Perjalanan Cinta Alwi yang harus terhalang oleh restu dari orang tua Bunga yang merupakan anak dari pensiunan tentara.
Semenjak ayahnya meninggal, Kehidupan Alwi sangat penuh dengan ujian karena dia harus merawat ibunya yang sedang dalam keadaan sakit dan harus berobat jalan. Dia tak bisa melanjutkan kuliah karena biaya.
Alwi hanya bekerja sebagai seorang office boy di salah satu kantor.
Dia harus bisa mencari uang untuk kehidupannya sehari-hari, biaya berobat ibunya, dan juga menabung untuk mimpi pernikahannya dengan Bunga..
Dibalik susahnya Alwi, ada sosok perempuan cantik bernama Salma yang setiap hari mengurus Ibu Alwi yang sedang sakit dengan sangat tulus, hingga suatu hari ibunya ingin sekali Alwi mempunyai perasaan kepada Salma karena ibu nya tau kisah cinta Alwi dan Bunga takkan bisa di satukan.
Apakah Alwi akan memiliki Bunga yang dia anggap sebagai cinta sejati ?, atau Salma yang semakin hari semakin menunjukkan ketulusan cintanya.
mari ikuti kisahnya !!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tresna Agung Gumelar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kegalauan Alwi Dan Juga Bunga
Sementara itu semenjak kepergian Alwi dari rumahnya, Bunga kini murung di dalam kamarnya, dia hanya bisa menangis dengan perasaan hati yang sangat sakit. Kemudian tak lama dihampiri oleh papanya sambil membuka pintu.
"Bunga. Ayo kita makan dulu sayang!"
Di sini Bunga menjawab dengan spontan dan sedikit keras.
"Aku gamau makan, lebih baik aku mati sekalian."
"Bunga, papa ngelakuin ini semua untuk kebaikan kamu juga. Apasih yang kamu harapkan dari si Alwi?, sadar Bunga! Dia itu gapunya apa-apa."
"Aku nggak nyangka ternyata sifat asli papa seperti ini ya sekarang, aku kangen papa yang dulu yang selalu nurutin apa yang aku mau."
"Kamu habis diapain sih sama anak itu?, sampe tergila-gila kaya gini, ayo bilang sama papa kamu sudah ngapain saja sama si Alwi?"
"Papa ngomong apa sih? Alwi itu anak baik-baik dia sangat menyayangiku, aku memilih Alwi karena aku yakin dia bisa jadi suami yang bisa membawa dan menuntunku ke arah yang lebih baik lagi."
"Halah, sekarang kamu bisa bicara seperti itu, nanti setelah menikah kamu pasti banyak menderitanya, pekerjaannya saja nggak punya jenjang, apalagi kamu harus ikut merawat ibunya yang penyakitan itu."
"Papa ko tega ya bicara seperti itu, sejak kapan papa ngajarin aku untuk merendahkan status orang?. Aku kecewa sama Papa."
"Kamu makin kesini makin membantah ya kalau Papa bilangin, sekali-kali kamu memang harus dikasih pelajaran."
Ketika papanya mau mendekati Bunga dengan penuh amarah, tiba-tiba mamanya yang sedang memperhatikan mereka dari belakang langsung menahan papanya.
"Cukup!" Ucap Mamanya bunga yang membuat suasana langsung menjadi hening.
"Papa mending sana keluar! Bunga anak ku juga jadi jangan sekali-kali papa coba kasar sama dia."
"Kok kamu jadi belain anak ini sih?"
"Aku bilang kamu keluar!"
Papanya pun langsung terdiam dan menuruti kemauan mamanya, mamanya langsung menutup pintu kamar kemudian menghampiri bunga dan langsung memeluknya.
Bunga menangis di pelukan mamanya dia berbicara sambil tersedu-sedu.
"Mah, tolongin Bunga Mah, bantu Bunga!"
"Udah sayang kamu tenang dulu ya, ada Mama disini."
"Aku gamau di jodohkan, aku cuma pengen menikah dengan Alwi gamau dengan yang lain."
