( Zona Cinta Manis )
Midea Lestari harus menelan pil pahit ketika difitnah sudah menabrak seorang wanita yang tengah hamil besar hingga tewas. untuk menebus kesalahan yang bukan karena perbuatannya, ia harus mendekam di balik jeruji besi dan merelakan masa depannya.
Satu bulan mendekam dipenjara, akhirnya Dea dibebaskan karena keluarga korban membayar jaminan untuknya. sebagai gantinya Dea terpaksa menikah dengan Shady Hutama, duda tampan yang istrinya tewas dalam kecelakaan itu. Dea menjadi ibu pengganti untuk putri Shady yang bernama Naura.
Bagaimana lika liku kehidupan rumah tangga Shady dan Dea? Apakah Dea bisa meruntuhkan kerasnya hati Shady yang selalu menaruh dendam padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pinkanmiliar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14 - Permainan Shady
Rasya memutuskan untuk pergi ke perusahaan usai urusannya di kampus telah selesai. Acara makan siangnya bersama Dea kacau akibat kedatangan Shady yang tiba-tiba.
Rasya duduk di kursi kebesarannya dengan memikirkan banyak hal, terutama yang berhubungan dengan Shady dan Dea.
Suara ketukan di pintu ruangannya membuat Rasya menatap kearah pintu. Asistennya, Eksa masuk ke dalam ruangan.
"Tuan!" Eksa memberi hormat. Eksa melihat ada yang tak beres dari gelagat tuannya.
"Ada apa, Tuan?" tanya Eksa yang melihat Rasya memijat pelipisnya pelan.
"Dea sudah bebas dari penjara, Eksa. Dia sudah bebas!" Lirih Rasya.
"Apa? Tapi itu tidak mungkin, Tuan. Menurut catatan dan keterangan dari pihak..."
"Tapi itu adalah kenyataannya, Eksa. Shady sudah membebaskan gadis itu. Dan kurasa ada sesuatu diantara mereka. Ini adalah permainan Shady."
Eksa menatap tuannya dengan penuh tanda tanya.
"Gadis itu adalah mahasiswiku, Eksa. Dia adalah gadis yang sama dengan setahun lalu. Saat aku meninggalkannya di mobil Shezi karena ingin menolongnya. Gadis itu adalah kambing hitam dari kecelakaan itu. Aku yang sudah menempatkannya disana. Aku yang sudah membuatnya menjadi tersangka."
Eksa hanya diam mendengar semua pernyataan bosnya. Meski sebenarnya dia sudah tahu, tapi mengetahuinya lagi setelah setahun berlalu, membuatnya cukup terkejut. Mungkin inilah yang disebut dengan seseorang tidak bisa menghilangkan sebuah dosa dan penyesalan.
"Saya akan menyelidikinya, Tuan," jawab Eksa.
#
#
#
Mobil Shady telah memasuki halaman rumah keluarga Hutama. Masih dengan tidak ada yang saling bersuara, bahkan Dea tidak menyuarakan protes ketika Shady menelepon Rosi.
"Turunlah!" ucap Shady yang juga sudah membuka seatbeltnya.
Dea menurut dan juga ikut turun. Dea mengikuti langkah Shady. Mereka berdua memasuki rumah. Shady mengedarkan pandangan mencari Rosi.
Shady memanggil Rosi dan wanita patuh baya itu segera mendekat. Rosi membungkuk hormat di depan Shady.
"Apa kau sudah melaksanakan apa yang aku suruh?" Tanya Shady menatap Rosi.
"Sudah, Tuan. Semua barang-barang Nyonya Dea sudah dipindahkan ke kamar Tuan," jawab Rosi.
Dea menghela napasnya. Sementara Nilam malah tersenyum bahagia mendengar kabar ini. Nilam segera membawa Dea untuk duduk bersama.
"Dengar, Nak. Ibu tahu ini sulit untukmu. Tapi bagaimanapun juga kalian adalah suami istri. Dan Naura semakin lama semakin besar. Dia bisa saja bertanya-tanya kenapa mama dan papa tidak tinggal dalam satu kamar. Jadi, Ibu mohon kamu bisa menerima ini."
Nilam menggenggam kedua tangan Dea. "Ibu yakin jika ini adalah awal yang baik untuk hubungan kalian."
Tentu saja Dea hanya bisa mengangguk pasrah. Selama ini Shady memang selalu mengatur semuanya. Dan Dea tidak berhak menyuarakan haknya disini. Dea berpamitan pada Nilam karena ingin bermain dengan Naura.
Sejak pulang ke rumah, Shady sibuk berada di ruang kerjanya. Hari ini ia mengerjakan pekerjaannya dari rumah.
Hingga malam tiba, Shady masih sibuk berkutat di ruang kerjanya. Ia bahkan melewatkan makan malam bersama dan memilih makan di ruang kerjanya.
Dea merasa sedih dengan kondisi mereka yang sepertinya kembali memanas. Namun sebuah pesan masuk di ponselnya membuat Dea sedikit berbinar.
Itu adalah pesan dari Rasya yang memberikan sedikit materi untuk tugas akhir Dea. Senyum di bibirnya terbit. Dengan bersemangat Dea membuka laptop dan langsung mengerjakan perintah Rasya.
Keinginannya sekarang hanya satu, ingin segera lulus dan menjalani kehidupan normal bersama keluarga di desa. Dea mulai menguap karena ternyata waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Dea menuju ke kamarnya. Namu ia ingat jika ia harus menuju ke kamar milik Shady. Dengan pelan Dea mengetuk pintu kamar itu.
