Pernikahan yang terjadi antara Ajeng dan Bisma karena perjodohan. Seperti mendapat durian runtuh, itulah kebahagiaan yang dirasakan Ajeng seumur hidup. Suami yang tampan, tajir dan memiliki jabatan di instansi pemerintahan membuatnya tidak menginginkan hal lain lagi.
Ternyata pernikahan yang terjadi tak seindah bayangan Ajeng sebelumnya. Bisma tak lain hanya seorang lelaki dingin tak berhati. Kelahiran putri kecil mereka tak membuat nurani Bisma tersentuh.
Kehadiran Deby rekan kerja beda departemen membuat perasaan Bisma tersentuh dan ingin merasakan jatuh cinta yang sesungguhnya, sehingga ia mengakhiri pernikahan yang belum genap tiga tahun.
Walau dengan hati terluka Ajeng menerima keputusan sepihak yang diambil Bisma. Di saat ia telah membuka hati, ternyata Bisma baru menyadari bahwa keluarga kecilnya lah yang ia butuhkan bukan yang lain.
Apakah Ajeng akan kembali rujuk dengan Bisma atau menerima lelaki baru dalam hidupnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leny Fairuz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Meninggalkan Semua Kesempurnaan
Ajeng memandang seisi rumahnya dengan perasaan berkecamuk. Ia menghitung mundur awal pernikahan hingga untuk kedua kalinya Bisma menginginkan perpisahan yang artinya kini mereka telah sah berpisah secara agama.
Dua tahun empat bulan ia merasakan hidup menjadi seorang istri lelaki bernama Bisma Dirgantara Permadi. Orang awam dapat melihat bagaimana kesempurnaan yang mereka miliki dalam keluarga kecilnya.
Tak bisa Ajeng mungkiri, selama menjadi mantu di keluarga Permadi, ia merasakan limpahan kasih sayang dan kemewahan yang diberikan mertuanya yang baik hati. Begitu pun saudari iparnya yang tak pelit untuk berbagi barang branded setiap kepulangannya dari luar negeri.
Ia tersenyum miris memikirkan nasibnya. Tapi Ajeng sudah ikhlas menerima semua takdir yang telah ditetapkan Allah atas dirinya. Sudah selayaknya ia mensyukuri kenikmatan berupa limpahan materi, walau pun ia harus merasa fakir akan kasih sayang dan kehangatan dalam rumah tangganya.
Kini ia akan melangkah untuk meninggalkan semua kesempurnaan dan kenyamanan dari rumah megah yang telah Bisma serahkan sebagai hadiah pernikahan mereka yang nyatanya kandas karena tidak ada kesepahaman.
Setelah mengalami manis dan getirnya menjadi seorang nyonya Bisma Dirgantara, Ajeng mulai menyadari dan yakin untuk mengakhiri statusnya sebagai istri yang tak diinginkan seorang lelaki sempurna yang bernama Bisma.
Sendirian ia berbenah membereskan segala barang-barang berupa baju serta tas-tas mewah hadiah dari mertua dan kakak iparnya. Karena sudah terbiasa mandiri, walau pun tiga hari berkemas tak membuat Ajeng mengeluh untuk memasukkan semua miliknya ke dalam kardus yang telah ia persiapkan.
Rumida merasa heran melihat majikannya yang tidak berangkat bekerja. Tapi ia tidak berani untuk bertanya. Ia hanya melihat segala kesibukan Ajeng yang wara-wiri membawa kardus besar beberapa buah.
Ia sudah yakin ada yang tak beres antara kedua majikannya. Selama ini ia pun jarang bertemu dengan suami majikannya. Kalau pun ada, sangat jarang keduanya berinteraksi seperti keluarga lain pada umumnya.
Rumida pun tau, majikan lelakinya tidak pernah berinteraksi dengan putri kecilnya yang cantik dan menggemaskan. Sebagai perempuan dewasa yang sudah banyak berkecimpung dalam kehidupan, ia meyakini rumah tangga yang dijalani majikannya dangat tidak sehat.
Tapi ia bisa apa?
Tak mungkin ia mencampuri sesuatu yang bukan kapasitasnya. Ia hanya dibayar untuk mengasuh putri mereka. Dan ia pun tak ingin melibatkan diri terlalu jauh, walau dalam hatinya ia ingin berbincang dengan Ajeng yang di matanya begitu baik dan ramah.
