Di sebuah SMA ternama di kota kecil, siswa-siswi kelas 12 tengah bersiap menghadapi ujian akhir. Namun, rencana mereka terganggu ketika sekolah mengumumkan program perjodohan untuk menciptakan ikatan antar siswa. Setiap siswa akan dipasangkan dengan teman sekelasnya berdasarkan kesamaan minat dan nilai akademis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AYANOKOUJI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 14
Ketika mereka akhirnya pergi tidur, baik Andi maupun Putri merasa lebih ringan. Mereka tahu bahwa keputusan besar masih menanti, tetapi mereka juga yakin bahwa mereka akan menghadapinya bersama-sama.
Beberapa minggu berlalu, dan keluarga kecil ini mulai menjajaki berbagai opsi. Mereka berkonsultasi dengan perusahaan tempat mereka bekerja tentang kemungkinan bekerja jarak jauh atau transfer ke kantor cabang di Jakarta. Mereka juga mulai mencari informasi tentang sekolah internasional di Jakarta untuk Amira.
Suatu hari, Andi menerima telepon dari ibunya di Jakarta. Kondisi kesehatannya membaik, tetapi ia mengungkapkan keinginannya untuk lebih sering bertemu dengan cucunya. Pembicaraan ini semakin memperkuat keinginan Andi dan Putri untuk menemukan solusi yang bisa membuat mereka lebih dekat dengan keluarga di Indonesia.
Sementara itu, Amira mulai menunjukkan minat yang lebih besar terhadap budaya Indonesia. Ia sering meminta Andi dan Putri untuk bercerita tentang masa kecil mereka di Indonesia, dan bahkan mulai belajar lagu-lagu daerah Indonesia dari video di internet.
Suatu malam, ketika mereka sedang makan malam bersama, Putri tiba-tiba mendapat ide.
"Bagaimana kalau kita coba tinggal di Jakarta selama satu tahun?" usulnya. "Kita bisa menyewa rumah di sana, Amira bisa masuk sekolah internasional, dan kita bisa bekerja jarak jauh. Setelah satu tahun, kita evaluasi lagi."
Andi terlihat tertarik dengan ide ini. "Itu bisa jadi solusi yang baik. Kita bisa merasakan seperti apa tinggal di sana tanpa harus membuat keputusan permanen."
Mereka lalu menanyakan pendapat Amira. Gadis kecil itu terlihat bersemangat dengan ide tersebut. "Apa itu artinya aku bisa bertemu nenek dan kakek setiap hari?" tanyanya dengan mata berbinar.
Andi dan Putri tertawa. "Ya, sayang. Kau akan bisa bertemu mereka lebih sering," jawab Andi.
Dalam beberapa minggu berikutnya, mereka mulai membuat rencana konkret. Mereka berbicara dengan atasan mereka tentang kemungkinan bekerja jarak jauh selama setahun, mencari sekolah yang cocok untuk Amira, dan mulai mencari rumah sewa di Jakarta.
Proses ini tidak selalu mudah. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan dan diatur. Namun, setiap kali mereka merasa kewalahan, mereka mengingatkan diri sendiri tentang tujuan mereka: untuk memperkuat ikatan keluarga mereka dan memberikan Amira kesempatan untuk lebih mengenal budaya dan keluarga besarnya di Indonesia.
Akhirnya, setelah berbulan-bulan persiapan, mereka siap untuk memulai petualangan baru mereka. Pada hari keberangkatan mereka ke Jakarta, Andi, Putri, dan Amira berdiri di bandara Berlin, tas-tas mereka sudah siap.
"Siap untuk petualangan baru kita?" tanya Andi, menggenggam tangan Putri dan Amira.
Putri mengangguk dengan senyum lebar. "Siap. Apa pun yang terjadi, kita hadapi bersama."
Amira melompat-lompat dengan gembira. "Ayo kita
Amira melompat-lompat dengan gembira. "Ayo kita pergi!" serunya dengan penuh semangat.
Mereka melangkah memasuki pesawat, hati dipenuhi campuran antara kegembiraan dan sedikit kecemasan. Perjalanan panjang ke Jakarta memberi mereka waktu untuk merenung dan mempersiapkan diri untuk babak baru dalam hidup mereka.
Setibanya di Bandara Soekarno-Hatta, mereka disambut oleh orangtua Andi dengan pelukan hangat. Air mata haru mengalir saat Amira berlari memeluk neneknya yang sudah lama tidak ia temui. Momen itu menegaskan bahwa keputusan mereka untuk pindah sementara ke Jakarta adalah pilihan yang tepat.
Minggu-minggu pertama di Jakarta penuh dengan penyesuaian. Andi dan Putri harus beradaptasi dengan perbedaan waktu saat bekerja jarak jauh dengan tim mereka di Berlin. Amira memulai sekolah barunya, yang meskipun menantang pada awalnya, ia mulai menikmatinya karena bisa bertemu dengan teman-teman baru dari berbagai latar belakang.
Namun, tidak semua berjalan mulus. Putri, yang sudah lama tinggal di luar negeri, kadang merasa kewalahan dengan hiruk-pikuk Jakarta. Andi juga harus menyeimbangkan waktu antara keluarga intinya dan orangtuanya yang ingin sering bertemu.
Suatu malam, setelah Amira tidur, Andi dan Putri duduk di balkon apartemen mereka, memandangi pemandangan kota Jakarta yang berkilauan.
"Bagaimana menurutmu sejauh ini?" tanya Andi sambil menggenggam tangan Putri.
Putri menghela nafas panjang. "Jujur? Ada saat-saat aku merindukan ketenangan Berlin. Tapi melihat Amira begitu bahagia bisa dekat dengan neneknya... itu membuat semuanya terasa sepadan."
Andi mengangguk. "Aku mengerti. Ini memang bukan keputusan mudah, tapi aku yakin kita bisa melaluinya bersama."
Seiring berjalannya waktu, mereka mulai menemukan ritme baru dalam kehidupan mereka di Jakarta. Andi dan Putri mulai menikmati kembali makanan-makanan Indonesia yang mereka rindukan. Mereka juga mulai mengajak Amira mengeksplorasi berbagai tempat di Jakarta dan sekitarnya di akhir pekan.
Enam bulan berlalu, dan mereka mulai merasa lebih nyaman dengan kehidupan mereka di Jakarta. Amira fasih berbahasa Indonesia, dan hubungannya dengan kakek neneknya semakin dekat. Andi dan Putri juga mulai mempertimbangkan kemungkinan untuk memperpanjang masa tinggal mereka di Jakarta.
Namun, takdir sepertinya punya rencana lain. Suatu hari, Andi menerima tawaran untuk memimpin proyek besar di kantor pusat Berlin. Ini adalah kesempatan besar yang sulit untuk ditolak.
Malam itu, Andi dan Putri kembali duduk di balkon mereka, menghadapi dilema baru.
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Putri, suaranya penuh keraguan.
Andi menggenggam tangan Putri erat. "Aku tidak tahu. Tapi apa pun keputusan kita, kita akan menghadapinya bersama, seperti yang selalu kita lakukan."