"Jadilah kuat untuk segala hal yang membuat mu patah."
_Zia
"Aku mencintai segala kekurangan mu, kecuali kepergian mu."
_Darren
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DIRGA & ZIA
...RINTIK HUJAN
...
Hari ini Zia baru saja selesai dengan ujian sekolahnya, seperti hari-hari sebelumnya. Dirinya pulang dengan angkutan umum, dia tak pernah diantar oleh Darren. Dia enggan meminta karena suaminya itu kadang sangat pagi sudah berangkat kerja.
Karena merasa bosan. Zia memainkan ponselnya, hingga tak menyadari sebuah mobil terparkir tepat didepannya.
“Kham.”
Zia mengalihkan pandangannya, menatap sosok pria yang mungkin seumuran dengan suaminya. Zia segera menunduk.
“Kau Zia? Benar?” Tanya pria itu. Berdiri didepan Zia, jika di lihat dari dekat perempuan ini benar-benar cantik. Tapi sayang, kau benar-benar bodoh Darren batinya.
Zia mengangguk. “Iya, maaf anda siapa?” Tanyanya pelan.
Pria itu tersenyum, ah suaranya sangat lembut. “Ah saya? Saya sahabat suamimu, perkenalkan saya Dirgantara. Panggil saja Dirga.”
Ya dia Dirgantara, tujuannya mendekati istri dari musuhnya. Untuk menjatuhkan Darren secara perlahan lewat istrinya.
“Dirga? Apa itu benar?” Tanya Zia. Sedikit ragu, sebeb yang dia tau hanya Antoni dan Nando sebagai sekertarisnya.
“Tentu saja, saya rekan bisnisnya.” Jawab Dirga seadanya. “Apa kau tak pulang? Ini hampir petang.” Lanjutnya.
Zia menatap sekitar, benar ini sudah sore. Astaga bahkan dia tak sadar waktu, bisa-bisa Darren marah karena dirinya lambat pulang.
“Maaf, seperti aku harus permisi duluan.” Ujar Zia. Segera berdiri, tapi sebelum itu.
“Jika kau terburu-buru, kau bisa menumpang di mobilku. Saya bisa mengantar mu, lagian saya juga ingin bertemu dengan Darren.” Ucap Dirga. Ini kesempatan baik, untuk memanas-manasi Darren. Mengatakan kepadanya, bahwa dia tak main-main.
Zia tentu saja bingung, dia harus segera pulang. Jika dia menerima tawaran Dirga, dia takut dengan suaminya. Mereka bukan muhrim, berduaan didalam mobil patinya menimbulkan fitnah.
Dan dia tak mungkin pergi berdua disaat dia dan Darren sedang mengalami masa sulut, bisa-bisa Darren semakin marah padanya.
“Bagaimana? Jika kau menunggu angkutan umum, kau bisa malam sampai. Tapi jika kau ingin bersama ku juga tak masalah, jika tak ingin ikut juga tida apa-apa.” Jelas Dirga.
Zia bimbang, haruskah dia menerimanya? Tapi dia takut dengan dosa, takut dengan murka suaminya. Tapi jika tak ikut pulang bersama Dirga, bagaimana dia pulang sedangkan angkutan umum saja tak satupun yang lewat.
“Aku.”
“Jika kau takut dengan suamimu, maka biar ku kabari untuk mu.” Tawar Dirga. Mengeluarkan ponselnya, lalu menelpon Darren. Dan itu semua hanyalah kebohongan, dia tak benar-benar menghubungi Darren.
“Aku bersama istrimu, dia menunggu angkutan umum. Tapi, tak ada satupun yang lewat. Jadi aku menawarkan diri untuk mengantarnya, apakah boleh?” Kata Dirga. Dia memang pintar berakting.
Zia diam, hatinya ragu.
“Baiklah, terimakasih sudah mengizinkan. Kututup telponnya.”
Setelah itu. Dirge menatap Zia, sungguh miris. Dia benar-benar percaya dengannya.
“Bisa, suamimu memberi izin. Jadi bagaimana?”