Ia dapat melihat kasih sayang yang dicurahkan Nurita dan Mayang setiap kali ia membawa Lala menginap di rumah mertua majikannya.. Hanya ia menyayangkan sikap anak lelaki mereka yang begitu dingin.
Dan ia merasakan sendiri, tidak ada kehangatan dalam rumah tangga majikannya selama hampir satu tahun ia bekerja menjadi pengasuh Lala. Ia merasa kasihan dengan majikan perempuannya yang begitu tulus bersikap dan berperilaku pada siapa pun tanpa pandan g bulu.
Rumida hanya mampu berdoa semoga Allah selalu melindungi rumah tangga majikannya dan bisa memberikan kehangatan di dalam keluarga kecil yang belum lama terbina.
Pagi ini Ajeng sudah selesai berbenah. Ia mensyukuri tidak memajang foto-foto pernikahan di rumah mewah mereka. Sehingga ia tidak perlu untuk menurunkan sesuatu yang tidak penting.
Hal pertama yang akan ia lakukan adalah merehab rumah singgah di lahan luas yang berada di usaha kafe yang telah berjalan satu tahunan lebih. Ia akan meminta Hendra mencarikan ahli untuk pengembangan rumahnya menjadi layak huni walau pun tak semegah rumah yang bakal ia tinggalkan.
Saatnya untuk berbincang serius dengan sus Rumida masalah yang ia hadapi dan keinginannya untuk pindah ke Malang.
“Sus, saya sudah merencanakan beberapa bulan belakangan ini ...” Ajeng menghentikan ucapannya beberapa saat, “Kemungkinan saya dan Lala akan pindah ke Malang.”
Rumida menatap Ajeng dengan perasaan tidak nyaman. Ia yakin sesuatu yang buruk sedang terjadi dalam rumah tangga majikannya.
“Walau pun tidak saya ceritakan, mungkin sus sudah mengetahuinya sendiri. Dan saya tidak ingin menceritakan permasalahan rumah tangga kami. Cukup saya dan suami yang tau,” Ajeng berkata dengan getir.
Walau ia berusaha tegar, tetap saja rasa sakit selalu hadir mengingat kegagalan dalam rumah tangganya. Ia belum bisa menghilangkan rasa yang masih tersisa. Apalagi Bisma adalah lelaki pertama yang membuatnya mengenal cinta.
Selama ini ia terlalu sibuk belajar, bekerja hingga meraih impiannya menjadi pegawai salah satu bank milik pemerintah. Tiada waktu baginya untuk bermain-main. Semua hanya keinginan untuk membahagiakan ayah dan memberikan kesempatan bagi adiknya untuk bersekolah lebih tinggi.
“Jadi mbak Ajeng dan Lala akan meninggalkan rumah ini untuk selamanya?” tanya sus Rumida untuk memastikan rasa ingin tahunya yang begitu tinggi.
“Benar. Jika sus Rumida berkenan, saya sangat berharap sus ikut kami. Saya berjanji akan membayar lebih tinggi,” Ajeng menatap perempuan yang usianya hampir sebaya mertuanya itu dengan penuh harap.
Rumida terpekur. Ia senang bekerja dengan Ajeng, perempuan baik hati dan tidak pelit untuk berbagi. Tetapi sebelum Ajeng menyampaikan keinginannya, ia pun sebenarnya sudah berniat untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai babby sitter.
Kedua anaknya yang sudah bekerja dan hidup mapan di Semarang menginginkan ia untuk pensiun dan menikmati hari tua bersama mereka. Tapi ia masih memikirkan untuk membicarakannya bersama Ajeng.
Ia tidak tega meninggalkan Ajeng dan Lala di rumah mewah tanpa ada orang lain yang menemani keduanya. Ia menganggap Ajeng sudah seperti keluarga sendiri.
“Maafkan saya mbak ...” Rumida berkata dengan penuh kehati-hatian, “Sebenarnya saya berat untuk mengatakan ini.”
Ajeng menatap Rumida lekat. Ia menunggu ucapan perempuan yang begitu menyayangi putri kecilnya.
“Mbak, sebenarnya berat juga bagi saya untuk mengatakannya ... “ Rumida menatap Ajeng dengan perasaan sedih.
Tidak akan lagi ia bertemu majikan yang baik hati serta keluarga loyal yang tidak pelit untuk berbagi terhadapnya. Tapi mau bagaimana lagi, ia pun ingin berkumpul dengan kedua buah hatinya yang sudah memiliki kehidupan lebih baik.
