Jatuh ke danau setelah tahu pacarnya berkhianat, Juwita malah dibawa melintasi waktu ke abad sebelumnya. Abad di mana kerajaan masih kokoh berdiri. Peradaban dunia kuno yang masih kental, yang tentunya tidak terjamah oleh teknologi modern sedikitpun.
Di dunia kuno ini, Juwita malah memasuki tubuh seorang putri cantik yang sangat dicintai oleh seorang adipati. Sayangnya, sang putri malah mencintai pria lain. Tidak sedikitpun menganggap indah keberadaan Adipati yang sangat tulus memberikan semua kasih sayang terhadapnya.
Bagaimana kisah hidup Juwita di samping Adipati dunia kuno ini? Akankah Juwita mengikuti apa yang putri kuno ini lakukan? Atau, malah sebaliknya. Berbalik, lalu mencintai Adipati? Atau, adakah hubungannya dunia kuno ini dengan kehidupan Juwita sebelumnya? Ikuti kisah seru Juwi di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode #14
Sementara itu, Juwita malah memperlihatkan wajah kesal setelah mendengar kata-kata yang Satya ucapkan. Sontak, tatapan tajam ia lontarkan pada Satya.
"Hamba sama sekali tidak pernah mengundang dia, Yang mulia. Dia datang sendiri tanpa hamba undang. Hamba juga sudah mengusir dia sebelum Yang mulia tiba ke sini. Sayangnya, manusia ini sama sekali tidak paham dengan apa yang hamba katakan."
Seketika, wajah mereka semua yang ada di sana langsung berubah. Mereka sangat terkejut dengan apa yang baru saja kuping mereka dengar.
Tentu saja kata-kata barusan sama sekali tidak pernah ada dalam pikiran mereka belum nya. Karena Juwita yang sesungguhnya pasti akan membela Bagaskara. Tak kira di manapun. Apapun situasi dan kondisinya. Juwita yang mencintai Bagaskara dengan sepenuh hati akan membela Bagaskara sekuat tenaga.
"Putri ... anda ... sungguh-sungguh dengan apa yang baru saja anda katakan?" Brama yang paling antusias dengan perkataan itu. Jadinya, dia yang duluan angkat bicara tanpa memikirkan keadaan sekeliling.
Juwita memberikan anggukan pelan. Tapi matanya terus menatap Satya yang saat ini hanya diam dengan membalas tatapan matanya sekarang.
"Iya. Tentu saja aku sungguh-sungguh. Jika tidak percaya, tanyakan saja hal itu pada manusia yang ada di sampingku ini."
Seketika, Bagaskara langsung memegang tangan Juwita. Hal tersebut membuat Satya reflek langsung melayangkan pukulan pada wajah Bagaskara.
Satu pukulan mendarat sempurna. Tangan terlepas dari genggaman, tubuh Bagas pun terhuyung beberapa langkah mundur ke belakang.
"Sudah aku katakan, jangan pernah menyentuh tangannya di depanku." Geram Satya sambil menatap tajam wajah Bagaskara.
Kali ini, Satya sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi. Dia yang tidak lagi bisa menahan hati, tidak lagi bisa menahan diri untuk tetap diam. Dia pun pasrah dengan sikap apa yang akan Juwita perlihatkan padanya setelah ia memberikan pukulan pada Bagaskara barusan.
Namun, nyatanya apa yang Satya pikirkan sama sekali tidak sama dengan apa yang sedang terjadi. Juwita sama sekali tidak peduli dengan keadaan Bagaskara. Sebaliknya, Juwi malah sangat peduli dengan keadaan Satya.
"Gusti adipati. Anda memukulnya. Apakah anda terluka?" Juwita berucap sambil meraih tangan Satya yang baru saja Satya pakai untuk memukul Bagaskara.
Lagi-lagi. Sikap itu membuat semua yang ada di sana melongo tak percaya. Karena jika menurut yang ada dalam pikiran mereka, juga menurut perhitungan mereka sebelumnya, setelah Satya melayangkan pukulan pada Bagaskara, Juwi pasti akan langsung marah besar pada Satya.
Sebaliknya. Sekarang malah berbanding terbalik. Juwita malah sedang sibuk memperhatikan tangan Satya yang baru saja pria itu pakai untuk memukul pria yang tidak punya rasa malu itu.
Pemandangan itu tentu saja langsung membuat Bagaskara naik darah. Dengan tangan yang di genggam erat, pria itu menatap tajam Juwita.
"Yang menerima pukulan itu aku, Juwita. Bukan dia. Kenapa kamu malah sibuk memperhatikannya, bukan aku, hah?"
Juwita mengeraskan tubuhnya seketika. Ia menoleh dengan tatapan tajam ke arah Bagaskara yang berada di belakangnya.
"Yang bikin kejahatan kamu, bukan? Jadi, kamu wajar menerima pukulan."
