NovelToon NovelToon
Alastar

Alastar

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Bita_Azzhr17

Alastar adalah sosok yang terperangkap dalam kisah kelam keluarga yang retak, di mana setiap harinya ia berjuang dengan perasaan hampa dan kecemasan yang datang tanpa bisa dihindari. Kehidupan rumah tangga yang penuh gejolak membuatnya merindukan kedamaian yang jarang datang. Namun, pertemuannya dengan Kayana, seorang gadis yang juga terjerat dalam kebisuan keluarganya yang penuh konflik, mengubah segalanya. Bersama-sama, mereka saling menguatkan, belajar untuk mengatasi luka batin dan trauma yang mengikat mereka, serta mencari cara untuk merangkai kembali harapan dalam hidup yang penuh ketidakpastian. Mereka menyadari bahwa meski keluarga mereka runtuh, mereka berdua masih bisa menciptakan kebahagiaan meski dalam sepi yang menyakitkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bita_Azzhr17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14. Bayang-Bayang yang Membekukan SMAGA

Pagi di SMAGA biasanya diwarnai dengan tawa siswa-siswi yang saling menyapa, bercanda, dan menikmati waktu istirahat. Namun akhir-akhir ini, suasana berubah. Kedinginan yang sebelumnya hanya ada di musim penghujan, kini terasa di setiap sudut sekolah, menyelusup hingga ke hati para murid.

Frasha, ketua OSIS yang dulu dikenal sebagai sosok yang tegas namun hangat, kini menjelma menjadi pribadi yang semakin dingin dan sulit didekati. Setelah malam penuh emosi itu, Frasha tampaknya memutuskan untuk membentengi dirinya dari segala hal—termasuk Alarick, Alastar, dan bahkan sahabat terdekatnya, Ilva.

Di ruang OSIS, rapat yang biasanya diwarnai dengan tawa kecil dan diskusi santai kini berubah menjadi ajang ketegangan. Frasha duduk di ujung meja, matanya tajam menatap satu per satu anggota OSIS yang hadir. Suaranya tegas, tapi tanpa intonasi yang hangat seperti biasanya.

"Gue udah bilang, proposal acara bulan depan harus selesai minggu ini. Kenapa sampai sekarang belum ada yang kasih laporan?" suara Frasha memecah kesunyian.

Salah satu anggota OSIS, seorang siswa kelas X bernama Rendra, mencoba menjawab dengan suara pelan. "Maaf, Kak. Saya belum sempat menyelesaikan bagian saya karena ada tugas sekolah yang menumpuk."

"Alasan!" potong Frasha tajam, membuat semua orang terdiam. "Kalau kalian nggak bisa mengatur waktu, buat apa ada di OSIS? Ini bukan tempat main-main!"

Ilva, yang duduk di sebelah Frasha, merasa tidak nyaman melihat perubahan sikap sahabatnya. Ia mencoba menyentuh lengan Frasha dengan lembut, namun Frasha langsung menarik tangannya, seolah tidak ingin disentuh siapa pun.

Setelah rapat berakhir, anggota OSIS bubar dengan wajah muram. Ilva menahan langkah Frasha.

"Sha, gue nggak ngerti kenapa lo berubah kayak gini. Ada apa sebenarnya?" tanya Ilva pelan.

Frasha hanya menatapnya sekilas, tanpa emosi. "Nggak ada apa-apa. Gue cuma menjalankan tugas gue."

"Ini bukan Lo yang biasanya, Sha. Gue tahu lo marah sama Alarick atau bahkan Alastar. Tapi kenapa semua orang harus kena imbasnya?"

Frasha berhenti sejenak, menarik napas panjang. "Ilva, kalau Lo nggak bisa nerima gue yang sekarang, lo nggak harus ada di dekat gue."

Kata-kata itu menusuk hati Ilva. Ia tidak tahu lagi bagaimana caranya mendekati Frasha yang kini seperti dinding es, sulit ditembus.

****

Di kelas, Frasha semakin menunjukkan sikap dinginnya. Saat pelajaran berlangsung, ia hampir tidak pernah berbicara kecuali diminta oleh guru. Ketika teman-temannya mencoba bercanda, Frasha hanya memberikan tatapan datar, membuat mereka enggan mencoba lagi.

Alarick, yang duduk di belakang kelas, sering memperhatikan Frasha dengan hati berat. Ia tahu ini semua adalah akibat dari keputusannya malam itu. Namun, setiap kali ia mencoba mendekati Frasha, gadis itu selalu menghindar.

