Kemala adalah seorang wanita mandiri yang masih memiliki suami. Namun karena suami yang sangat pelit ia terpaksa bekerja sambil membawa anak nya yang masih kecil. setiap hari Burhan suaminya hanya memberi uang sebesar 10.000 rupiah beserta uang jajan untuk nya. Selama menikah dengan Burhan ia hanya tahu bahwa Burhan adalah seorang supir truk pengangkut sawit, tanpa ia ketahui suaminya itu adalah manajer di perusahaan kelapa sawit terbesar di kota itu. bagaimana kah kelanjutan rumah tangga Kemala? akan kah badai itu terus menerus datang ataukah akan ada pelangi setelah hujan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Kecurigaan Burhan
Masih Pov Burhan.
Ketika melihat laki-laki itu, seketika jantung ku langsung berpacu. Apa yang dilakukan nya di desa ini. Aku bahkan sampai berpikir jika laki-laki itu pasti ada hubungan nya dengan kepergian Kemala. Dan Aku pun langsung menghubungi Ibu ku.
"Buk, laki-laki itu sekarang di kampung kami."
"Laki-laki yang mana Burhan?"
"Laki-laki yang dulu hampir saja melamar Kemala dan aku gagalkan."
"Mau apa dia disana. Apa jangan-jangan kepergian Kemala ada hubungan nya dengan laki-laki itu?"
"Burhan juga curiga terhadap mereka buk. Apa yang harus Burhan lakukan sekarang?"
"Kita cari Kemala di kampung orang tua nya. Jika ia tidak ada disana, baru lah nanti kita pikirkan apa yang harus kita lakukan. Kamu nanti diam saja dan jangan banyak protes dengan apa yang ibu lakukan."
"Baik bu, ayo kita pergi sekarang tapi Burhan numpang makan dulu ya bu. Sudah lapar sekali dari semalam cuma makan sedikit."
"Terserah kau lah saja Burhan."
KemuidanAku pun melajukan kendaraan roda dua milik ku ke rumah Ibu ku saat ini. Rumah mewah dengan dua lantai itu sungguh sangat mencolok karena di kiri kanannya terdapat rumah-rumah yang masih di bangun dengan kayu.
Bahkan pagar rumah itu saja mungkin tidak terkira harganya.
Keluarga Burhan adalah keluarga berada, Bapak Burhan meninggal dengan banyak meninggalkan harta warisan kepada anak dan istri nya.
Jatah masing-masing dari perkebunan sawit selalu di kelola oleh Ibu nya Burhan. Dan Ibu nya sendiri yang akan memberikan hak anak-anak nya.
Kemala bahkan tidak pernah tahu jika Burhan memiliki 5 hektar kebun sawit. Dengan jumlah pendapatan sebulan bahkan bisa memberikan kehidupan yang layak untuk Kemala dan Aska.
Burhan pun tidak ingin mengatakan apapun karena harta tersebut adalah milik orang tua nya. Dan Kemala tidak berhak tahu.
"Udah siap buk? Kita berangkat sekarang?"
"Sebentar Ibu pagi nyuapin Tika ni. Nanti dia ngambek lagi."
"Memang nya Tiwi kemana? Kok anak nya Ibu yang urus."
"Kamu kok ngomong nya gitu Burhan? Tika ini cucu kesayangan Ibu. Wajar dong Ibu juga ikut mengurus nya. Lagian Tiwi juga masih tidur. Kasihan kan kalau di ganggu."
"Tidur? Jam segini? Kalau Kemala yang begitu sudah Ibu Jambak rambut nya." ucap ku menyindir Ibu ku.
Ibu ku langsung mendelik kan mata nya ke arah ku tanda tidak suka aku mengatakan hal tersebut.
"Kemala dan Tiwi itu beda kelas. Jangan kau samakan mereka Burhan!"
"Terserah Ibu saja deh. Toh selama ini Ibu tidak pernah baik dalam memperlakukan Istri ku."
