Bagaimana rasanya menikah dengan orang yang tidak kita kenal?
Baik Arsya maupun Afifah terpaksa harus menerima takdir yang telah di tetapkan.
Pada suatu hari, ayah Afifah di tabrak oleh seorang kakek bernama Atmajaya hingga meninggal.
Kakek tua itupun berjanji akan menjaga putri dari pria yang sudah di tabraknya dengan cara menikahkannya dengan sang cucu.
Hingga pada moment di mana Afi merasa nyawanya terancam, ia pun melakukan penyamaran dengan tujuan untuk berlindung di bawah kekuasaan Arsya (Sang suami) dari kejaran ibu mertua.
Dengan menjadi ART di rumah suaminya sendirilah dia akan aman.
Akankah Arsya mengetahui bahwa yang menjadi asisten rumah tangga serta mengurus semua kebutuhannya adalah Afi, istrinya sendiri yang mengaku bernama Rere?
"Aku berteriak memanggil nama istriku tapi kenapa kamu yang menyahut, Rere?" Salah satu alis Arsya terangkat.
"Karena aku_" Wanita itu hanya mampu berucap dalam hati. "Karena aku memang istri sahmu, pak Arsya"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 13
Ganti pov ya, dan ini pov Afifah.
Malam, hawa dingin semakin menusuk hingga ke tulang, aku dan pak Arsya masih duduk di teras samping rumah sembari berbincang. Sesekali pandanganku terarah ke langit menatap bintang yang berkelip sangat indah, begitu juga priaku, dia malah lebih sering mendongak dan melihat ke atas dengan raut wajah yang tampak lelah. Mungkin pak Arsya sudah mengantuk, tapi tidak bisa tidur karena ada banyak hal yang sedang dia fikirkan. Berbeda denganku yang baru saja bangun, aku sama sekali tidak mengantuk.
Andai saja dia tahu kalau yang duduk dengan jarak tak kurang dari dua meter ini adalah istrinya, apa yang akan dia lakukan?
Jika melihat ekspresinya, pak Arsya seperti butuh teman atau pundak untuk bersandar.
Jelas bahwa saat ini pria di sampingku tengah meras bersalah, terutama pada almarhum kakek Atmajaya.
Memberitahu padanya sekarang tentang aku, sepertinya jug nggak mungkin. Selain aku belum menyusun rencana selanjutnya, aku ingin lihat bagaimana usahanya dalam mencariku.
Hanya terpaksa karena di atas sebuah janji, atau memang ah.. Tidak, aku tidak mau memberikan harapan besar pada diriku sendiri meski aku sangat ingin dia juga menyukaiku jika melihatku.
Mendesah pelan, sepasang telingaku mendengar helaan nafas panjang dari mulut pak Arsya bersamaan dengan ku yang juga tengah menghirup udara dalam-dalam.
Sedetik kemudian, aku memberanikan diri menyerukkan suaraku.
"Kalau boleh saya tahu_" Ucapku sedikit ragu. "Apa rencana pak Arsya selanjutnya, kemana pak Arsya akan mencarinya?"
"Tunggu Beno dulu sepertinya, Re"
"Tadi pak Arsya bilang pernikahan bapak terjadi karena perjodohan dan juga dadakan, pak Arsya belum tahu seperti apa wanita yang sudah bapak nikahi, itu artinya tidak ada cinta di antara kalian"
"Aku tidak begitu percaya dengan cinta" Celetuknya ringan. "Dua insan bersama karena mereka saling membutuhkan"
"Kenapa?" Spontan aku menoleh ke kanan. Di lihat dari samping, sungguh pak Arsya bisa di katakan sebagai pria idaman setiap wanita. Tampan, kaya raya dan pintar.
"Jaman sekarang para wanita hanya mau hartanya saja, entah kalau lelaki yang mereka cintai bangkrut atau jatuh miskin. Masihkan seorang istri mencintai suaminya?" Pak Arsya tersenyum miring sebelum kemudian kembali berucap. "Kebanyakan tidak. Begitu pula dengan pria, mereka mungkin hanya butuh pelukannya saja"
"Tidak semua, bahkan ibuku masih mencintai ayahku meski beliau tak punya apa-apa"
"Itu bagus, dan ayahmu beruntung memiliki istri seperti ibumu. Kalau masih ada perempuan seperti itu, boleh juga di jadikan pertimbangan"
"Pak Arsya sudah menikah, jangan mempertimbangkan wanita lain selain istri bapak" Aku menatapnya lebih dalam lagi. "Apa pak Arsya termasuk tipe pria yang pak Arsya katakan tadi?"
"Entahlah, aku bisa menjawab jika sudah hidup bersama dengan istriku, mungkin kalau ada kenyamanan bisa dikatakan cinta, bukan sebatas nafsu"
"Apa pak Arsya ingin melihat istrinya dan mencoba hidup dengannya?"
Pak Arsya membalas tatapanku dengan menolehkan wajah ke kiri "Tentu saja, aku sudah janji sama kakekku, dan pantang buatku mengingkari janji"
"Kalau dia jelek gimana?"
