Ana terpaksa menikah dengan seorang pria lumpuh atas desakan ibu dan kakaknya demi mahar uang yang tak seberapa. Pria itu bernama Dave, ia juga terpaksa menikahi Ana sebab ibu tiri dan adiknya tidak sanggup lagi merawat dan mengurus Dave yang tidak bisa berjalan.
Meskipun terpaksa menjalani pernikahan, tapi Ana tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri dengan ikhlas dan sabar. Namun, apa yang didapat Ana setelah Dave sembuh? Pria itu justru mengabaikannya sebagai seorang istri hanya untuk mengejar kembali mantan kekasihnya yang sudah tega membatalkan pernikahan dengannya. Bagaimana hubungan pernikahan Ana dan Dave selanjutnya? Apakah Dave akan menyesal dan mencintai Ana? atau, Ana akan meninggalkan Dave?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Butuh Bantuanmu
Pagi itu, matahari baru saja muncul, menciptakan sinar hangat yang menyentuh tanah dengan lembut. Andre, seperti biasa, datang ke rumah Dave untuk mengantarkan laporan yang harus segera diserahkan. Pria itu terlihat sibuk memeriksa file di tangannya, langkahnya ringan namun penuh tujuan.
Namun, ketika ia melangkah menuju pintu rumah, tiba-tiba Ana muncul di depan pintu rumah. Wanita itu tampak gelisah, wajahnya sedikit pucat seperti seseorang yang baru saja melalui percakapan yang tidak menyenangkan.
“Andre, aku perlu berbicara denganmu,” kata Ana, suaranya terdengar cemas.
Andre menyadari ada sesuatu yang tidak beres, lalu berhenti dan menatap Ana dengan perhatian. “Ada apa, Ana? Kenapa terlihat cemas seperti itu?” tanyanya.
Ana menarik napas dalam-dalam, lalu menghela nafas panjang. “Tadi malam, Lusi dan Lisa datang ke rumah Dave,” ujar Ana, “Mereka datang dengan maksud yang tidak baik, Andre. Mereka mencoba memaksaku untuk bekerja sama dengan mereka menyingkirkan Dave. Mereka bilang mereka bisa memberikan banyak keuntungan jika aku membantu mereka.”
Andre terkejut, tatapannya menjadi tajam, dan untuk sejenak ia terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja didengar. “Apa yang mereka minta?” tanya Andre, suara sedikit serak.
“Mereka ingin aku membantu mereka agar untuk menyingkirkan Dave. Tapi aku menolak, Andre, aku benar-benar menolak,” Ana menjelaskan dengan nada penuh kepanikan.
Andre mengerutkan kening, rasa marah dan kecewa muncul di wajahnya. “Mereka benar-benar berani melakukan itu?” katanya, nada suara Andre semakin tegas. “Ana, kau sudah melakukan hal yang benar dengan menolaknya.”
Namun, melihat kegelisahan Ana, Andre menyadari bahwa ini bisa berbahaya jika sampai Dave mengetahui. Ia menghela napas, berpikir sejenak.
“Dengar, Ana, jangan beri tahu Dave tentang hal ini. Aku tahu kau ingin melindunginya, tapi saat ini, kita harus berhati-hati. Kalau Dave tahu, ini hanya akan memperburuk keadaan,” kata Andre, matanya tajam, “Aku akan cari cara untuk menangani ini.”
Ana mengangguk ragu, matanya masih penuh kebingungan dan ketakutan. “Tapi, Andre… mereka mengancam. Aku tidak tahu apa yang bisa mereka lakukan.”
Andre meletakkan tangan di bahu Ana, mencoba memberi sedikit rasa tenang. “Kau tidak sendirian dalam hal ini. Aku akan memastikan kau dan Dave aman, tapi kita perlu hati-hati. Jangan beri tahu Dave dulu, biar aku yang urus ini.”
Ana menatapnya dengan penuh harapan, meskipun masih merasa cemas. Ia mengangguk, lalu melangkah mundur sedikit memberi jalan agar Andre bisa masuk. “Terima kasih, Andre. Aku akan mengikuti saranmu.”
Dengan tatapan khawatir yang masih ada di wajah Ana, Andre melanjutkan langkahnya menuju pintu rumah. Meskipun ia berjanji akan membantu, ia tahu bahwa ancaman yang datang dari Lusi dan Lisa bukan hal yang mudah untuk dihadapi.
Ana kembali berdiri di depan pintu rumah, memandangi Andre yang menghilang ke dalam rumah, merasa sedikit lebih tenang namun masih waspada terhadap bahaya yang mungkin datang di depan.