"Lama_lama bicara mu sudah seperti Kemala saja. Yasudah, ayo kita berangkat sekarang. Tika sama bibik dulu ya. Nanti kalau mau main bangunkan mama di atas."
"Iya nek. Nenek hati-hati ya."
"Duh, manis nya cucu nenek. Bilang Mama mobil nya nenek pinjam sebentar."
"Oke nek!"
Aku dan Ibu pun pergi ke kampung halaman nya Kemala. Di kampung itu juga kami pernah tinggal. Setelah aku menikah, Keluarga ku menjual seluruh aset yang ada di sana dan pindah ke Desa ini.
Ibu sudah tidak nyaman tinggal disana karena masih sangat terpelosok. Jalan menuju ke desa itu masih sangat buruk jika musim hujan.
"Masih sama saja jalan di sini ya. Entah kapan mereka akan membangun jalan yang lebih baik lagi. Untung saja kita sudah pindah. Kalau tidak sangat susah rasanya kalau Ibu harus pergi ke kota."
"Iya bu."
Aku hanya menjawab seadanya. Pikiran ku sedang tidak baik-baik saja ketika masuk ke desa ini. Ada rahasia yang terpendam di sini. Rahasia masa lalu ku yang sudah ku kubur lama.
Kami di sambut hangat oleh kedua orang tua Kemala. Ah, seperti nya istriku itu tidak kesini. Ku lihat rumah mertua ku sepi.
"Wah, ada rencana besar apa ini besan? Kok tiba-tiba saja datang ke sini? Dimana Aska dan Kemala?"
"Justru karena itu lah kamu kesini. Kami pikir Kemala akan pulang ke rumah ini."
"Maksudnya Kemala pergi dari rumah?"
"Iya besan."
Ibu ku langsung memeluk Mak Mertua ku itu sambil pura-pura menangis. Ibu juga mengatakan kalau Kemala pergi dari rumah karena tidak sanggup hidup dengan ku yang sederhana. Bahkan Ibu juga mengatakan kalau Kemala pergi bersama laki-laki lain.
Seketika hati ku langsung di liputi rasa cemburu. Mungkin kah seperti itu? Apalagi sekarang Laki-laki dari masa lalu nya telah hadir kembali.
"Maafkan Kemala ya Burhan. Ibu akan coba menghubungi nya nanti dan bicara dengan tegas."
Aku bingung, dengan cara apa Mak mertua ku itu menghubungi Kemala. Sedangkan selama ini saja mereka saling bertukar kabar dengan menggunakan ponsel ku.
Kemala tidak memiliki barang seperti ini. Ia tidak cocok memakai nya.
" Kalau begitu kami permisi dulu ya besan. Kami akan coba mencari Kemala di tempat lain."
"Kalian sangat baik sekali sampai ingin mencari putri ku yang kabur. Kau tenang saja Burhan, biar Mak beri pelajaran itu si Kemala."
Kemala memang sangat menurut kepada kedua orang tua nya. Hal itu lah yang membuat ku jatuh cinta kepadanya selain ia cantik dan berisi.
" Akhirnya, keluar juga kita dari rumah reyot itu! Ibu tahan-tahan dari tadi supaya tidak muntah. Kenapa sih, tidak di renovasi saja."
"Kan keluarga mereka tidak mampu bu."
"Sudah Ibu bilang dulu jangan menikahi perempuan miskin. Lihat lah akibat nya sekarang."
"Iya bu. Kan dulu Burhan sangat mencintai Kemala."
"Makan tu cinta! Lihat saja nanti, pasti Kemala akan menemukan Laki-laki yang lebih baik dari mu. Kau bisa apa?"
"Ibu jangan ngomong seperti itu dong. Kemala masih istriku. Tidak mungkin dia berbuat hal yang aneh."
"Terserah kau saja lah Burhan. Ibu sudah malas meladeni kau."