Dea membuka pintu dan melihat Shady sudah duduk diatas tempat tidur sambil memangku laptopnya. Sepertinya pekerjaannya belum juga selesai.
Dengan langkah pelan Dea menuju ke arah tempat tidur. Tapi matanya tertuju pada bantal dan selimut yang ada diatas sofa di kamar itu.
"Mas, itu kenapa bantal dan selimut ada di sofa?" Tanya Dea.
Shady segera menghentikan pekerjaannya dan menatap Dea. Bayangan kebersamaan Dea dengan Rasya kembali melintas dalam otaknya.
"Kau pikir aku memintamu pindah ke kamar ini agar kau bisa tidur dengan nyaman di ranjang ini? Tidak! Kau tidurlah di sofa! Ranjang ini hanya milik Nola! Jadi kau jangan berpikir aku akan memberikannya padamu. Mengerti?!" Tatapan tajam Shady membuat Dea menunduk dan mengangguk.
Dea berjalan kearah sofa dan merapikan bantal juga selimut itu. Dia kembali mengecek pekerjaannya di laptop sambil berkirim pesan dengan Rasya.
Shady meletakkan laptopnya diatas nakas dan ia bersiap untuk terbang ke alam mimpi. Bahkan ia tidak melirik Dea sedikitpun.
Tengah malam, Shady terbangun dari tidurnya. Ia bangkit dan mengambil air minum yang ada di kulkas dalam kamarnya. Tak sengaja ia melirik Dea yang ternyata tidur dengan posisi duduk.
"Ck, merepotkan saja!" Shady menghampiri Dea dan membenarkan posisi tidurnya lalu menyelimuti tubuh gadis itu.
Shady melirik ponsel Dea yang masih terlihat menyala.
"Dengan siapa dia berkirim pesan?" gumam Shady lalu meraih ponsel Dea.
Tangannya kembali terkepal melihat nama yang tertera di sana.
"Rasya?! Apa yang sebenarnya dia inginkan dari Dea? Ini sangat aneh karena dia bisa menjadi dosen pembimbing Dea. Apa dia merencanakan sesuatu? Atau ada yang dia sembunyikan?"
Dengan kesal Shady meletakkan ponsel Dea diatas meja dengan sedikit membantingnya. Ia kembali ke tempat tidur dan melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu.
#
#
#
Pagi harinya, Dea sedang mengajak Naura bermain dan belajar berjalan.
"Ayo, Nak! Sini jalan ke mama!" Dea merentangkan tangannya dan menyambut kedatangan Naura yang berjalan tertatih.
"Mamamamama!" Celoteh bocah kecil itu yang berhasil meraih mamanya.
"Uh, anak pintar! Kamu sudah bisa berjalan, Nak." Dea menciumi Naura dengan gemas.
"Papapapapa!" Celoteh Naura lagi yang melihat Shady berdiri menatap mereka.
"Hai, sayang!" Shady menggendong Naura dan juga menciumi pipi bocah itu.
"Papapapapap! Mamamamama!" Celoteh Naura dengan sangat gembira.
Nilam yang melihat pemandangan menyejukkan itupun tersenyum haru.
"Semoga hubungan mereka terus membaik ya, Ros. Dea adalah gadis yang baik. Dia juga ibu yang baik. Semoga Tuhan selalu memberi kebahagiaan untuk mereka," ucap Nilam yang berdiri bersama Rosi.
"Iya, Nyonya. Semoga keluarga kecil mereka selalu bahagia," timpal Rosi.
Hari ini Dea berangkat ke kampus bersama Shady. Entah kenapa Shady memaksa Dea untuk pergi bersamanya.
"Jangan ge'er! Aku hanya tidak ingin ibu merasa curiga dengan kita." Shady kembali bersikap dingin pada Dea jika mereka hanya berdua saja.
Dea mengangguk pelan. "Aku tahu, Mas. Tidak perlu memperjelasnya."
"Cih! Baguslah kalau kau tahu diri."
Dea menghela napasnya. Sebenarnya ia masih penasaran dengan hubungan Shady dan Rasya. Mereka saling mengenal namun tatapan mereka saling tak bersahabat. Begitulah pikir Dea.
"Umm, Mas. Apa aku boleh bertanya sesuatu?"
"Hmm, tanya apa?"
"Apa Mas saling kenal dengan pak Rasya?"
Shady mengeratkan genggaman tangannya pada kemudi mobilnya. Ia sungguh tak suka saat Dea menyebut nama Rasya di depannya.
"Tadi secara tidak sengaja aku melihat ada foto Mas, dan nyonya Nola bersama dengan pak Rasya di rak buku yang ada di kamar. Maaf, jika aku lancang!" Dea kembali menunduk karena takut Shady akan makin marah padanya.
Shady menghembuskan napas kasar. "Rasya adalah sahabat Nola sejak SMA." Hanya itu jawaban yang diberikan Shady.
Dea hanya mengangguk. "Maaf..." Lirihnya.
Dea masih belum puas dengan jawaban Shady. Tapi ia tidak akan memaksa Shady untuk memberikan jawaban lebih padanya.
"Jika mereka berteman baik, kenapa tatapan Mas Shady seakan tidak menyukai pak Rasya? Apa ada sesuatu yang terjadi diantara mereka?" gumam Dea dalam hati.
B e r s a m b u n g
dan yg mengirim bunga ke makam nola adalah rasya.
ceritanya bagus