___
Sementara itu, Lusi tiba di rumah Ratna. Wajahnya tampak tegang, penuh tekad, seperti seseorang yang tengah membawa rencana penting. Lusi mengetuk pintu dengan suara halus, dan setelah beberapa detik, Ratna membuka pintu dengan ragu.
“Nyonya Lusi? Ada apa datang pagi-pagi seperti ini?” tanya Ratna dengan nada sedikit curiga, tapi juga tak bisa menutupi rasa penasaran.
“Aku butuh bantuanmu,” jawab Lusi, suaranya rendah, tapi penuh rasa urgensi. “Aku tahu kau tidak akan menolak jika aku menawarkan sesuatu yang besar.”
Ratna mengernyitkan dahi, matanya sedikit curiga, namun mendengarkan lebih lanjut.
“Apa yang kau inginkan?” tanya Ratna akhirnya.
“Ana,” Lusi mulai dengan tegas. “Aku ingin kau memaksa Ana untuk bekerjasama dengan aku. Aku tahu dia memiliki pengaruh pada Dave, dan aku membutuhkan dia untuk menyingkirkan Dave dari jalan kami.”
Ratna terdiam, mencerna perkataan Lusi. Lusi melanjutkan dengan tawaran menggoda.
“Aku tahu kau butuh uang. Aku bisa menjanjikanmu banyak uang, Ratna. Lebih banyak dari yang bisa kau bayangkan. Dan juga, aku bisa bantu Rani, anakmu. Aku bisa membuat dia menjadi artis terkenal, sesuai dengan cita-citanya. Aku tahu dia punya bakat, dan aku bisa membuatnya terkenal.”
Mendengar tawaran itu, mata Ratna berbinar. Uang dan kesuksesan untuk anaknya—dua hal yang sangat ia inginkan. Ia sempat terdiam sejenak, berpikir keras. Rani, anaknya, yang selalu punya mimpi besar untuk menjadi artis, pasti akan senang sekali dengan kesempatan ini.
“Apa yang kau ingin aku lakukan?” tanya Ratna akhirnya, suaranya lebih tegas kini, seolah sudah memutuskan untuk terlibat.
Lusi tersenyum puas, merasa tawarannya berhasil menjangkau hati Ratna. “Aku ingin kau mendekati Ana, Ratna. Paksa lah dia untuk bergabung dengan kami. Jika dia tidak mau, maka kita bisa ancam dia. Kalau perlu, kita buat dia takut. Ana punya banyak cara untuk menyingkirkan Dave karena saat ini dialah satu-satunya orang yang dekat dengan Dave."
Ratna mengangguk pelan, rencana itu semakin jelas di benaknya. “Aku akan lakukan itu. Aku akan pastikan Ana masuk dalam rencanamu."
Saat itu, Rani, anak perempuan Ratna yang sudah mendengar percakapan dari luar, masuk dengan wajah penuh harapan. “Apa yang terjadi, Bu? Kenapa Ibu sepertinya setuju dengan rencana itu?” tanyanya penuh antusias.
Ratna menatap Rani dengan serius. “Ini kesempatanmu, Ran. Ini kesempatanmu untuk bisa jadi artis terkenal, yang selama ini kau impikan. Kita akan bantu Lusi. Dan, kita akan pastikan Ana ikut dengan kita.”
Rani tersenyum lebar, sangat senang mendengar hal itu. “Aku akan lakukan apa saja, Bu,” jawab Rani dengan penuh semangat. “Terima kasih, Bu. Ini akan menjadi kesempatan emas!”
Lusi, yang melihat Rani yang begitu antusias, mengangguk puas. “Baiklah, kalau begitu. Segera lakukan. Ana harus bekerja sama dengan kita jika kita ingin memastikan bahwa Dave tak akan menghalangi jalan kita.”
Dengan janji uang dan kesuksesan untuk Rani, Ratna dan Rani berkomitmen untuk menekan Ana agar bergabung dengan mereka. Lusi kembali tersenyum licik, merasa bahwa segala sesuatu berjalan sesuai rencana. Kini, hanya tinggal menunggu reaksi Ana yang pasti akan digertak untuk bergabung dalam permainan licik ini.
"Itu artinya kita akan mengorbankan Ana sekali lagi?" ujar Rani setelah Lusi pergi.
"Walaupun harus berkali-kali, yang penting kita mendapatkan keuntungan," jawab Ratna yang sama sekali tidak memiliki hati.
Entah sampai kapan Ratna bersikap pilih kasih seperti ini kepada kedua anaknya, Rani dan Ana?
Rani tersenyum-senyum sendiri, ia sudah tidak sabar dikenal sebagai artis terkenal. "Anggap saja Ana adalah keberuntungan bagi kita. Wajar saja kalau Ana berkorban sebab pengorbanannya untuk keluarga," ucap Rani yang tak tahu diri.