan dekat dengan petinggi petinggi desa.
Contohnya Xingcho, dia merupakan cucu kandung dari salah satu Tetua desa Bunga teratai biru yang membuat dirinya semena-mena atas tindakannya terhadap siapapun.
"Anak itu benar-benar tidak tahu malu. Bai Feng sudah gagal mendidiknya. Kadang sayang yang berlebihan juga tidak baik."
Nenek Ling sedari tadi bersembunyi dari arah belakang pohon dengan menyembunyikan aura keberadaannya. Dan dia juga adalah pelaku yang membuat tubuh Xingcho menjadi kaku sepenuhnya tadi. Teknik ini biasa dilakukan pendekar-pendekar tingkat tinggi yang berada ditingkat Pendekar Langit atau diatasnya.
....
Keringat dingin membasahi kening nenek Ling yang sedang terlelap di alam mimpi. Hampir 2 minggu sejak dia mengangkat Yuan menjadi murid, dia sering mendapati mimpi-mimpi aneh dari sosok yang tidak dikenalnya.
Seperti hari-hari sebelumnya, nenek Ling selalu bangun ditengah malam setelah mendapatkan mimpi yang sama dari sosok yang sama. Tapi hingga saat ini dia masih belum mengetahui maksud dari mimpinya itu dan siapa sosok di mimpinya tersebut.
"Apa maksudnya ini? Seperti petunjuk, tapi apa?" Bertanya-tanya.
Nenek Ling mencoba menganalisa arti di mimpinya itu. Bukan sekali dua kali mimpi ini datang kepadanya. Kalau hanya mimpi biasa tidak mungkin sampai berkali-kali seperti ini.
Namun seberapa keras pun nenek Ling mencoba untuk menafsirkan, sama sekali tidak mendapatkan petunjuk.
Nenek Ling menenangkan dirinya mencoba berfikir jernih.
"Apakah ini ada kaitannya dengan Yuan?"
Nenek Ling langsung teringat akan anak kecil yang sudah mengisi hatinya itu. Setelah mengingat kalau dia sekarang sudah mempunyai seorang murid, entah mengapa tiba-tiba saja hatinya seakan menjadi senang sekali.
Apalagi muridnya itu adalah sosok yang mempunyai sopan dan santun. Dan jujur saja dalam hatinya, dia sudah menyayangi Yuan seperti anaknya sendiri.
"Semoga umurku cukup untuk membuat anak itu menjadi orang yang hebat." Nenek Ling menatap kosong kedepan memikirkan kesehatannya yang sekarang sedikit demi sedikit mulai menurun. Tubuhnya tak sekuat dulu lagi pada saat masa jaya-jayanya menjadi seorang pendekar.
...
Sebuah pecahan kitab kuno dari kitab seribu jurus yang berhasil dikuasai oleh seorang pendekar sekte aliran hitam membuat gempar seluruh dunia persilatan.
Kitab yang didapatkan dari salah satu perguruan sekte aliran putih yang walaupun hanya beberapa pecahan, mampu membuat seseorang mencapai level tingkat Pendekar alam hanya dalam kurun waktu yang terbilang singkat.
Semenjak kejadian itu, semua orang berlomba-lomba untuk mendapatkan pecahan kitab tersebut dan juga kitab-kitab lainnya yang masih menjadi misteri. Walaupun tidak terperinci dengan jelas dimana keberadaan kitab-kitab tersebut, mereka dari kelompok aliran hitam melakukan segala cara dengan memanfaatkan apapun untuk mendapatkan informasi.
Setiap kitab mempunyai tingkatan dan nilai yang berbeda beda. Puluhan tahun, ratusan tahun hingga ribuan tahun. Secara umum ciri-cirinya masih dipertanyakan setiap individu yang ingin mendapatkannya karena belum seorang pun yang dengan pasti mengetahuinya.
Dalam satu kitab kadang terdapat pecahan pecahan yang tidak saling menyatu. Adapun sebab dan alasannya masih belum diketahui. Contohnya seperti yang terjadi saat ini, seorang yang hanya mendapatkan salah satu dari pecahan kitabnya saja, tetapi mampu meningkatkan levelnya berada ditingkatan Pendekar alam.
Tidak hanya itu, disebutkan jika semua kitab memiliki jiwa yang terhubung didalamnya. Lagi dan lagi belum tau lebih jelas maksud jiwa seperti apa yang disebutkan itu.
Sebuah rahasia besar yang masih menjadi misteri bagi para pendekar yang haus dengan kekuatan.
Apakah akan tetap menjadi misteri?
Perbincangan hangat atas keberhasilan seseorang yang mampu meningkatkan level kekuatannya yang berada di tahap Pendekar alam selalu menjadi topik utama setiap pembahasan dari kelompok tertentu.
Ditengah perbincangan hangat tentang hal itu, di suatu desa wilayah kekuasaan Kerajaan Hua seorang perempuan tua tengah sekarat menunggu maut menjemput dirinya.
Seorang perempuan yang memiliki 2 anak yang cukup berbakat dalam ilmu beladiri. Seorang perempuan yang selalu dianugerahi keberuntungan selama hidupnya, sekarang sudah terbaring dengan sangat lemah diatas ranjangnya.
Namun sebelum nafasnya betul-betul berhenti, perempuan tua itu menyerahkan sebuah buku usang peninggalan dari kakek buyutnya kepada salah seorang anaknya.
Anak perempuannya.
"Perdamaian yang akan dipertaruhkan jika jatuh ditangan yang salah."
