Memiliki Suami tampan,baik, penyanyang, pengertian, bahkan mertua yang baik adalah sebuah keberuntungan. Tapi bagaimana jika semua itu adalah hanya kamuflase?
Riska Sri Rahayu istri dari Danang Hermansyah. Mereka sudah menikah selama 4 tahun lebih namun mereka belum memiliki buah hati. Riska sempat hamil namun keguguran. Saking baiknya suami dan mertua nya tidak pernah mengungkit soal anak. Dan terlihat sangat menyanyangi Riska, Riska tidak pernah menaruh curiga pada suaminya itu.
Namun suatu hari Riska terkejut ketika mendengar langsung dari sang mertua jika suami nya sudah menikah lagi. Bahkan saat ini adik madu nya itu tengah berbadan dua.
Riska harus menerima kenyataan pahit manakala yang menjadi adik madu nya adalah sepupu nya sendiri.
Sanggupkah Riska bertahan dan bagaimana Riska membalaskan sakit hati nya kepada para pengkhianat yang tega menusuk nya dari belakang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Jual Rumah
"Kamu apa-apaan sih Ris! Siska jadi pergi kan karena ucapanmu yang keterlaluan. Pasti dia tersinggung. Kamu pikir dia wanita seperti apa?. Dia itu sepupumu sendiri. Tapi, kamu tega menuduhnya yang bukan-bukan. Kamu picik, Ris!." Mas Danang kembali menaikkan suara hingga beberapa oktaf. Kilat amarah terpancar jelas di manik berwarna coklatnya itu.
"Kenapa kamu begitu membela nya, Mas?. Ada hubungan apa kamu dengan Siska? Apa yang aku katakan tidak salah kan? kamu dan Siska bukan muhrim, tidak baik kalian berdua-duaan.
"Kamu sekarang menuduhku yang bukan-bukan. Siska itu saudara sepupumu dan dia sedang hamil, berapa kali aku katakan kalau suaminya menitipkan Siska padaku untuk mengantarnya pulang. Apa kamu sudah tidak percaya lagi dengan suamimu?."bentak Mas Danang kepadaku. Baru kali ini Mas Danang membentakku demi wanita lain, biasanya ia selalu berkata lemah lembut kepadaku dan itu hanya kedok semata. Sekarang aku tahu bagi Mas Danang aku tidak ada artinya.
"Kenapa harus ribut hanya perkara sepele sih Mas? kalau kamu mau mengantar Siska silahkan aku tidak akan mencegahmu. Dan itu menyakinkan aku kalau semua yang aku tuduhankan tentang Siska dan kamu ternyata benar." aku sudah tidak peduli lagi skenario atau rencana yang aku buat dengan Septia, hanya mengikuti alur saja. Entah bagaimana ke depan nya, biar jadi urusan nanti.
Terlihat Mas Danang menghela nafas kasar dan berusaha meredakan amarah yang sempat meletup tadi "Sudahlah aku capek dan pengen istirahat. Aku minta maaf De, Mas khilaf. Tapi apa yang kamu tuduhkan pada Mas itu tidak benar. Aku bersumpah atas nama Ibu, aku tidak pernah selingkuh."
Aku terkejut mendengar kalimat Mas Danang yang menggunakan kata sumpah untuk menyakiniku agar aku percaya kepadanya. Sungguh berani sekali Mas Danang, apa ia sama sekali tidak takut, apa ia tidak tahu akibatnya jika sudah bermain dengan kata sumpah? padahal sudah jelas aku tau tentang perselingkuhan kamu dengan Siska, Mas.
"Hati-hati loh, Mas. Jangan main-main dengan kata sumpah. Apalagi kamu membawa-bawa nama Ibu." peringatku kepadanya.
"Itu menunjukkan jika apa yang aku katakan itu benar!." ucapnya santai.
"Terserah," ucapku tak peduli dan berlalu meninggalkan Mas Danang yang masih berdiam diri di tempatnya.
***
"Kamu sudah yakin mau menjual asetmu?." tanya Septia menatap ku dengan serius. Sedangkan aku mencomot kue bolu pandan yang berada di atas piring. Sungguh tidak pernah gagal, bolu buatan Septia. Dia benar-benar berbakat.
"Yakin, nunggu apalagi? aku sudah muak dengan semua ini." jawab ku dan mengunyah kue bolu buatan sahabat ku itu.
"Kalau begitu aku punya kenalan yang ingin membeli sebuah bangunan dan tempat usaha. Seperti ia akan cocok melihat rumah dan toko mu yang terawat dan memiliki tempat yang tragis."
"Baguslah! kamu hubungi saja dia! kalau bisa secepatnya. Aku tidak ingin terlalu lama menyimpan benalu di sekitar ku."
