Seorang anak terlahir tanpa bakat sama sekali di dunia yang keras, di mana kekuatan dan kemampuan ilmu kanuragan menjadi tolak ukurnya.
Siapa sangka takdir berbicara lain, dia menemukan sebuah kitab kuno dan bertemu dengan gurunya ketika terjatuh ke dalam sebuah jurang yang dalam dan terkenal angker di saat dia meninggalkan desanya yang sedang terjadi perampokan dan membuat kedua orang tuanya terbunuh.
Sebelum Moksa, sang guru memberinya tugas untuk mengumpulkan 4 pusaka dan juga mencari Pedang Api yang merupakan pusaka terkuat di belahan bumi manapun. Dialah sang terpilih yang akan menjadi penerus Pendekar Dewa Api selanjutnya untuk memberikan kedamaian di bumi Mampukah Ranubaya membalaskan dendamnya dan juga memenuhi tugas yang diberikan gurunya? apakah ranu baya sanggup menghadapi nya semua. ikuti kisah ranu baya hanya ada di LEGENDA PENDEKAR DEWA API
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 9
Dia Melakukan tarikan nafas dan menahannya berulang-ulang dengan rileks.
"Lakukan terus sampai nanti terasa ada energi yang hendak keluar dari tubuhmu," lanjut Surojoyo.
Lelaki tua yang ternyata seorang pendekar itu kemudian keluar dari gua dan berjalan jauh hingga sampai di sebuah batu gunung lumayan besar yang tertutupi semak-semak.
Dengan perlahan Surojoyo membersihkan semak-semak tersebut hingga bersih. Terlihat di atas batu gunung itu ada sebuah pedang yang tidak terlalu panjang menancap dengan kuat.
"Pedang Segoro Geni, lama kita tidak berjumpa. Jikalau anak yang bersamaku itu bisa menerima semua ilmuku, ikutlah dengannya. Sudah saatnya kau muncul lagi di dunia persilatan."
Seolah mengerti dengan ucapan Surojoyo, pedang yang terbilang pendek dan berwarna hitam itu bergetar dengan kuat. Dan tiba-tiba saja pedang pusaka yang memiliki nama Segoro Geni itu mengeluarkan kobaran api lumayan besar.
Surojoyo tersenyum, "Tenanglah, aku yakin dia mempunyai sifat yang luhur. Dia tidak akan terjebak dengan kepalsuan duniawi. Kau akan memiliki tuan baru yang bakal lebih hebat dari pada aku."
Api yang berkobar itu kemudian surut dan menghilang. Tiba-tiba saja muncul sesosok makhluk seperti manusia bertanduk tinggi besar namun terbentuk dari api.
"Kenapa kau bisa bilang seperti itu, Tuan Suro? Siapa anak yang kau maksud itu?"
"Akhirnya kau muncul juga, Geni. Ketahuilah, anak itu ditakdirkan menjadi penerus Pendekar Dewa Api. Kau tahu sendiri kalau Pendekar Dewa Api tidak sembarangan memilih orang untuk menjadi penerusnya."
"Orang itu lagi. Nanti kalau anak itu sudah memiliki Pedang Dewa Api, aku bakal diserahkan kepada orang lain seperti dulu ketika dia menyerahkanku padamu."
"Hahaha, jangan cemberut begitu, Geni. Pendekar Dewa Api pasti punya alasan khusus memberikanmu padaku," Surojoyo terkekeh pelan.
"Anak ini tidak membawa Pedang Dewa Api bersamanya, sudah pasti nanti dia akan mencari pedang tersebut sampai ketemu. Dan itu berarti bisa jadi kau akan bersamanya selamanya." lanjut Surojoyo menenangkan Geni.
"Baiklah, tapi dengan syarat dia harus bisa mengalahkanku!" sahut Geni dengan nada suara datar. Jelas dia masih merasa kecewa dengan sosok pendekar yang telah menyerahkannya kepada Surojoyo setelah memiliki pedang Dewa Api.
Surojoyo sendiri kaget dengan syarat yang diberikan makhluk api yang bersemayam di dalam Pedang Segoro Geni tersebut. Sebab dia dulu tidak diberi syarat seperti itu oleh sang pendekar legenda."Kenapa kau memberi syarat seperti itu, Geni?"