"Sini sayang dengerin Mama. Kamu itu anak satu-satunya, bukannya mama juga gamau merestui hubungan kalian, mama suka sama Alwi, dia anak yang baik dan sangat menyayangi kamu. Tapi pernikahan itu beda jauh seperti disaat kamu pacaran seperti sekarang, bukan hanya sekedar cinta yang di perlukan, Mama sama Papa cuma gamau kalian nanti kesusahan, Alwi juga pasti mengerti ko dan pasti paham dengan semua ini."
"Tapi kan Alwi mau berusaha Mah, dia juga pasti nggak mungkin diam terus, aku tahu kok Alwi orangnya seperti apa, dia pasti mau melakukan apa saja untuk berjuang mempertahankan aku."
"Kasian Alwi sayang, dia kan harus merawat Ibunya, kalau kalian menikah tetapi Alwi masih seperti itu yang ada nanti kamu jadi menambah beban untuk dia, kamu sayang kan sama Alwi?, biarin dia juga hidup tenang dan fokus dulu terhadap Ibunya."
"Tapi aku mau ko nunggu sampai Alwi siap, kapan pun itu. Mama tolong aku, bantuin aku bicara sama papa, aku nggak mau kalau sampai aku akhirnya di jodohkan dengan orang lain."
"Yasudah, sekarang kamu tenang dulu ya, papa kamu masih emosi, nanti mama bakal bicara baik-baik sama dia."
"Tapi mama janji bakal bantuin aku?"
"Iya, nanti mama bantuin pasti, sekarang kamu makan ya! nanti mama ambilkan makanannya ke sini biar kamu makan di sini saja."
"Hmmm iya Mah."
Mamanya pun pergi dan tak lama kembali lagi sambil membawakan sepiring makanan dan segelas air minum.
"Ayo makan dulu sayang."
"Gamau mah aku gak laper."
"Udah jangan dipikirin dulu, Mama suapin yaa. Ayooo!"
"Hmmmmm."
Akhirnya Bunga disuapi oleh mamanya, lama-lama hatinya luluh dan sedikit tenang.
"Dulu terakhir mama nyuapin kamu pas masih SD, tak terasa ya sekarang anak Mama udah sebesar ini, cantik banget lagi persis kaya mama waktu muda."
"Bohong. Pasti lebih cantik aku."
"Hmmm, mama itu dulu jadi rebutan tahu di sekolahan."
"Ih centil. Tapi mama bukan playgirl kan waktu dulu?"
"Enak aja. Mama itu setia orangnya, tapi mama gak pernah pacaran sih"
"Lah aneh bagaimana mau setia kalau gak pernah pacaran?"
"Mama itu dulu waktu sekolah cuma suka sama satu cowok, tapi si cowoknya gak pernah mau respons sampai akhirnya kita lulus terus gak pernah lagi mama ngelihat dia."
"Lah katanya mama jadi rebutan, masa yang rebut mama gak ada yang ganteng satu pun selain cowok itu?"
"Tapi kan cowok yang Mama suka lebih ganteng dari yang lain."
"Seganteng apa sih? Papa juga kalah gitu?"
"Ah papa kamu mah gak ada apa-apanya."
"Ihhh. Aku bilangin loh nanti."
"Ehh jangan dong. Itu kan waktu dulu. Hmmm."
"Lagian. Tapi kalau sama Alwi gantengan mana?"
"Hmmm bagaimana ya? seimbang sih kayanya."
"Ih jangan-jangan Mama juga suka lagi ya sama Alwi?"
"Yee ngaco ah, yang ada nanti si Alwi digantung sama Papa kamu kalau Mama suka sama dia."
"Haha jangan dong."
"Oh iya kerjaan kamu bagimana di kantor? Baik-baik saja kan sayang?"
"Em, biasa aja sih Mah lancar-lancar aja."
"Syukur deh kalau gitu, maafin mama sama papa ya, kamu sekarang jadi tulang punggung keluarga."