Zia menatap sekitarnya. Jika benar Darren mengizinkannya, dia tak bisa menolak. Beribu maaf terucap dalam hatinya untuk Darren karena telah pulang dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, walaupun Darren sudah mengizinkannya.
“Iya.” Jawab Zia.
Dirge tanpa pikir panjang, membuka pintu mobil di bagian penumpang.
Mereka akhrinya pergi, meninggalkan sekolah yang sudah sepi. Dalam mobil hanya ada keheningan, taka da yang memulai obrolan. Zia diam, memandang ibukota Jakarta yang ramai.
***
Zia menutup pintu mobil Dirga, tak lupa mengucapkan terimakasih pada pria itu. Dirga tersenyum licik.
Zia berjalan buru-buru masuk kedalam rumah, hingga saat membuka pintu utama dirinya dikagetkan dengan Darren yang tiba-tiba saja menariknya dengan keras.
“Astagfirullah mas, sakit.” Kata Zia lirih.
Darren menarik Zia kedalam kamar perempuan itu, menghampaskannya kelantai hingga Zia meringis.
“Kau suda berani bermain dibelakang saya? Apa selama ini kau menajdi wanita jalang?” Darren murka.
Plak
Zia tentu saja kaget, apakah yang dimaksud oleh suaminya?
“Ma-aaf mas.”
Darren berjongkok didepan Zia, mencengkram dagu Zia, menatap tajam wanita yang selalu membuatnya emosi.
“Kau menjijikkan Zia! Berani sekali kau bermain di belakang saya! Dibayar berapa kamu dengan laki-laki itu? Ha?”
Zia menggeleng, sebenarnya Darren kenapa? Mengapa dia emosi.
“Ampun mas.”
Plak
“Katakan, siapa laki-laki itu ha? Kau memang wanita jalang!” Ujar Darren.
Setelah pilang darinya pulang, dia tak melihat Zia dirumah. Namun, saat dirinya duduk dibalkon kamarnya. Dia melihat mobil yang dimana Zia turun dari mobil itu.
“Aku bukan perempuan seperti itu mas, hiks-hiks.” Zia berusaha membela dirinya.
“Lalu siapa yang mengantar mu pulang?” Darren masih tersalut emosi. Entahlah dia tak tau kenapa dengan dirinya.
“Dia teman kamu mas, dia menghubungi mu tadi.” Kata Zia.
Darren tak paham. “Jangan membohongi ku Zia! Anton tak pernah menghubungiku. Jelas sekali kau memang jalang!”
Plak
“Untuk mu karena terlambat pulang!”
Plak
“Karena kau sudah berani!”
Plak
“DASAR WANITA JALANG! WANITA MENJIJIKKAN!”
Darren menampar Zia tanpa balas kasih. Zia hanya diam, tenaganya tak cukup melawan dirinya sudah biasa dengan ini.
Darren benar-benar tersalut emosi, dia bahkan mencekik leher Zia tanpa memperdulikan Zia yang merintih atas perbuatannya.
“M-a-ma-as to-l-long.” Zia benar-benar merasa sakit.
Darren menatap tajam Zia. “Saya tidak peduli. MATI SAJA KAU SIALAN! WANITA JALANG!”
Bugh
Darren membanting kepala Zia ke lantai cukup keras, setelah itu meninggalkan Zia yang enatah sadar atau tidak. Dirinya tidak peduli.
Zia tidak sadarkan diri, didalam kamarnya yang minim dengan cahaya. Lagi-lagi menjadi saksi betapa kejamnya suaminya sendiri, entah kesalahan apakah yang dilakukan perempuan cantik itu hingga harus mengalami penyiksaan oleh suaminya sendiri.
Darren kembali kemarnya, menatap kedua telapak tangannya. Apakah dia terlalu kejam? Hati dan otaknya tidak sejalan. Hatinya sedikit goyah dan pikirannya tak peduli, egonya memang sudah mendarah daging.
“Aku tak peduli, jika dia mati. Bukankah aku bebas?”