"Cinta nggak bisa di paksa, kan? dan cinta itu ada karena hal pertama yang para pria lihat adalah fisiknya, beda dengan wanita. Mereka justru melihat pria dari hartanya, tulusnya, atau kenyamanannya. Banyak kan pria jelek tapi istrinya cantik, nggak menampik kalau mereka mau karena mungkin meskipun jelek tapi banyak uang"
"Iya juga, si. Tapi juga nggak sedikit kok, pria tampan, istrinya nggak cantik"
"Sebenarnya semua tergantung diri masing-masing" Balas pak Arsya, mengalihkan kembali atensinya ke arah depan. "Kalau aku pribadi si tergantung pasangannya gimana, bisa memberikan kenyamanan, kebahagiaan atau enggak"
Kembali hening, menurutku pria sesimple pak Arsya sepertinya mudah di bujuk.
"Oh ya, besok pagi masak buat sarapan agak banyak ya, Beno mau sarapan di sini"
"Baik, pak"
"Okay, nggak terasa sudah malam banget, istirahatlah, dan nggak perlu bangun terlalu pagi. Aku nggak ke kantor"
"Siap, pak"
"Makasih sudah bersedia menemaniku"
"Sama-sama, pak. Saya senang bisa menemani bapak"
Pria itu tersenyum tipis, dan aku langsung pergi meninggalkannya.
Entah seperti apa isi hati pak Arsya saat ini.
****
Semalam aku baru bisa tidur kembali sekitar pukul empat pagi dan bangun pada pukul enam.
Mengobrol dengan pak Arsya sungguh membuatku merasa tenang dan damai, berada di rumah ini aku merasa terlindungi dari mata jahat ibu mertuaku sendiri.
Beruntung saat itu aku mendengar apa yang dia katakan. Kalau tidak, aku pasti tidak akan mencegah Rere untuk bekerja di sini
Bisa jadi saat ini aku berada dalam kejaran bu Prilly, atau mungkin dia sudah menyekapku dan memberiku pilihan antara mati atau pergi dari kehidupan putranya.
Melihat bagaimana pak Arsya begitu baik memperlakukanku, dan sikap acuhnya terhadap nona Silvia, kepercayaan diriku agaknya sedikit bertambah. Aku harus terus meyakinkan diri sendiri, kalau pak Arsya akan bisa menerimaku, bahkan tidak bisa hidup tanpaku.
Itu artinya aku harus memberikan kenyamanan, kebahagiaan serta memperlakukannya dengan tulus. Dan semua itu nggak ada sulitnya bagiku, Aku pasti bisa.
Tiba-tiba suara bel pintu memantikku berhenti memotong tomat, oto 6matis aku langsung beranjak untuk membukakan pintu.
Ketika pintu terbuka, sosok Beno berdiri tepat di depan pintu, dia langsung terpaku begitu melihatku.
"Siapa kamu?" Tanyanya dengan sorot bingung.
"Saya Rere, pak" Jawabku tak berani menatap kilat matanya. Takut kalau-kalau Rere yang asli berbohong, bahwa antara Beno dengan dirinya belum pernah bertemu.
"Oh, ART baru?"
"Benar, pak"
"Cantik banget" Lirinya seraya berjalan melewatiku. "Pak Arsya di mana?"
"Masih di kamar, pak. Sepertinya memang belum bangun" Aku yang mengekor di belakang pak Beno mendadak berhenti karena pria di depanku juga menghentikan langkahnya dan langsung berbalik menghadapku.
"Belum bangun?" Timpalnya, melirik ke arah tangga. "Tidak biasanya pak Arsya belum bangun di jam seperti ini, dia selalu rutin berolahraga setiap pagi"
"Mungkim tadi malam tidak bisa tidur, pak. Jadi belum bangun"
Pria itu bukannya langsung merespon kalimatku, tapi malah menatapku dengan sorot aneh.
"Kok tahu kalau pak Arsya tidak bisa tidur?" Tanyanya, mengernyitkan dahi.
"Semalam kami sempat mengobrol di teras sampai pukul satu, pak"
"Pak Arsya pasti memikirkan nona Afi" Gumamnya. "Siapa namamu, tadi?"
"Rere, pak"
"Buatkan saya dan pak Arsya teh chamomile, kamu sudah tahu kan kalau bos kita suka teh itu"
"Belum, pak" Sahutku jujur. Aku memang belum tahu apa saja yang suamiku sukai. Aku yang tak pernah bertanya soal itu, dan pak Arsya sendiri tak pernah memberitahuku apa yang dia sukai. Aku hanya tahu kalau dia suka semua makanan, terutama cap-cay.
"Okay, nggak apa-apa. sekarang sudah tahu, kan?"
"Sudah, pak"
"Teh itu harus selalu ada di meja makan setiap pagi, ya"
"Baik" Kepalaku mengangguk ramah.
"Saya ke atas dulu"
"Silakan, pak"
Beno, benar-benar tidak tahu ART yang sudah dia pilih sendiri, padahal seharusnya poto Rere yang asli ada di biodata yang agenci kirim ke emailnya.
Semoga saja dia nggak menyadarinya.
Bersambung.
"
semoga end nya nanti sudah baikan semua 😊