"Dia harus bisa membuktikan bisa menjadi tuanku! Aku tidak mau dimiliki tuan yang lemah!" Suara Geni sedikit meninggi. "Apalagi nanti jika dia mendapatkan Pedang Dewa Api, aku pasti jadi yang kedua. Apa kau tahu rasanya menjadi yang kedua?"
Tawa Surojoyo meledak, dia tidak menyangka jika makhluk seperti Geni masih punya perasaan. Siluman api yang terkenal bengis ternyata memiliki hati tak ubahnya manusia.
"Aku akan berbicara dengannya tentangmu nanti."
"Tidak perlu!" sergah Geni. "Biar waktu yang akan menilai sifat anak itu seperti apa!" lanjutnya.
"Baiklah kalau itu maumu, aku akan kembali dan melatihnya dengan keras agar bisa menaklukkanmu," ucap Surojoyo.
Geni tiba-tiba menyusut kecil dan menghilang.Surojoyo menarik napas panjang lalu kemudian berjalan kembali menuju gua.
Sambil berjalan, Surojoyo tersenyum mengenang di saat Pendekar Dewa Api menyerahkan Pedang Segoro Geni kepadanya hampir 150 tahun yang lalu.
"Suro, waktuku tidak lama lagi. Paling lama 15 tahun lagi aku akan menghilang dari dunia ini. Dalam kurun waktu itu, belum tentu aku bisa bertemu lagi denganmu," ucap Dewangga, alias Pendekar Dewa Api.
"Tuan mau kemana?"
"Aku tidak tahu harus melangkah kemana? Biarlah hati ini yang menuntun kemana aku harus melangkahkan kakiku."
"Tapi Tuan ..."
"Kau tidak perlu bersedih, Suro. Sudah waktunya kau harus mengarungi dunia ini sendiri. Bawalah pedang ini bersamamu." Pendekar Dewa Api menyerahkan sebuah pedang pendek berbilah hitam kepada Surojoyo.
"Pedang ini bernama Segoro Geni. Meskipun tidak sekuat Pedang Dewa Api, pedang itu sudah sangat mumpuni di dunia persilatan. Hanya ada sedikit pusaka yang bisa mengimbangi kekuatannya. Tombak Bayu Sutro, Golok Tirta Aji dan Pedang Sabdo Bumi.
Keempat pusaka itu diciptakan Resi Abiyasa dari empat unsur alam, dan masing-masing pusaka itu mewakili satu unsur," lanjutnya.
Surojoyo hanya bisa terdiam tanpa bicara.
"Kalau kau mau, kau bisa mencari ketiga pusaka itu dan menyatukannya. Aku yakin kau akan menjadi pendekar terkuat di dunia persilatan."
"Aku tidak punya keinginan menjadi yang terkuat, Tuan." jawab Surojoyo.
"Baiklah, Suro. Cukup sampai di sini perjumpaan kita. Kau harus bisa melangkahkan kakimu di jalan kebenaran. Berhati-hatilah dengan godaan dunia. Sekali kau salah melangkah, kau akan terjebak di dalamnya," ucap Dewangga sambil tersenyum lalu menghilang.
Tanpa sadar langkah kaki Surojoyo sudah mendekati Gua tempatnya berdiam selama puluhan tahun menjauhi dunia persilatan.
Dia kemudian duduk di sebuah batu di depan pintu gua.
***
Sudah hampir tujuh hari Ranu melakukan proses pengolahan tenaga dalam. Selama itu pula Surojoyo meninggalkan dirinya sendirian di dalam gua.
Di suatu siang, Ranu merasakan dorongan energi yang kuat dari dalam tubuhnya. Energi tersebut seperti hendak menerobos keluar melalui seluruh pori-porinya. Ranu yang masih dalam keadaan terpejam kemudian melepaskan dorongan energi tersebut memancar keluar dari tubuhnya.
Suasana di luar gua tiba-tiba tenang. Tidak ada suara burung ataupun hewan lainnya yang biasanya membuat semarak di dasar jurang. Angin yang berhembus pun tiba-tiba berhenti seolah ada sesuatu yang membuatnya diam.
Suasana tenang tersebut hanya terjadi beberapa saat sampai tiba-tiba angin seperti terhisap ke dalam gua dan kemudian memasuki tubuh Ranu.
Pemuda tanggung tersebut tetap diam dan merasakan semua proses pengolahan yang dialaminya.
