Seorang gadis bernama Sheritta yang bekerja di sebuah toko pastrynya bersama dengan kedua orang temannya yaitu Ethelia dan Vienna yang juga membantunya untuk membuka toko itu sampai akhirnya sekarang dapat berjalan dengan beberapa karyawan lainnya.
Ia menyadari pria yang lebih tua darinya 2 tahun yang merupakan langganan toko pastrynya itu ternyata adalah orang yang sama yang dulu pernah menyelamatkannya dari sebuah musibah.
Pria itu bekerja di perusahaan kosmetik yang di mana terdapat suatu rahasia yang selalu ditutup oleh perusahaan kosmetik yaitu portal yang berada di sebuah ruangan diskusi dipercaya pada zaman dulu portal itu selalu terbuka lebar dan tidak pernah tertutup.
Apakah isi dari portal itu? Bagaimana bisa terdapat portal rahasia di sana? Dan apakah kehidupannya Sheritta berubah total setelah kejadian aneh ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Carmellia Amoreia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 8 - THE OLD MEMORIES
Saat di RS tersebut, tepatnya di ruang tunggu pasien yang dekat dengan ruangan ICU itu. Zayden pun izin ke kantin RS bentar untuk makan dulu karena ia merasa lapar, ia juga menanyakan Virissa jika ada sesuatu yang mau ia titipkan kepadanya saat ke kantin RS nanti. Virissa pun menitip sebuah makanan berat karena ia belum makan siang dari tadi, Zayden pun mengiyakannya dan kembali berjalan menuju kantin RS.
Tepat saat di ruangan kamar tempat Sheritta berada, aku sedang tidur terlelap sebentar di sana. Tiba-tiba terdapat suara langkah kaki seseorang yang menghampiriku, namun aku berpikiran positif mungkin saja itu hanya seorang dokter yang ingin memeriksa keadaanku secara rutin.
Tapi tak lama, terdapat tangan seseorang yang sedang mengelus rambutku dengan perlahan. Aku yang menyadari hal itu pun perlahan sadar dan membuka mataku, aku pun kaget setelah melihat ternyata yang datang bukan Elio tapi pria yang telah kulindungi ini.
Pria itu pun segera menyadari jika aku telah terbangun dan menghentikan gerakan tangannya, lalu berdiri dan beranjak dari tempatnya untuk meninggalkan ruangan. Namun aku refleks menahannya dengan menggenggam tangan kirinya dan berkata dengan tersenyum tipis, “kamu jangan pergi dulu, kurasa aku kenal kamu, siapa namamu?”
Pria itu pun langsung berjalan kembali ke arahku dengan pelan dan duduk di sampingku lalu ia memegang tangan kananku sambil menatap kedua mataku dan berkata dengan nada suaranya yang pelan, “Zayden, kamu ingat kan?”
Aku pun terkejut mendengar namanya karena ia benar-benar adalah orang yang memotivasiku saat aku masih kecil. Apalagi aku baru tahu kalau selama ini dia sudah mengenaliku, di saat itu juga aku pun secara tidak sadar meneteskan beberapa air mataku karena sudah merasa pasrah dan tidak menyangka bahwa ia masih mengingatku.
Zayden yang dari tadi sedang melihatku itu pun langsung kaget dan dengan cepat menghapus air mataku itu dengan tangan kanannya sambil berkata, “Dulu kamu ceria sekali bahkan setelah tenggelam di danau itu. Tapi di saat itu kamu tidak tahu siapa yang menyelamatkanmu karena tiba-tiba penglihatanmu menghilang selama 5 hari”
Tiba-tiba setelah aku mendengar pernyataannya itu aku pun tertegun, tatapan mataku langsung mengarah ke wajahnya Zayden itu dan aku pun memegang tangannya yang sedang menghapus air mataku itu secara refleks lalu bertanya kepadanya, “Dari mana kamu bisa tahu?”
“Karena aku yang nyelamatin kamu” jawab Zayden singkat sambil menatap ke arah wajahku balik dan tersenyum tipis, kemudian ia pun langsung memelukku dengan erat.
Aku pun refleks kaget mendengarnya, ternyata orang yang sejak saat itu aku cari-cari adalah dia. Aku yang sudah merasa bahwa mungkin saja kami sudah tidak akan pernah bertemu kembali karena aku sudah lama tidak mengetahui kabarnya apalagi pasti di dunia yang besar ini ia sudah menemukan seseorang yang lebih layak untuknya dan mengikuti kebahagiaannya.
Mengetahui hal itu, aku kembali langsung memeluknya dan menangis dengan suara yang kecil karena kukira hanya aku yang memikirkan dan mengingatnya, ternyata dia juga sama sebaliknya. Aku bisa merasakan air mataku mengalir dengan deras membasahi kedua pipiku.
Beberapa saat setelah ia melepaskan pelukan itu, mataku masih basah karena air mata yang dikeluarkan tadi, mukaku menjadi merah sehabis menangis. Ia menatapku dengan dalam dan dari wajahnya terlihat bahwa ia sedang mengkhawatirkanku. Aku pun menatapnya kembali dan bertanya kepadanya, “kamu habis dari mana tadi?
“aku habis nganterin rekan kerjaku ke sini karena ada kecelakaan kecil di kantor” jawabnya sambil memainkan tangan kananku, lalu menatap ke arah mataku.