"Tenang aku hubungi dia sekarang!." ucap Septia lalu mengutak-ngatik layar handphone nya dan menghubungi seseorang.
Tinggal urusan bagaimana supaya Mas Danang pergi dari rumah ku.
***
Setelah semalaman aku menginap di rumah Septia. Deringan panggilan Mas Danang berkali-kali tidak aku indahkan.
Rencana nya hari ini aku akan menemui calon pembeli yang ternyata adalah sepupu suami Septia.
Aku dan Septia pergi menggunakan mobil travel menuju ke kampung halaman mertua.
"Ris, kamu sudah mantap untuk bercerai dengan Mas Danang?." tanya Septia membuka obrolan.
"Yakin, Tya. Aku sudah tidak mau lagi berurusan dengan laki-laki model Mas Danang. Untuk apa mempertahankan laki-laki macam dia. Aku sudah muak dengan kelakuannya. Mempertahankan hubungan dengan nya sama saja aku mempertahankan luka yang tidak berkesudahan. Bukankah menikah itu untuk bahagia? untuk apa di pertahankan kalau hanya menyakiti." keputusanku sudah bulat untuk menggugat cerai Mas Danang.
"Apapun keputusan mu aku akan mendukung dan berusaha untuk membantu. Mungkin ada hikmah di balik kamu belum memiliki keturunan lagi walaupun usia pernikahan mu sudah 4 tahun."
Aku mengangguk, Septia benar. Mungkin ini hikmah kenapa Allah tidak kunjung memberiku keturunan lagi pada pernikahan kami. Setelah sempat melahirkan dan bayi kami meninggal dunia dari dalam kandungan. Dulu aku selalu berdoa meminta di berikan keturunan lagi. Namun kini Aku bersyukur saat itu Allah tidak mengabulkan doa ku.
Tidak menutup kemungkinan jika aku memiliki anak, Mas Danang tetap akan setia dan tidak akan banyak bertingkah, kalau sudah watak nya seperti itu mungkin sulit untuk berubah. Anak akan jadi korban perceraian orang tuanya.
Akhirnya 3 sampai 4 jam perjalanan kami telah sampai di tempat kediaman ku.
"Rumah nya bersih, cantik dan terawat saya suka." puji calon pembeliku itu tersenyum setelah selesai berkeliling melihat kesekeliling rumah.
"Jadi deal nih Pak, harga sesuai kesepakatan di awal tadi?." tanyaku memastikan.
"Siap Mbak. Saya akan transfer sebagai bukti jadi dan sisa nya saya akan kirim setelah saya melihat toko nya." ucap calon pembeliku itu.
"Baik Pak, terima kasih. Nanti bisa di kontek lagi aja sekalian membawa notaris untuk balik nama."
"Baik Mbak, kalau gitu saya pamit undur diri. Tya kamu mau bareng saya?." tanya Deni, calon pembeliku dan juga sepupu suami Tya.
"Duluan aja, nanti suamiku jemput Mas." jawab Septia.
"Oke kalau begitu, saya duluan yah!."
"Iyah." jawab kami bersamaan. Deni pun berjalan dan masuk ke dalam mobilnya. Lalu mobil itu melaju meninggalkan pekarangan rumah.
"Syukurlah semua nya berjalan lancar, Ris." ucap Septia kemudian mendaratkan bokong nya ke sofa.
Aku pun ikut duduk di samping Septia.
"Makasih yah Tya, berkat bantuan mu semua berjalan lancar!."
"Apaan sih Ris, kayak sama siapa aja. Kita kan sahabat. Dan sahabat itu harus saling membantu." jawab Septia tulus seraya tersenyum.
"Tetap saja aku makasih banget sama kamu. Entah bagaimana jika tidak ada kamu, mungkin aku tidak bisa berpikir jernih untuk menghadapi para pengkhianat itu."
"Lalu selanjutnya apa?." tanya Septia.
"Aku akan memberikan syok terapi di acara 4 bulanan Siska besok di kampung. Aku dapat pesan kalau Mas Danang akan pulang ke sini dan besok aku akan mengajaknya untuk menghadiri acara 4 bulanan Siska di sana." jelas ku panjang lebar.
"Baguslah, aku dukung apa yang kamu lakukan. Tapi kamu harus perhatikan kesehatan Ibu mu, takut nya justru terjadi hal yang tak di inginkan jika mendengar kabar itu. Aku berdoa semoga Ibu mu kuat."
"Aamiin," jawabku tersenyum. Aku bersyukur memiliki sahabat seperti Septia. Dia ada saat aku sedang dalam keadaan sulit, dan aku berjanji aku akan membalas kebaikan Septia nanti.
.
.
.
Bersambung....
tinggalkan aja suamimu riska......