"Gapapa ko Mah, itu kan udah tugas aku sebagai anak"
"Alhamdulillah, baik banget anak mama ini"
"Hmmm Amin"
Sementara di tempat Alwi dan ibunya
Kini Alwi mengajak ibunya makan diluar dengan sepeda motornya dan mampir di sebuah warung sate. Alwi menyuruh ibunya duduk sedangkan dia yang memesan.
Setelah selesai akhirnya mereka pun makan sama-sama. Mereka makan dua porsi sate Ayam.
"Ibu kalau mau nambah bilang saja ya sama Alwi, ibu harus makan yang banyak."
"Iya sayang, makasih ya sudah mau ajak ibu ke sini."
"Iya sama-sama Bu. Oh iya Bu, kayanya Alwi mau nerusin kuliah lagi deh Bu."
"Hmm. Tapi biayanya bagaimana Wi?"
"Tabunganku yang aku kumpulkan untuk menikah mending aku pakai untuk nerusin kuliah lagi Bu."
"Terserah kamu Wi, mudah-mudahan setelah selesai kuliah kamu mendapatkan pekerjaan yang lebih baik ya Wi."
"Aamiin Bu, ibu selalu doain Alwi ya, cuma doa dari ibu yang bisa ngebantu Alwi."
"Ibu pasti selalu doain kamu sayang, Ibu juga yakin suatu hari nanti kamu bisa menemukan kebahagiaan kamu sendiri, kamu jangan terlalu pedulikan omongan orang di luar sana ya nak."
"Iya Bu, tapi syaratnya Ibu juga harus sembuh, ibu harus semangat, aku ingin kita berdua hidup bahagia walaupun tanpa sosok Ayah lagi, kita mulai dari awal lagi ya Bu, insyaallah kita bisa bangkit Bu walaupun perlahan."
"Ibu bersyukur banget mempunyai anak baik sepertimu, orang yang sudah merendahkan mu hanya orang yang menilai mu dari sebelah mata saja, mereka pasti akan menyesal sudah merendahkan mu."
"Udah Bu ah jangan dibahas lagi, aku baik-baik saja ko Bu, mulai hari ini aku mau fokus sama ibu, ibu harus sembuh ya janji sama Alwi."
"Hmmm. Iya sayang."
Alwi pun makan sambil menyenderkan kepala di lengan ibunya. Hanya ibunya saat ini yang bisa menenangkan fikiran nya, walaupun sesekali dia masih kepikiran tentang kabar Bunga di sana bagaimana.
Singkat cerita Alwi dan ibunya pun sudah berada dirumah kembali.
Setelah sampai, Alwi langsung menyuruh ibunya istirahat dan tidur. Sedangkan Alwi di kamarnya masih merenung sambil memandangi foto Bunga di handphone-nya.
Sebenarnya Bunga menelfon dan Chat kepadanya berkali-kali, tetapi Alwi tak menghiraukannya, dia sudah merasa tak ada gunanya lagi untuk mengabari Bunga.
Kini Alwi juga makin sadar bahwa dia memang tak pantas untuk Bunga. Alwi sesekali hanya bisa meneteskan air mata.
Sebelum tidur, dia juga sempat keluar kamar dan menengok ibunya yang sedang tertidur, Alwi memandangi ibunya dengan penuh harapan agar ibunya cepat sembuh.
Ibunya Alwi ini terkena penyakit stroke, tetapi akhir-akhir ini sudah mendingan. Dulu sampai gak bisa jalan tetapi Alwi membawa dan merawatnya untuk berobat jalan dan melakukan terapi.
Ibunya sakit semenjak kepergian Ayahnya Alwi kala itu. Mungkin karena fikiran juga. Soalnya semua hartanya habis kala itu ketika harus merawat Ayahnya Alwi beberapa tahun.
Alwi menutupi tubuh ibunya dengan selimut sambil berkata dalam hatinya.
"Sehat-sehat terus ya Bu, Alwi janji bakal merawat ibu sampai kapan pun, Alwi juga gamau ibu terlalu khawatir terhadap Alwi. Alwi harus buat ibu bahagia terus walaupun seadanya, tapi Alwi janji bakalan rubah kehidupan kita seperti dulu lagi, Alwi harus bangkit."