Sebuah buku usang. Tampilan depannya tidak menunjukkan jika buku itu tampak berharga. Namun siapa sangka, jika buku yang dimaksud adalah sebuah buku berbalut kitab yang sangat dicari oleh semua pendekar-pendekar didunia persilatan ini.
"Carilah orang yang tepat untuk kekuatan besar ini. Maafkan ibu yang sengaja menyembunyikan hal ini dari kalian berdua."
"Namun, dengan keadaan dunia yang sekarang, ibu berharap kamu bisa mempelajarinya Ling."
"Tapi...." Perempuan itu menatap anaknya penuh dengan penyesalan. Kenapa pada awalnya dia tidak menyerahkan kekuatan besar ini kepada salah satu anaknya.
"Kamu bahkan adikmu sudah melewatkan satu dari tiga syarat untuk mempelajari isi kitab ini."
"Maafkan ibu...."
"Ibu mohon maafkan ibu nak" Raut wajah perempuan itu terlihat begitu menyedihkan. Sementara anak perempuannya itu terus menggelengkan kepalanya seraya menangis menggenggam erat tangan ibunya serta sesekali menciumnya, merasa ini bukan kesalahan perempuan itu.
Mata perempuan itu perlahan tertutup rapat menghembuskan nafas terakhirnya dengan tenang dipangkuan salah satu anak kandungnya.
"Tidak, ibu!!!!!!!....." Anak perempuan itu berteriak kencang atas kepergian ibunya.
"Ibu!!!"
Nenek Ling terlonjak kaget dari ranjang tidurnya. Ternyata dia hanya bermimpi. Mimpi yang sebelumnya memang sebuah kenyataan.
Mimpi lagi mimpi lagi.
"Aku bermimpi lagi" batinnya seraya menghela nafas kasar. Nenek Ling bangun dari posisi baringnya meraih sesuatu dibalik alas tidurnya.
Sebuah buku berbalut kitab yang bersampulkan kulit hewan terlihat begitu usang nya.
"Kitab ini," Nenek Ling kembali melihat sudut demi sudut kitab tersebut. Tatkala waktu pertama kali dia melihat kitab itu, dia merasa ada kekuatan besar yang tersembunyi didalamnya.
Sampai pada akhirnya berdasarkan informasi yang didapatkannya, kalau kitab yang berada ditangannya ini adalah sebuah kitab kuno langka berusia ribuan tahun yang untuk mempelajarinya harus sesuai persyaratan yang tertera di kitab tersebut, tentu berbeda dengan kitab-kitab lainnya yang bisa diakses secara umum.
Selama kitab ini berada ditangannya, berbagai upaya paksa nenek Ling lakukan untuk membukanya, namun yang didapatkannya adalah sebuah kehampaan. Jiwanya yang haus akan kekuatan dipatahkan oleh syarat yang harus dipenuhi untuk membuka isi kitab tersebut. Bahkan untuk melihat celah dari lembaran kitab itupun dia tidak bisa melakukannya.
KITAB ALAM SUCI, tertera di depan buku yang bertuliskan dengan bahasa kuno yang mungkin bagi orang biasa tidak bisa mengartikannya karena tulisannya tampak jauh berbeda dengan gaya tulisan di zaman sekarang.
Nenek Ling kemudian meraba-raba titik-titik kecil dibawahnya, yang mana pada umumnya digunakan untuk setiap orang tunanetra untuk membaca tulisan tersebut, dan disitulah terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi seseorang jika ingin membuka isi dari KITAB ALAM SUCI.
Dari kecilnya, nenek Ling gemar sekali dengan berbagai jenis ilmu-ilmu. Dia sudah mempelajari hal yang menurutnya perlu untuk dipelajari termasuk bahasa-bahasa kuno serta bahasa-bahasa isyarat yang mana semua itu guna untuk menambahkan wawasan dan kualitas hidup serta pengetahuan ilmu beladiri nya.
Baik dari sekte aliran putih dan hitam sepakat kalau perlu lebih banyak wawasan dalam belajar ilmu beladiri, bukan hanya mengandalkan kekuatan fisik saja karena terbukti jika setiap ilmu beladiri yang dipelajari, memerlukan kombinasi keduanya agar lebih mudah mengakses kekuatan-kekuatan yang tersembunyi.
"Aku sangat berharap jika anak itu bisa menguasai dan mengendalikan kekuatan besar ini. Sudah saatnya memanfaatkan kekuatan yang ada demi perdamaian."
Jika sebelumnya kebanyakan pendekar sekte aliran putih lebih memilih untuk menjaga warisan leluhur mereka berupa kitab-kitab kuno dari sekte aliran hitam, sekarang sudah saatnya bagi mereka membuka pikirannya supaya lebih melihat kedepan. Tidak ada salahnya memanfaatkan sesuatu yang berharga jika memang sangat diperlukan seperti halnya saat ini.
Pendekar pendekar aliran hitam semakin gencar memperdalam semua jenis ilmu beladiri, apapun itu. Mereka pendekar aliran putih seharusnya membuang pikiran kuno dan sifat naif mereka untuk mengantisipasi hal buruk yang akan terjadi kedepannya.
"Semoga saja." Nenek Ling menatap KITAB ALAM SUCI penuh dengan harapan.
"Akan aku maksimalkan semua tenagaku untuk melatih anak kecil itu. Demi perdamaian yang akan dipertaruhkan, aku bersumpah akan menjadikan nyawaku sebagai tameng jika memang harus dikorbankan untuk membuat anak itu bisa mempelajari kitab ini."
Matanya bersungguh-sungguh dengan sumpah yang barusan diikrarkan oleh lisan dan diyakinkan oleh hatinya.