Malam "panas" antara Danar dan Luna, menjadi awal kisah mereka. Banyak rintangan serta tragedi yang harus mereka lalui. Masa lalu mereka yang kelam akankah menjadi batu sandungan terbesar? atau malah ada hamparan bukit berbatu lainnya yang terbentang sangat panjang hingga membuat mereka harus membuat sebuah keputusan besar dalam hubungan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kata Kunci, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14.
Malam semakin larut, Luna yang baru saja selesai membasuh bersih seluruh tubuhnya kini sudah duduk di depan meja riasnya dengan tatapan lumayan kosong. Sesekali terlihat dia mengelus pelan helaian panjang rambut hitam kecoklatan kakunya dengan kain handuk yang tebal. Belum juga hilang helaan panjang dari tarikan napas dalamnya, lalu tiba - tiba wajahnya dimiringkan ke kanan - kiri, maju - mundur juga dilakukannya, senyum - cemberut juga tidak luput dari pengecekan di kulit wajahnya.
"Kayaknya sih emang nggak jelek - jelek banget aku nya, tapi...," gumam pelan perempuan itu menilai tampilan wajah dengan kulit putih langsatnya.
"Memang anggunan dia...," lanjut Luna dengan kepala yang langsung tertunduk.
xxxxxxxx
Malam yang sama di kamar Danar, lelaki itu terlihat sedang berbaring tapi setengah terduduk dan bersandar di dinding ranjang empuknya. Senyum lebar nan malu - malu adalah ekspresi terbaru lelaki yang memiliki kebiasaan tidur tanpa menggunakan busana bagian atas hingga lekukan tubuh berotot dan perut kotak - kotak idaman banyak lelaki terlihat jelas. Satu tangan lelaki lumayan tampan itu sedang memandangi layar gawai pintarnya di kegelapan kamar tidur itu. Hingga helaan napas pendek dengan senyum cerahnya menutup kegiatan tidak biasa itu, Danar membaringkan tubuhnya setelah meletakkan gawai pintar di salah satu meja kecil samping ranjang sangat besarnya.
Baru dirasa sebentar dia memejamkan mata juga membaringkan tubuh kekarnya, lelaki berkulit putih pucat itu merasakan sensasi lain dibagian tubuhnya. Sentuhan lembut yang dirasakannya membuat bagian tubuh itu bereaksi sangat agresif, kenikmatan tingkat tinggi didapat oleh Danar. Dirasa mimpi, hingga pelan namun pasti sebuah nama keluar dari bibir menggodanya. Tiba - tiba tubuhnya menggeliat dan perlahan kelopak matanya terbuka, pandangan samar melihat se sesosok sedang berada diatas samping tempat tidurnya. Masih merasakan kenikmatan yang semakin menjadi, Danar mengerjapkan matanya agar dapat melihat jelas sosok yang duduk diatas ranjang kebesarannya.
Betapa terkejut lelaki itu ketika didapati Nadia sedang duduk dengan wajah nakal dan satu tangan yang berada di dalam selimutnya. Segera dia bangun dan ditahan serta ditarik tangan nakal Nadia dan gelak tawa renyah terdengar setelah itu. Kalimat makian dengan nada suara cukup kencang keluar dari mulut Danar.
"Get out, bit*h...," umpat terakhir Danar dengan menarik dan mendorong kasar Nadia lalu menutup pintu kamarnya sangat keras.
Masih tertawa renyah sambil memasukkan satu jarinya ke dalam mulut Nadia berteriak dari balik pintu,
"You so good, Babe...,"
Danar memejamkan mata dan nampak kebingungan, dia mondar - mandir sejenak di dalam kamar, lelaki itu mencoba menenangkan diri sebelum akhirnya memutuskan berjalan kearah kamar mandi dan mengisi bak mandi lalu menenggelamkan seluruh tubuhnya dengan air dingin.
"Sh*t, aku pikir Luna. Ternyata...," umpat Danar sembari memukul genayang air di depannya.
Malam yang tidak sengaja nakal itu diakhiri lelaki berotot itu dengan berendam semalaman.
xxxxxxxx
Pagi hari di ABS, Luna datang tepat waktu seperti biasa lalu saat sudah meletakkan semua barang dan segera mengambil alat kerjanya, perempuan yang mengepang rambutnya itu dihampiri oleh Ibu Rahma.
"Pagi Luna, bisa ikut saya sebentar?" tanya wanita pendek nan gemuk itu dengan sopan serta ramah seperti biasanya.
Setelah Luna menjawab dengan sopan juga, lalu dia mengikuti arah langkah atasannya itu. Mereka berjalan kearah pintu lift dan naik lantai yang belum pernah dikunjungi oleh Luna. Sebuah pintu cukup unik dan satu - satunya ada disana, setelah di dorong terlihat jelas ada 2 orang telah menunggu. Satu orang terlihat sedang duduk dan lainnya berdiri tidak jauh dari orang itu, mata Luna selain melihat ke keadaan sekeliling fokusnya terali ketika Ibu Rahma menyapa dan memanggil nama sosok yang sedang duduk dan menutup sebuah berkas yang sedang dibacanya.