Beberapa saat kemudian Ranu membuka matanya karena proses pengolahan tenaga dalamnya telah selesai. Dia lantas menarik napas panjang dan menatap sekeliling. Dahinya mengkerut setelah tidak menemukan kakeknya berada di dalam gua.
Sementara itu Surojoyo sudah berada di dusun Karangkembang. Dia sedang mencari informasi tentang perampokan yang terjadi hampir sebelas purnama lalu di dusun Karangasri.
"Semua korban meninggal sudah dikuburkan,Kang. Sedangkan yang selamat tidak mau kembali ke dusun itu," ucap salah seorang lelaki yang juga warga dusun setempat.
"Namun ada satu anak laki-laki yang menghilang dan sampai hari ini tidak kembali. Entah dibawa mereka atau pergi kemana. Yang pasti kedua orang tuanya sudah meninggal," tambahnya.
"Itu pasti Ranu," pikir Surojoyo.
"Lalu kisanak apakah tahu siapa pelaku perampokan tersebut?"
Lelaki yang ditanya Surojoyo terdiam sesaat, "Maaf Kang, kami sudah sepakat untuk tidak menyebut nama itu lagi."
"Baiklah, Kisanak. Terima kasih atas makanan yang Kisanak berikan ini." Surojoyo kemudian berpamitan dan berjalan menjauhi lelaki tersebut. Dia berjalan kembali ke jurang untuk melihat perkembangan murid satu-satunya yang sedang mengolah tenaga dalamnya.
Sesampainya di bibir jurang, Surojoyo melompat dengan ringan hingga mencapai dasar jurang. Dilihatnya, Ranu sedang berada di luar gua sambil meregangkan kedua tangannya.
Surojoyo melangkahkan kakinya mendekati Ranu. "Kamu kenapa di luar gua? Bukankah seharusnya kamu berlatih mengolah tenaga dalammu?"
Ranu terkekeh melihat Surojoyo yang sedikit marah kepadanya.
"Kalau sudah selesai, masa iya harus diteruskan, Kek?"
Surojoyo mengernyitkan dahinya, "Sudah selesai?" tanya Surojoyo keheranan.
Ranu mengangguk, "Seperti yang Kakek ucapkan kemarin."
Surojoyo tidak percaya dengan ucapan Ranu. Dia lalu memeriksa pergelangan tangan kiri pemuda tersebut.
Kedua alis lelaki sepuh itu menyatu tak percaya dan juga keheranan. Bagaimana mungkin proses pengolahan tenaga dalam yang biasanya memakan waktu berbulan-bulan bisa diselesaikan dalam waktu satu minggu. Bahkan, yang dia rasakan bukan hanya tenaga dalam saja yang bisa diolah Ranu, melainkan ada unsur alam juga yang ada pada diri pemuda tersebut.
"Kita duduk di sini dan coba ceritakan bagaimana proses yang kamu alami."
Ranu lalu duduk di samping Surojoyo dan mulai bercerita panjang lebar.
"Proses terakhir itu seperti ada dorongan angin yang sangat kuat memasuki tubuhku, Kek. Setelah itu, Angin tersebut seperti bergerak dengan lembut ke seluruh bagian tubuhku."
"Kau sudah memiliki tenaga dan dan juga sudah menguasai perubahan unsur angin, Ranu. Untuk sementara jangan berlatih Pukulan Dewa Api terlebih dahulu agar tenaga dalammu tidak rusak," balas Surojoyo.
"Lalu aku berlatih jurus apa, Kek?""Tenang, Ranu. Kakek punya banyak jurus yang bisa kau pelajari," jawab Surojoyo sambil tersenyum. Dia yakin dalam waktu singkat pemuda yang sudah dianggapnya cucunya sendiri itu akan bisa dengan cepat menguasai jurus-jurus yang dimilikinya.
Hari demi hari dilalui Ranu hanya dengan berlatih dan berlatih. Surojoyo dengan telaten memberi pengarahan kepada cucu angkatnya itu agar bisa dengan cepat menghapal dan menguasai semua gerak jurus yang diajarkannya.
Sebulan, dua bulan hingga tak terasa sudah berganti tahun. Fisik Ranu semakin tinggi dan mempunyai tubuh yang tegap berisi. Wajahnya juga sedikit lebih tegas dengan rahang yang kokoh.
Dua tahun lamanya Ranu berlatih dibawah bimbingan Surojoyo. Sudah ada 5 jurus dan ajian Saipi angin yang dikuasainya.