Alwi kemudian menutup pintu kamar ibunya rapat-rapat dan dia juga akhirnya istirahat untuk tidur.
Keesokan harinya.
Hari ini terasa berbeda untuk Alwi dan Bunga, Alwi berangkat sendiri tanpa menjemput Bunga seperti hari-hari sebelumnya.
Ditempat kerja, Alwi bekerja seperti biasa tetapi dia sempat melamun di dalam pantry sambil memandangi Foto Bunga di handphonenya yang masih dia jadikan wallpaper.
Tiba-tiba saja ada salah satu karyawan perempuan bernama Laras menengok Alwi perlahan yang masih memandangi foto Bunga...
"Ehmmmm. Ehmmm. Siapa tuh Wi?"
"Ehh Bu Laras, kaget aku."
Alwi pun langsung memasukan handphone nya ke dalam saku celana.
"Mata kamu merah banget Wi, habis begadang atau habis nangis?"
"Ah masa sih Bu?, mungkin saya kurang tidur sih."
"Ah enggak, enggak, ini sih kelihatannya habis nangis nih, ada bengkak-bengkaknya gitu, raut muka juga gabisa dibohongi sih."
"Ah Ibu ,hmmm."
"Kenapa sih Wi?, cerita lah kali saja saya bisa bantu."
"Ah gapapa ko Bu, lagian gak pantes saya cerita sama Bu Laras juga."
"Kamu ini ya, ayo cerita saja saya kan sudah lumayan lama kenal sama kamu di kantor ini. Kalem saja Wi semua orang pasti punya masalah ko, saya juga kalau ada masalah kadang suka minta pendapat kan sama kamu."
"Hmmm. Biasa lah Bu masalah hubungan."
"Sama perempuan yang ada di handphone kamu tadi?"
"Iya Bu."
"Kenapa Wi?, ada masalah apa?. Kalau laki-laki sudah menangis sih pasti masalahnya lumayan serius."
"Saya gak direstui Bu sama papanya Bunga"
"Ohh jadi namanya Bunga, loh alasan nya kenapa Wi sampe gak di restui gitu?"
"Katanya sih saya itu gak pantes buat Bunga. Tau sendiri kan Bu kerjaan saya aja cuma OB disini, ya tapi saya sadar sih untuk saat ini saya memang gak pantes buat Bunga."
"Ya ampun cuma gara-gara itu?, memang kalian sudah berapa lama pacaran?"
"Sudah empat tahun lebih Bu."
"Ya lama lah Wi. Memangnya dia orang berada?"
"Ya begitu lah Bu, papanya pensiunan tentara, jadi mana mau lah anaknya dinikahkan dengan saya yang seperti ini."
"Ya elah, suami saya aja dulu mantan sopir orang tua saya, tapi kalau kita jalanin sama-sama bisa ko, orang tua nya saja itu mah masih jadul pemikirannya."
"Ya kan setiap orang beda-beda Bu hmmm. Dulu suami Bu Laras berjuangnya bagaimana untuk dapetin Bu Laras? Pasti sulit kan dia juga?"
"Iya sih, tetapi Papa saya gak seperti itu maen larang begitu saja, dia selalu kasih kesempatan buat suami saya, suami saya selalu berjuang sampai akhirnya dia kerja sambil kuliah dan setelah itu ikut kerja dengan papa saya sampe sekarang."
"Tuh kan beda Bu, Minggu lalu saya juga pernah dikasih kesempatan dan dikasih waktu selama setahun untuk mengubah hidup, tetapi tiba-tiba semalam saya gaboleh nemuin Bunga lagi dan dia bilang kalau Bunga sudah dijodohkan dengan anak temannya."
"Hmmm. Itu sih namanya harapan palsu. Kamu gaboleh nyerah begitu saja Wi harus bangkit. Oh iya bukannya kamu dulu sempet kuliah kan?"
"Iya saya sempat kuliah Bu, tapi cuma 6 semester, saya terpaksa gak bisa lanjutin lagi karena harus merawat ibu juga yang waktu itu sakit parah"
"Hmmm gitu ya. Memangnya Ibu kamu sakit apa Wi?"
