seorang gadis dari zaman modern, yang melakukan touring di salah satu gunung tertinggi yang ada di Indonesia. dan menyebabkan dirinya meninggal setelah berhasil menaklukkan gunung tertinggi itu.
namun, arwah yang ditarik itu, bukannya pergi kealam baka, malah melakukan perjalanan waktu ke dunia yang lampau, yang mungkin hanya ada dalam sejarah.
ia, sang gadis bernama Aryani mayora merasuki tubuh seorang ibu yang kejam, yang tega menyiksa anak kandung sendiri tanpa ampun. nama wanita itu adalah Anarawati.
lalu, bagaimana kah Kisah Aryani setelah mengambil alih jasad ibu kejam itu.?? yuk.. disimak..🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nisa saumatgerat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. terkejut dengan perubahan anara
Mendengar penuturan Adi wilaga, anara langsung mencebikkan bibirnya dan mengukir senyum sinis dan tatapan benci.
"tau apa kau.!! Kau tidak tahu apa-apa. Kau juga tidak tahu seberapa kuat ia memukul anak-anakku. Kau tidak tahu bagaimana rasa sakit yang dialami seorang balita yang mendapatkan kekerasan dari orang dewasa. Kau tidak tahu bagaimana mereka menangis meminta ampun ketika sedang disiksa , Karena pada dasarnya kau tidak tahu apa-apa adiwilaga." Ujar anarawati tanpa embel-embel kakak.
Adiwilaga kembali dibuat tercengang dengan penuturan adiknya. biasanya, saat dirinya sekali-sekali datang ke tempat ini untuk memantau keadaan wilayah kekuasaan kerajaan ini, anarawati pasti akan datang berbicara lembut bahkan membujuk dirinya ataupun juga menghibah. ia juga selalu memanggil kata kakak dan juga menatap nya dengan sejuta harapan.
tapi, hal itu tidak ia lihat lagi dari mata anara. yang terlihat hanya Sorot mata yang begitu tajam dan penuh dendam mengarah kepadanya, dengan begitu tajam dan sangat menakutkan. Adiwilaga menelan ludahnya dengan sulit.
"Ada Apa denganmu anara..!! Saat ini Kakak begitu Tidak mengenali dirimu. Ini bukan kamu.!!" Ujar adiwilaga mencoba untuk menyadarkan sang adik. Anarawati kembali tersenyum sinis.
"Dari dulu kau memang tak mengenaliku. Bahkan sampai aku dilecehkan, diperkosa dan diusir dari kediaman Adipati, kau Bahkan tak peduli denganku. Sekarang kau ingin mengatakan bahwa seolah-olah dirimu begitu mengenalku dan berusaha mengingatkan aku dengan kebaikan-kebaikan yang pernah aku lakukan?. Tidak !! Kau tidak mengenalku adiwilaga !! Dan sampai kapanpun kalian tidak akan bisa mengenalku !! Sekarang, daripada aku kembali emosi dan memukuli kalian dengan membabi buta, serta menyiksa kalian sampai mati, lebih baik kalian semua angkat kaki dari tempat pembuangan ini dan kembali ke istana kalian." Ujar anara dengan penuh penekanan. Ia kemudian membalikkan tubuhnya dan melihat ke arah Dieng Sari yang masih beringsur ketakutan.
"Dan kau,; jika masih sayang nyawa Jangan pernah datang ke tempat ini lagi. Atau, kau akan kehilangan kesempatan hidupmu untuk selama-lamanya." Ujar anarawati dengan penuh penekanan.
Tanpa merasa lelah, anarawati berjalan menghampiri kedua anaknya dengan wajah yang sudah babak belur dan pipi yang robek akibat tamparan yang diberikan oleh Dieng.
melihat wajah anak-anaknya yang sudah babak belur, Satu tetes air mata anarawati turun dan jatuh di atas pipi sang anak pertama. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, anara langsung mengangkat kedua anaknya dengan kedua tangannya dan langsung masuk ke dalam rumah.
Sementara, adiwilaga yang melihat sikap adiknya yang sudah berubah hanya memandang dengan tatapan yang sulit diartikan. Tapi berbeda dengan Dieng Sari, walaupun ia telah melihat bagaimana kebrutalan anara menghajar semua pengawal yang ia bawa ke tempat ini, tapi tak memberikan ia rasa jera.
(Lihat saja, Aku akan kembali lagi dan memberikan perhitungan dengan mu. aku akan balas penghinaan mu hari ini. lihat saja.) Batin Dieng Sari.
Kemudian ia menatap ke arah adiwilaga dengan tatapan seperti orang yang ditindas. Biasanya adiwilaga akan bersimpati terhadap Dieng Sari, karena memang perbedaan umur mereka tidak terlalu jauh, bisa dikatakan Dieng Sari seumuran dengan anarawati.
"Tuan muda." Ujar Dieng Sari dengan pelan.