"Selamat Pagi Nyonya Besar Rania...,"
Senyum ramah lebar, hangat serta cerah diperlihatkan wanita berambut pendek nan ikal itu. Kemudian wanita agak tua itu memberi sebuah isyarat pada orang yang berdiri tidak jauh darinya, anggukan kepala dilakukan sekali, lalu dia menunduk sesaat baru kemudian berbalik dan pergi meninggalkan ruangan yang tidak begitu besar itu.
"Luna, perkenalkan ini Nyonya Besar Rania Perkasa. Nyonya ini Luna Saphira, salah satu staf divisi kebersihan yang cekatan, loyak serta rajin...," Ibu Rahma saling memperkenalkan Luna dan Ibu Rania.
Senyum lebar dengan pupil membesarnya kini tertuju pada Luna, sedangkan wajah tegang, jantung yang hampir ingin lepas dari tempatnya serta bulir peluh yang awalnya tidak ada kini sudah mulai terbentuk dibalik seragam kerja perempuan lumayan langsing itu.
"Terimakasih, Ibu Rahma. Boleh tinggalkan kami berdua, ada beberapa hal yang ingin saya diskusikan dengan staf terbaik pilihan anda ini...," ucap Ibu Rania dengan gaya berkelasnya.
Ibu Rahma membalas senyum Sang Atasan dengan senyum ramah dan tulusnya serta anggukan kepala, lalu dia memegang pelan lengan Luna dan menghilang dibalik pintu unik tadi.
Luna yang sempat mengumbar senyum simpul singkat pada Ibu Rahma, kini sudah menghadap Ibu Rania yang sudah berada di samping meja kerjanya dengan kursi roda yang terlihat lebih jelas. Wanita anggun - berkelas itu memberi kode agar Luna duduk di salah satu sofa di dekatnya.
Kedua jemari tangannya terkait dan agak dimainkan pelan dengan jalan menunduknya dia lalu duduk dengan sopan dan tubuh yang agak tegak. Mental Luna sudah kalah, dia hampir tidak punya tenaga tatkala mereka kembali saling tatap.
"So, Luna. Saya pikir kamu sudah menerima pesan singkat yang asisten saya kirim, bukan?" tanya Ibu Rania sambil membenahi tata letak perhiasan yang tidak kalah unik dan terlihat mewah di salah satu jemarinya, pandangan mata yang sempat teralihkan sesaat itu kembali menatap Luna dengan tatapan yang berubah drastis menjadi datar juga dingin.
Anggukan pelan dan ragu terlihat dari jawaban Luna yang tanpa suara. Menghela pendek dan menoleh kearah meja, Ibu Rania mengambil sebuah amplop putih. Kemudian dibuat kursi roda yang sudah menyatu dengannya itu mendekat kearah Luna. Diletakkan pelan dan digeser kearah perempuan muda itu.
"Isi sesuai keinginanmu dan bawa ke bank. Tidak butuh lama, nominal yang kamu mau akan cair dan jangan pernah mendekati Danar lagi...," Ibu Rania menyampaikan keinginannya tanpa ragu dan dengan ekspresi angkuh ala orang kaya sombong pada umumnya.
Luna yang awalnya tidak memiliki tenaga dan merasa ciut nyali, tiba - tiba merasakan bagian wajah hingga kepalanya panas. Senyum lebar dengan tawa kecil terdengar dari perempuan muda berambut kepang itu, tatapan sedikit takut tadi berubah menjadi tatapan kesal.
"Saya Luna Saphira memang bukan orang kaya seperti Ibu, tapi saya masih punya harga diri. Bukan saya yang mengejar - ngejar anak Ibu melainkan dia yang mengejar - ngejar saya dan bahkan membuat hidup saya yang awalnya tenang menjadi carut - marut. Tidak perlu Ibu suruh, saya tidak mau berurusan lagi dengan dia selain secara profesional. Kalau Ibu mau saya resign dari ABS, mohon maaf tidak akan pernah saya lakukan. Jika tidak ada yang ingin Ibu, oh maaf, Nyonya Besar Rania ingin katakan dan pastikan, saya permisi...," Luna menjelaskan dalam satu tarikan napas, lalu berdiri dan melangkah tegap menuju pintu keluar.
Wajah sinis nan kejam Ibu Rania kini semakin menajam, tatkala dilihat kepergian Luna. Dalam diam dia sedang memikirkan sesuatu dan dimainkan tombol pengendali kursi rodanya untuk kembali ke tempatnya semula, tangannya mengambil gagang telepon untuk kemudian menghubungi seseorang.
"Jika kau ingkar, kali ini bukan hanya kamu yang akan hancur Luna...," gumamnya pelan.
********