"Juwita!"
"Cukup, Bagaskara! Di mana sopan santun mu terhadap istriku? Dia adalah istriku. Istri adipati agung sekaligus istri dari Raka mu."
"Pengawal. Pulangkan dia kembali ke istana raja. Dan, katakan pada raja apa kesalahan yang sudah ia perbuat. Biar raja yang memberikan ia hukuman atas perbuatannya hari ini."
Melebar sempurna mata Bagas mendengar perintah yang kakaknya berikan. Jika raja sampai tahu apa yang sedang ia lakukan hari ini, maka hidupnya akan sulit. Hukuman pukulan atau cambukan pasti akan ia terima atas kelancangan yang sudah ia lakukan hari ini. Dia benar-benar sedang dalam keadaan yang menakutkan sekarang.
Gegas Bagas bersimpuh di kaki Satya. Berharap, keputusan yang sudah Satya ucap bisa ia tarik dan ubah kembali.
"Raka. Aku mohon maafkan aku. Tolong, jangan laporkan pada ayahnda apa yang sudah aku lakukan hari ini. Aku tahu aku salah, Raka. Tapi, aku dan Juwita memang saling mencintai."
"Juwita. Tolong aku. Kamu pasti tidak akan rela melihat aku terluka, bukan? Sandiwara ini harus kita akhiri sampai di sini saja, Juwi. Karena harga diri dan keselamatan ku sedang dipertaruhkan saat ini."
"Maaf pangeran ketiga. Aku sungguh tidak tahu apa yang sedang anda katakan. Dan lagi, aku juga tidak peduli dengan keadaan anda. Karena aku tidak pernah berharap anda datang untuk menemui aku."
Karena tidak mendapat pembelaan sedikitpun, Bagas pun di giring pengawal Satya meninggalkan istana adipati. Rasa kesal akan apa yang terjadi membekas dengan sangat jelas dalam hati Bagas. Dendam pun semakin tumbuh.
Sementara itu, urusan yang sudah dianggap selesai membuat Satya ingin segera meninggalkan Juwita. Namun, sikap dingin yang Satya perlihatkan membuat Juwi merasa, kalau saat ini, Satya masih sedang merasa tidak nyaman dengan apa yang baru saja terjadi.
Saat Satya ingin meninggalkan Juwita dengan memutar tubuh tanpa berucap. Reflek, tangan Juwi malah menahan tangan Satya dengan cepat. Tak hanya tangan, bibirnya juga malah langsung meloloskan kalimat panggilan baru untuk Satya.
"Kanda."
Sontak. Satu panggilan langka itu mampu menghentikan langkah kaki Satya dengan cepat. Bahkan, tubuh pria itu langsung kaku hanya karena satu panggilan asing yang tak pernah sekalipun Satya bayangkan dalam hidupnya akan ia dengar dari bibir wanita yang sangat ia cintai.
Sebaliknya, ketika Satya telah menghentikan langkah kaki, lalu menoleh ke arahnya. Juwita malah merasa tidak nyaman. Ia merasa ada yang salah sekarang.
'Ya elah. Apa sih yang baru saja aku sebut? Kanda? Aduh ... jaman apa ini sebenarnya? Panggilan apa yang sesuai juga aku tidak tahu. Duh ... kenapa tiba-tiba saja bibir ini malah melontarkan panggilan aneh itu. Kanda? Kangmas? Atau ... apa sih? Tau gitu, saat nenek asik nonton film kolosal jaman dulu, aku ikutan nonton biar ngerti. Issshh.'
Juwita sibuk menggerutu dalam hati karena kesal akan dirinya yang sama sekali tidak punya pengetahuan tentang dunia kuno masa lalu ini. Dia sangat menyayangkan akan sikapnya yang tidak pernah mau ketika sang nenek mengajaknya nonton bersama.
'Aish. Kenapa dulu aku tidak belajar tentang sejarah saat berada di bangku persekolahan? Dan, kenapa juga aku selalu mengolok-olok nenek saat nenek suka nonton drama kolosal. Padahal, semua itu akan sangat berguna untuk sekarang.'
'Eh, siapa juga yang akan menyangka kalau aku akan terdampar di negeri dongeng seperti sekarang. Uh ... tiba-tiba saja aku merindukan dunia asal ku,' ucap Juwita dalam hati.
Sementara Juwi masih sibuk dengan apa yang ada dalam pikirannya, Satya yang saat ini masih bergandengan tangan dengan Juwita malah langsung menoleh. Satu sentuhan tangan Satya membuyarkan semua pikiran Juwita sebelumnya.
"Kalian kembali dulu. Ada yang ingin aku bicarakan dengan Gusti putri."
"Baik, Gusti."
kayak berasa nonton film Angling darma gk sih 😂😂😂🤣🤣
napa ni udah berhenti.ta kan udah tamat.