Di saat itu, aku baru mengingat sesuatu yaitu ibunya Miyura yang menyuruhku untuk menjenguk Miyura yang sedang di rawat di RS ini juga. Aku pun bertanya kepadanya apakah ia bisa menemaniku pergi menjenguk teman sekompleksku itu.
“Oh iya, teman sekompleksku sedang dirawat di sini juga. Tadi mamanya ngechat aku untuk pergi jenguk dia karena orang tuanya sedang bekerja di luar kota, jadi bolehkah kamu membantu untuk menjenguknya?” tanyaku sambil menatap wajahnya.
“Bolehh aja ayukk, aku bantuin” jawabnya sambil beranjak dari tempatnya lalu menyiapkanku sebuah kursi roda yang tidak jauh dari ranjangku.
Aku pun beranjak dari ranjangku dan dengan dibantu oleh Zayden agar dapat duduk di kursi roda itu. Setelah itu, kami pun pergi ke ruangan Miyura.
Saat di dalam ruangan Miyura, aku pun melihat beberapa dokter sedang memeriksa keadaannya itu. Kami pun mendekati Miyura dan tiba-tiba dokter itu menyadari adanya keberadaan kami. Ia pun refleks bertanya kepada kami, apakah kami adalah anggota keluarganya atau bukan. Aku pun menjawab jika aku adalah teman sekompleksnya dan orang tuanya sedang tidak bisa datang karena sedang bekerja di luar kota.
“Oh iya, nanti saya akan memberikan prosedur pembayaran biaya perawatannya ya” ucap dokter itu sambil berjalan keluar ruangan.
Entah kenapa saat dilihat kembali, dokter itu mirip dengan dokter yang merawatku. Apa mungkin dokternya sama ya, bisa jadi sih.
Tiba-tiba Zayden memanggilku dari belakang, “Rit, temanmu namanya siapa”
Aku pun menoleh ke belakang dan menjawab, “namanya Miyura”
Saat mendengar itu, Zayden agak sedikit kaget dan mulai berjalan ke sampingku dengan muka sedih lalu ia berkata sambil menangis sedikit, “Dia kan teman main kita dulu, aku ingat banget kita paling suka main ke rumahnya karena kucingnya lucu”
Aku pun menjawabnya kembali dengan perasaan sedih, “Makanya itu, semoga Miyura cepat sembuh”
“Iya, semoga kamu cepat sembuh juga rit” jawab Zayden sambil menoleh ke arahku dan tersenyum tipis lalu mengelus kepalaku.
Tak lama setelah itu, dokter yang tadi meninggalkan ruangan datang kembali dengan beberapa berkas prosedur yang dibawanya.
“Berhubung kami tidak tahu nomor walinya, bolehkah kamu saja yang mengisi prosedur ini? Perawatan ini harus segera dibayar” jawab dokter itu sambil menatap ke arah kami.
Aku pun mengulurkan tanganku untuk mengambil prosedur pembayaran itu, namun Zayden terlebih dahulu mengambilnya dan langsung menandatanganinya lalu menoleh ke arah dokter itu dan bertanya, “bisa dibayar melalui apa ya?”
“Pembayaran boleh dilakukan di meja pembayaran yang ada di depan dekat meja registrasi, aku akan mengarahkanmu” jawab dokter itu sambil berjalan ke luar ruangan untuk mengantarkannya menuju meja pembayaran.
Aku pun kaget mendengar percakapan mereka, karena Zayden telah membayar biaya perawatanku tapi dia harus membayar punya Miyura juga. Maksudku adalah orang tuanya Miyura kan bisa membayarnya sendiri, aku bisa menelpon ibunya Miyura untuk membayarnya.
Aku pun menoleh ke arah Zayden dan berkata, “kamu gapapa bayarin perawatan dia sama aku? Ini pasti mahal banget loh, aku bisa kok telpon ibunya buat membayar semua perawatannya. Aku punya nomornya”
Zayden pun menggelengkan kepalanya dan menatap ke arahku lalu berkata, “tidak apa-apa kok, ini gak seberapa selain itu aku gak masalah harus kehilangan uang banyak demi keselamatan teman-temanku”
Zaydem pun tersenyum tipis kepadaku setelah selesai menjawabku lalu ia langsung izin kepadaku untuk keluar sebentar dan menyuruhku untuk tetap di sana sampai dia kembali lalu ia segera berjalan mengikuti dokter itu, aku pun menganggukkan kepalaku lalu mendekat ke Miyura yang sedang terbaring koma di hadapanku.
Aku pun memegang tangan kanan Miyura dan tidak sengaja tertidur di sana. Tak lama kemudian tiba-tiba seseorang datang membangunkanku dan ternyata benar, orang itu adalah Zayden yang baru saja balik dari meja pembayaran untuk membayar biaya perawatan itu.
Saat aku terbangun dari tidurku, aku pun langsung menoleh ke arah orang yang membangunkanku dengan kepala pusing. “Kamu ternyata malah tidur di sini bukannya menjenguk, haha” kata Zayden sambil tertawa tipis.
“Tapi ini udah termasuk menjenguk tahu” jawabku dengan kondisi yang masih setengah tertidur sambil meregangkan tanganku.
“Oke, habis ini aku mau balik ke ruang tunggu. Kamu mau tetap di sini atau aku antarkan balik ke ruanganmu?” tanya Zayden dengan lembut kepadaku sambil mengelus rambutku.
“Aku balik aja deh” jawabku singkat sambil menoleh ke arah Zayden.
yuk mampir kenovel aku