“Kenapa sus?” Ajeng menunggu ucapan Rumida dengan perasaan khawatir.
“Saya sebenarnya juga ingin mengundurkan diri dan berhenti dari pekerjaan,” Rumida berkata perlahan.
“Sus Ida mau pulang kampung?” Ajeng bertanya dengan cepat.
Rumida mengangguk pelan, “Anak-anak saya di Semarang meminta saya untuk pindah mengikuti mereka. Alhamdulillah keduanya sudah memiliki pekerjaan yang layak....”
“Syukurlah sus,” Ajeng tersenyum haru mendengar Rumida yang langsung menceritakan keinginan kedua anaknya yang ingin berkumpul dan menyenangkan ibunya di hari tua.
“Saya sangat menyayangi Lala seperti cucu sendiri. Mbak Ajeng sangat baik. Berat bagi saya untuk meninggalkan mbak Ajeng dan Lala .... “ mata Rumida berkaca-kaca saat mengatakannya.
Mendengar ucapan perempuan yang sudah menemaninya hampir satu tahunan membuat Ajeng langsung memeluknya dan menangis terharu.
“Terima kasih sus. Saya juga sudah menganggap sus Ida seperti orang tua sendiri. Saya tidak akan melupakan kebaikan sus Ida yang sudah sangat membantu dan menyayangi kami berdua.”
Kini keduanya saling bercerita dan menguatkan satu sama lain. Walau pun tidak tersurat, tapi pesan dan nasehat Rumida akan kepindahannya ke Malang membuat Ajeng merasa kuat.
Dari kata-kata yang tersirat dari bibir perempuan paro baya itu ia meminta Ajeng untuk selalu mendekatkan diri kepada Sang pencipta , karena Dia-lah satu-satunya yang membolak-balik hati hamba-Nya.
.....
Setelah menerima kabar mutasinya, Bisma menerima dengan lapang dada.. Ia pun kini mulai berbenah untuk mendelegasikan pekerjaannya pada figur pengganti yang akan melanjutkan tugasnya setelah ia mulai berpindah tugas di kota Malang di awal tahun.
Siang itu setelah dua bulan menjalani agenda kerja yang padat, Bisma menyempatkan diri untuk kembali ke rumah.
Sesampai di rumah ia melihat suasana tampak sepi. Tidak ada kegiatan apa pun yang terlihat di dalam saat ia mulai memasuki ruangan.
Jemarinya meraba permukaan sofa yang tampak berdebu membuatnya tak bisa menahan batuk.
“Kemana perempuan itu?” desisnya kesal.
Ia adalah tipe yang sangat menjaga kebersihan. Dan ia sangat benci menyadari rumah sangat jorok dan kotor..
Dengan perasaan malas ia melangkah ke dapur untuk sekedar mengambil air putih yang selama ini selalu tersedia tanpa ia minta.
Keterkejutan Bisma bertambah, semua peralatan makan minum satu pun tidak tersedia di rak pirin. Ia membuka kulkas dengan cepat, berharap menemukan sesuatu untuk membuang rasa dahaga yang begitu menyiksa. Harapannya begitu sampai di rumah ia bisa menikmati menu rumahan yang biasa disediakan Ajeng. Tapi harapan tak sesuai kenyataan.
Ia masih berpikiran positif, dan menganggap bahwa Ajeng menginap di rumah mamanya. Ia tau, betapa sayangnya mama dengan perempuan matre yang telah memberinya cucu perempuan kebanggaannya.
Bisma melangkah menuju ruang kerjanya. Tetap saja hening tanpa suara. Hanya debu-debu yang dengan setia hadir di semua sisi ruangan.
Dengan cepat ia menghubungi penyedia jasa cleaning servis. Ia tidak nyaman dengan suasana rumah yang begitu kotor penuh debu. Membuatnya bersin berkepanjangan.
Tak berapa lama kemudian petugas cleaning servis sebanyak 6 orang datang untuk membersihkan rumah sesuai permintaannya.
Bisma menunggu di teras rumah memandang ponsel sambil membaca chat Deby menanyakan keberadaannya saat ini. Senyum tak lekang dari bibirnya melihat gambar yang dikirim Deby, memperlihatkan aktivitasnya di Bandung bersama dengan rekan kerja dan atasannya.