"Dulu semenjak Ayah meninggal, ibu tiba-tiba tekanan darahnya selalu tinggi mungkin karena pikiran juga. Soalnya kita kehabisan segalanya untuk keperluan berobat ayah waktu itu sampai-sampai harus menjual rumah, lalu akhirnya ibu stroke dan gak bisa jalan waktu itu, makanya saya gak bisa nerusin kuliah untuk menemani dan merawat ibu berobat jalan dan terapi juga."
"Ya Allah."
"Tetapi Alhamdulillah akhir-akhir ini Ibu sudah mulai normal lagi Bu, rencananya sih bulan depan saya mau kuliah lagi soalnya kata dokter pas periksa terakhir ibu sudah sangat membaik tinggal jaga pola makan dan jangan banyak pikiran."
"Ya Allah, kamu ini anak yang berbakti banget ya Wi, saya sudah bisa baca kepribadian kamu sih dari cara kerja kamu yang cekatan dan rapi, sepertinya kamu juga anak yang lumayan pintar saya perhatiin. Kamu kuliah ngambil jurusan apa sih Wi?"
"Saya ngambil jurusan Teknik mesin Bu."
"Ohh teknik mesin, kebetulan banget ya."
"Maksudnya Bu?"
"Bentar-bentar nanti saya tanya deh sama papa saya juga sama suami saya, kali saja ada lowongan di kantornya, soalnya suami saya juga sama Wi jurusannya sama kamu, dia sudah jadi supervisor engineering sekarang, dengar-dengar sih kemarin ada anak buahnya yang keluar karena kasus pencurian. Tapi kamu mau gak kalau misalnya ada lowongan ditempat kerja suami saya?"
"Tapi kan saya masih D3 Bu. Emangnya bisa?"
"Kamu ini, ya mudah-mudahan aja bisa, jangan apa-apa ngeluh dulu makanya ya."
"Hmmm. Iya Bu saya mau."
"Makanya udah sekarang jangan murung begitu, harus semangat, kamu gausah mau sama perempuan yang orang tua nya hanya memandang sebelah mata seperti itu."
"Hmmm."
"Kamu ini anak baik Wi ganteng lagi, gak akan susah kamu nyari perempuan lagi, nanti juga bakal dapat gantinya yang lebih baik lagi, perempuan masih banyak di dunia ini Wi gausah takut kehabisan."
"Hmmm iya Bu, makasih ya Bu Laras udah mau merhatiin saya, kirain saya Bu Laras itu galak, ternyata saya salah selama ini."
"Ohh gituu. Jadi selama ini kamu anggap saya perempuan galak di kantor ini?"
"Hehe becanda Bu, bukan galak tapi tegas maksudnya. Di sini kan pada takut sama Bu Laras, apalagi kan Bu Laras pengaruh banget sama karier karyawan yang ada di sini."
"Ah kamu ini, udah ah ya, tuh jadi lupa kan saya ke sini mau apa tadi."
"Ah Bu Laras paling mau minta dibikinin teh hangat. Iya kan?"
"Oh iyaa. Tahu aja kamu Wi."
"Tenang saya buatin Bu, yang sepesial deh teh nya tenang aja."
"Mana ada teh spesial, ada-ada saja kamu ini, yaudah nanti kamu antar saja ya ke ruangan saya, oh iya nanti saya minta dibeliin makan siang ya ini uangnya sekalian kamu juga beli nih buat makan siang kamu, udah sekarang lanjut kerja lagi gausah mikirin apa-apa. Oke."
"Hmmm baik Bu, sekali lagi makasih banyak ya Bu."
"Iya sama-sama Alwi. Yaudah saya tinggal ya."
"Iya Bu silakan."
mungkinkah aku meminta,,
kisah kita selamanya,,,
tak terlintas dalam benakku, bila hariku tanpamu,,
Sabar ya Wi, semua itu ujian
aku mampir Thor, semangat🔥
kenalin aku author baru nih🤗
/Smug/