Adiwilaga pun langsung mengarahkan tatapannya ke arah Dieng Sari. Namun ia tak mengatakan apa-apa, Ia hanya berlalu pergi dari tempat itu dengan membawa serta semua pengawal-pengawalnya. Dieng Sari tentu saja merasa kecewa dan marah melihat adiwilaga mengabaikan dan meninggalkan dirinya di tempat itu.
"Lihat saja adiwilaga.. aku pasti akan mendapatkanmu." Ujar Dieng Sari penuh dengan ambisi.
Padahal Dieng Sari telah menikah dengan ayah dari adiwilaga, tetapi ternyata ia masih mau mengait anak sang suami juga. Setelah adiwilaga pergi meninggalkan Desa pembuangan itu, tak lama Dieng Sari pun ikut menyusul sang tuan muda.
Sementara itu beberapa warga yang bertetangga tidak terlalu dekat rumahnya dari anarawati, melihat semuanya. Mereka juga bergegas pergi membantu anarawati untuk mengobati dan melihat kondisi anak-anaknya.
***
Sementara itu, dengan hati yang hancur anara meletakkan anak-anaknya dengan perlahan dan hati-hati di tempat peraduan. Di sana sudah ada beberapa ibu-ibu yang membantu meletakkan anak-anak anara dan mengambil beban yang masih berada di punggung antara.
Hati anara begitu hancur melihat kondisi kedua anaknya. Ia ingin marah dan berteriak keras untuk menyalurkan rasa sesak dalam hatinya. Sementara para ibu-ibu yang lain langsung mengambil air hangat dan dengan cepat mengompres wajah yang sudah lebam itu.
"Nona anara, tenangkan diri nona. Jangan terbawa emosi. Sekarang Nona harus fokus untuk merawat kedua anak-anak nona." Ujar wanita muda itu, namanya adalah Susilawati. semua mengarahkan pandangan kearah nya dan menganggukkan kepalanya, setelah itu, kembali fokus merawat kedua anak itu.
Anara tak mendengarkan dan tak mengubris apa yang dikatakan Susilawati, pandangannya hanya kosong dan lurus menatap wajah kedua anaknya yang sedang dikompres oleh ibu dari Susilawati.
Sementara Susilawati, Ia ikut prihatin dengan kejadian yang menimpa anara dan kedua anaknya itu. Ia juga tahu, bahwa perempuan yang bernama Dieng Sari itu sering datang ke rumah mereka memaki dan memarahi anara dan anak-anaknya. Seorang anara dan kedua anaknya adalah tempat pelampiasan amarah dari Dieng Sari.
"Sudah. Biarkan saja mereka istirahat dulu nona anara. Dan Nona juga jangan terus seperti ini, kita harus bangkit dan berjuang. Ayo Susilawati kita kembali. Nanti kamu ke sini lagi bawakan makanan untuk Nona anara dan kedua putranya." Ujar wanita paruh baya itu sambil berlalu keluar dari gubuk reot anarawati di ikuti dengan yang lain. tanpa mereka sadari Anarawati mengepalkan tangannya kuat-kuat sampai tangannya itu memutih.
"Aku akan membalas berkali-kali lipat tentang apa yang kamu lakukan padaku. Sekali lagi kamu datang ke tempat pembuangan ini, aku akan langsung menghabiskan nyawamu." Ujar anara, ia bertekad akan membalas Dieng Sari.
Namun anara tentu tidak boleh bodoh dengan menghampiri Dieng Sari di kediaman Adipati. Bisa-bisa nyawanya yang akan melayang. Apalagi dirinya saat ini masih sangat lemah untuk melindungi diri sendiri dan kedua anaknya.
"Sepertinya aku harus berlatih memperdalam ilmu taekwondo yang aku miliki. Apalagi aku hanya menguasai dasar-dasarnya saja." Ujar anara lagi.
Ia menatap kedua tangannya dan juga tubuhnya yang lain. Walaupun ia berkulit sawo matang dan kurus, tapi dia juga tidak cacat. Setelah itu anarawati mengarahkan pandangannya kepada kedua anaknya yang belum sadarkan diri itu.
Dengan pelan, anarawati mendekat ke arah kedua anaknya dan mengeluarkan satu botol air suci dari dalam ruang dimensi. Anarawati tidak tahu bahwa air itu sangat berkhasiat untuk memulihkan tenaga dan menyembuhkan orang lain. Ia hanya mengikuti instingnya saja. Dengan pelan-pelan anarawati menumpahkan sedikit demi sedikit di mulut anak-anaknya itu berharap air itu akan mengaliri tenggorokan keduanya.
"Lihat saja nak. Suatu saat nanti, ibu akan membalaskan semua rasa sakit yang mereka berikan kepada kita. Mereka menendang kita seperti anjing dan menelantarkan kita seperti binatang. Dan ibu berjanji, kita akan meraih kejayaan yang tidak akan ada tandingannya." Ujar anara ngobrol dengan anak-anaknya walaupun keduanya masih menutup mata.