Darren menatap bintang-bintang, bulan yang bersinar terang. Udara malam yang terasa sejuk, sebulan ini dia belum mendapatkan kabar dari David.
“Aku merindukan mu.”
***
Kunci kebahagian rumah tangga adalah bersyukur dengan yang kita miliki, dan kunci keharmonisan rumah tangga adalah komunikasi, kejujuran dan saling percaya merupakan beberapa hal yang menjadi pondasinya.
Kehidupan rumah tangga tidak selamanya berjalan mulus dan terkadang ada waktunya pasangan berselisih paham. Lalu bagaimana jika satu pasangan yang dari awal membina rumah tangga mereka bahkan tak memiliki hubungan baik.
Zia terbangun dari lantai yang dingin itu, tubuhnya sakit. Kapalanya terasa sangat berat, menatap sekitarnya. Dirinya memeluk erat kedua lututnya, menangis dalam diam, malam yang sunyi.
“Abi, umi. Zia capek, aku pengen nyerah abi hiks-hiks.”
“Mas Darren jahat, hiks.”
Zia menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangannya, menangis tanpa mengeluarkan suara itu benar-benar menyakitkan.
Pernikahan yang awalnya dikira baik-baik saja, malah sebaliknya. Mengalami penyiksaan dari suami sendiri, bermain tangan, hingga batinnya pun mengalami luka.
Zia memegang teguh kalimat dari Ali Bin Abi Thalib.
“Ketika kamu ikhlas menerima semua kekecewaan hidup, maka Allah akan membayar tuntas semua kecewamu dengan beribu-ribu kebaikan.”
Kedua temannya sering mengatakan pada dirinya. Kehidupannya sangat beruntung bisa menikah dengan laki-laki yang mapan, tapi pada kenyataannya kekayaan bukan segala-galanya. Tak menjamin bahwa rumah tangga mu baik-baik saja.
Zia mengusap kasar air matanya, ini tenga malam. Dia harus segera membereskan dirinya, dia ingin mengadukan semuanya pada tuhannya.
“Ya Allah, bagaimana bisa manusia lemah sepertiku bertahan dari rasa sakit yang terus bertubu-tubi menusuk hati dan jiwaku. Apakah aku benar-benar dekat denganmu, aku pikir setelah setelah rasa sakit itu terasa. Aku jelas mengadu kepada mu, aku tak menganggap bahwa diriku rapuh dan lemah ini sendirian. Engkau lah tuhan yang selalu menguat kan ku ketika aku terjatuh, runtuh dan terpuruk sekalipun. Banyak ego yang aku kesampingkan, aku hanya mendengarkan intuisi untuk sekedar bertahan dari segala derita yang ku alami.”
Air mata jatuh tak terbendung lagi, dirinya memang lemah saat mengadu dan bercerita banyak kedapa tuhannya.
“Untuk diriku sendiri, maaf sering ku ajak memaklumi semua hal-hal yang sebenarnya sering membuatmu luka. Aku seperti biasa meminta padamu, aku hanya ingin suamiku mampu menerima diriku. Aku mampu bertahan karena keyakinanku padamu Ya Allah jika engkau mampu membalikkan perasaan suamiku, aku hanya ingin suamiku mengakui keberdaanku. Jadi tolong, buat hati ku kuat, buat batin dan fisik ku kuat.”
Semua lantunan do’a itu terdengar tulus. Dari luar seorang dengan jelas mendengar setiap lantunan do’a itu, hatinya merasa bergetar dan jantungnya berdetak tak karuan. Istrinya hanya meminta dirinya untuk mengakui keberadaan dirinya.
Darren merasakan aneh pada tubuhnya, apakah selama ini dirinya begitu kejam? Mengabaikan seorang yang sudah jelas menjadi pendamping hidupnya, lalu mengharapkan seorang yang bahkan dia tak tau dimana keberadaannya atau apakah seorang itu masih mengharapkannya.
“Apakah aku manusia paling kejam?”
dan akhirnya cerita pun tamat.
moga ada karya yg lain ya Thor 🙏🥰
lanjut Thor,,,
moga Darren bener" insyaf ga ada lagi kdrt.