Semua KARENA Kamu

Resmi sudah Ryan dan Zahra menjadi pasangan suami istri. Kini resepsi pernikahan mereka tengah digelar. Sejak tadi pagi para pasangan pendamping pengantin ikut bersibuk.

Ada Okan dan Windi, Abra dan Irena, Esra dan Tommy. Ikut serta juga Ratu dan Rinjani.

Berulang kali Okan harus bermain peran, agar tidak terlihat jika dirinya sedang sakit hati melihat kemesraan Esra dan Tommy. Abra, Irena dan Windi, berulang kali mencoba mengalihkan perhatian Okan.

"Brengsek...!" umpat pelan Okan yang bisa didengar Windi, kala pria itu melihat Tommy dan Esra berdansa dengan Tommy yang mencium pipi Esra.

"Mau dansa atau keluar...?" tanya Windi mencoba mengalihkan perhatian Okan.

"Ikut gue..!" ucap Okan menarik tangan Windi perlahan.

Okan membawa Windi masuk kekamar yang memang dikhususkan hanya untuk Okan. Kebetulan resepsi pernikahan itu digelar dihotel milik Abimana.

"Okan..!" lirih Windi kala Okan menghimpit tubuhnya dibelakang pintu yang sudah tertutup.

"Maaf Win, maaf..! gue butuh pelampiasan." ucap Okan sebelum ia menghisap bibir Windi.

Cumbuan pun tak terelakan. Bahkan Okan dan Windi saling membantu melepas rajutan benang ditubuh keduanya.

"Win...!" rancu Okan mendesah kala bibirnya bermain dileher Windi. Sementara tangan wanita itu sudah bergerak aktif dileher naga.

Okan pun tak mau kalah, ia kini bermain main diarea dada Windi. Gerakan keduanya semakin liar saja.

"Okan..!" geram Windi saat bibir dan lidah Okan bermain main dipuncak dadanya.

Masih dengan saling mencumbu, Okan menggiring raga polos Windi keatas ranjang. Dan kini pergerakan mereka semakin liar serta memanas.

"Enggak tahan Win, puasin gue dulu ya..?" ucap parau Okan berniat bergeser dari atas tubuh Windi.

"Lakuin aja Okan..!" ucap Windi menghentikan pergerakan Okan.

"Enggak mau..!" tolak tegas Okan "please Win, ada cara lain."

Windi akhirnya menuruti, kini ia sudah berada diatas tubuh Okan. Memberi kepuasaan bagi pria yang nyatanya sudah menjadi bagian dari hatinya.

"Dikit lagi Win..!" seru geram Okan menikmati sentuhan Windi dileher naga.

"Windi....!" erangan Okan menggema, pertanda ia sudah sampai dititik pelepasan.

Setelah reaksi pelepasannya usai, Okan kembali menggerayangi tubuh Windi untuk memberikan kepuasan bagi wanita itu.

Semua bagian tubuh Windi tidak lepas dari jangkauan bibir, lidah dan jari jemari Okan. Tubuh Windi menggeliat, meliuk indah dibawah pencahayaan temaram.

"Okan...!" alunan suara merdu, terus terucap dari pita suara Windi.

Tak butuh waktu lama, lolongan kenikmatan Windi nyanyikan. Nafas terengah, keringat turut mengalir, menjadi saksi pergulatan saling memuaskan tanpa adanya penyatuan.

"Maaf Win, maaf. Gue enggak bisa nahan untuk enggak menyentuh loe. Gue ternyata masih butuh pelampiasan begini." ucap Okan memeluk Windi.

"Enggak apa apa, perjanjiannya kan gue enggak boleh sama yang lain..?" ucap Windi membalas memeluk Okan.

Mereka kini sudah sama sama berbaring hanya dengan berbalut selimut.

"Tapi kalau sama suami loe nanti ya boleh lah, enggak akan gue larang. Dosa gue nambah jadi banyak yang ada." balas Okan.

"Gue boleh nanya hal privasi enggak..?" tanya Windi dnegan hati hati.

"Apa...?"

"Loe dulu selalu bersikap manis begini sama semua temen tidur loe..?"

Okan terkekeh "emang kaya gini bersikap manis..?"

"Iya..!" sahut Windi mengecup dada bidang Okan.

"Enggak, gua mana ada manis manisnya sama mereka. Masuk kamar, perang kasur, selesai pulang. Enggak sampe ngobrol gini apa lagi jalan bareng."

"Ah, gue jadi berasa cewek paling spesial deh." Windi terkekeh.

"Jujur ya Win, loe cewek pertama yang bikin gue enggak bisa berbuat lebih selain Esra. Loe menyadarkan gue dari semua kelakuan bejad gue. Gue nyaman Win sama loe, tapi gue enggak bisa cinta sama loe apa lagi ngerasain cemburu. Maaf ya Win..?"

"Kenapa mesti minta maaf..? gue malah seneng loe jujur. Asal loe tau, gue beruntung bisa kenal sama loe. Loe menyelamatkan keperawanan gue, walau menodai tubuh gue." Windi terkekeh dan menular kepada Okan.

"Loe merubah hidup gue, terutama dari ekonomi. Sekarang orang tua gue enggak perlu capek capek kerja kepanasan yang hasilnya kadang enggak menghasilkan apa apa. Semua berkat loe Okan..!"

"Semua karena kebaikan loe juga Win. Janji ya..? apa pun yang terjadi nanti, loe harus baik baik aja, loe harus hidup bahagia, dan keperawanan loe harus untuk suami loe." kata Okan mencium puncak kepala Windi.

"Begitu juga sama loe ya..? apa pun yang terjadi nanti, loe harus baik baik aja, loe harus bahagia. Semoga loe bisa bersatu sama Esra, kalau pun dia bukan takdir loe. Semoga loe segera dipertemukan sama wanita yang terbaik buat loe dan keluarga loe. Jangan lupa sama gue ya..?" balas Windi.

"Enggak dong..!" jawab Okan.

Disaat Okan dan Windi mulai bersiap kembali keballroom hotel, Esra dan Tommy tengan bertengkar hebat. Pasalnya Esra mendapati Tommy sedang melakukan panggilan telefon mesra dengan seseorang.

Bahkan Esra sempat berbicara dengan si penelpon, yang mengaku jika dia adalah tunangan Tommy.

"Yang, dengerin aku dulu. Aku bisa jelasin semuanya." ucap Tommy menghiba.

"Apa yang mau kamu jelaskan lagi..? semua udah jelas loh. Percuma juga kamu mau beralibi apa, karena aku lebih percaya ucapan wanita itu."

"Dia memang tunangan aku yang, tapi aku terpaksa. Aku cinta sama kamu, aku sayang sama kamu. Justru aku pengen kamu bantuin aku untuk membatalkan perjodohan ini, aku pengen menikahnya sama kamu." jujur Tommy.

Tangis Esra tumpah "jahat kamu, ternyata kamu cuma memperalat aku aja."

"Enggak, aku enggak memperalat kamu. Aku beneran cinta sama kamu yang. Aku ingin pertunangan itu batal, aku dijodohin. Please yang, bantu aku. Aku pengen menikahnya sama kamu, aku sayang banget sama kamu." ucap Tommy dengan mata berembun.

"Aku kecewa sama kamu, hubungan kita berakhir." tegas Esra berlalu pergi, mengabaikan seruan Tommy.

Pesta kebahagiaan Ryan dan Zahra, nyatanya adalah pesta luka bagi Esra juga Okan. Jika Okan terluka karena Esra, justru Esra terluka karena kekasihnya.