"Sha, bisa kita bicara sebentar?" tanya Alarick suatu pagi, saat mereka hanya berdua di koridor.

Frasha hanya menatapnya dengan dingin, lalu berjalan melewatinya tanpa sepatah kata pun.

"Sha, please," panggil Alarick lagi, mencoba mengejarnya.

Namun Frasha berhenti, menoleh, dan berkata dengan nada datar, "Gue sibuk. Jangan ganggu gue."

Alarick terdiam. Ia tidak tahu lagi bagaimana caranya memperbaiki hubungan mereka, meskipun hanya sebagai teman.

Alastar pun merasakan perubahan itu. Frasha tidak hanya mengabaikan Alarick, tetapi juga dirinya. Setiap kali mereka bertemu di kantin atau lapangan, Frasha hanya lewat tanpa melihatnya sama sekali. Bahkan saat rapat OSIS, ia memperlakukan Alastar seperti orang asing.

Saat jam kosong, saat Alastar duduk sendirian di lapangan basket, Barram menghampirinya.

"Lo nggak capek, Star? Ngeliat Frasha kayak gitu terus?" tanya Barram sambil duduk di sampingnya.

"Tentu gue capek, Bar," jawab Alastar, menatap bola basket di tangannya. "Tapi gue nggak tahu harus gimana. Dia benci gue, itu udah jelas."

"Dia nggak benci lo. Dia cuma nggak tahu gimana caranya menghadapi perasaan dia sendiri," ujar Barram, mencoba menenangkan.

"Kalau gitu, gue harus apa? Diam aja kayak sekarang?"

Alastar dan yang lainnya, sudah tahu berakhirnya hubungan antara Alarick dan Frasha. Semalam, Alarick memberitahu mereka.

Barram menghela napas. "Kadang, diam itu bukan berarti nggak peduli, Star. Mungkin dia butuh waktu."

Sikap Frasha yang berubah drastis itu mulai memengaruhi suasana di SMAGA. Para siswa merasa suasana sekolah semakin tegang, terutama saat berhadapan dengan Frasha. Bahkan beberapa guru mulai memperhatikan perubahan sikap Frasha yang kini lebih sering menegur siswa dengan nada tegas, bahkan di depan umum.

Frasha berjalan melewati koridor, ia melihat seorang siswa membuang sampah sembarangan. Tanpa pikir panjang, ia langsung menegur siswa itu dengan nada keras.

"Hei! Lo nggak lihat tempat sampah? Mau sekolah ini jadi tempat pembuangan sampah, ya?"

Siswa itu terlihat ketakutan, lalu buru-buru mengambil sampahnya dan membuangnya ke tempat sampah.

Frasha mendesah kasar, lalu berjalan pergi. Namun di sudut koridor, ia bertemu dengan Alastar.

"Sha, lo nggak harus kayak gitu," ujar Alastar, mencoba menahan Frasha.

Frasha menatapnya tajam. "Maksud lo apa? Gue cuma ngingetin dia buat nggak buang sampah sembarangan."

"Lo nggak cuma ngingetin, lo marah-marah di depan semua orang. Itu bukan cara lo yang biasanya."

"Kalau lo nggak suka, jangan urusin gue. Gue tahu apa yang gue lakukan," jawab Frasha dingin, lalu berjalan melewatinya.

Alastar hanya bisa menghela napas, merasa usahanya sia-sia.

****

Di malam hari, saat Frasha duduk sendirian di meja belajarnya, ia membuka sebuah kotak kecil yang berisi kenangan-kenangannya bersama Alarick. Foto-foto, tiket konser, dan surat-surat kecil yang pernah diberikan Alarick padanya. Ia memandangi semuanya dengan mata berkaca-kaca, tetapi ia menahan diri untuk tidak menangis.

"Kenapa harus kayak gini?" gumamnya lirih, merasakan kepedihan yang sulit ia ungkapkan pada siapa pun.

Frasha tahu ia tidak bisa terus seperti ini, tetapi rasa kecewa dan marah di hatinya masih terlalu besar. Ia merasa kehilangan Alarick, dan pada saat yang sama, ia merasa dikhianati oleh Alastar, meskipun ia tahu itu tidak sepenuhnya salah mereka.

Namun, di tengah semua kekacauan ini, Frasha tidak menyadari bahwa ia perlahan menjauhkan semua orang yang peduli padanya. SMAGA semakin dingin, bukan hanya karena dirinya, tetapi karena hubungan yang terputus di antara mereka semua.

1
lgtfav
👍
lgtfav
Up terus thor
lgtfav
Thor semangat👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!