Untuk membalas budi kepada Elkan yang sudah melunasi hutang ayahnya, Yuna terpaksa menikahi pria yang tak dia kenal itu. Hati Yuna hancur, dunianya seakan runtuh saat mendengar dua orang saksi berkata sah.
Disaat malam pertama yang tak diinginkannya itu, kegundahan hati Yuna lenyap seketika. Elkan ternyata hanya memberinya status sebagai seorang istri, bukan hak menjadi seorang istri. Yuna bahkan harus menandatangani sebuah perjanjian tertulis malam itu juga.
Mengetahui kenyataan yang sebenarnya, Yuna tentunya sangat bahagia. Namun dia harus menanggung siksaan bertubi-tubi karena hinaan dan perlakuan Elkan yang selalu melukai perasaannya.
Akankah Yuna sanggup bertahan menghadapi sikap Elkan yang kasar?
Ataukah dia malah terikat dengan perjanjian yang sudah mereka sepakati?
Halo Kakak 🖐
Intip yuk bagaimana kelanjutan ceritanya!
Jangan lupa dukungannya ya! Agar author lebih semangat lagi dalam menulis.
Lope lope segudang untuk kalian semua 🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kopii Hitam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
J.D.A.K BAB 14.
**Hai kak, salam kenal dari Author Kopii Hitam
Meskipun hitam, tetap manis seperti reader yang membaca novel ini kan**
**Jangan lupa tinggalkan jejak petualangannya ya
Happy Reading**
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Elkan masuk ke kamar mandi, gejolak hasrat yang membelenggu dirinya sudah tak bisa dibendung lagi. Dia melepaskan handuk yang melilit di pinggangnya, kemudian berusaha mengeluarkan apa yang harus dia keluarkan.
Setengah jam sudah berlalu, namun Elkan masih tersiksa karena tak bisa melakukan pelepasannya sendiri. Kepalanya berdenyut seakan mau pecah.
"Akhh,"
Elkan memukul kepalanya dengan kuat. Dia tidak mampu menjinakkan benda itu. Seumur-umur baru kali ini dia merasakan sakit yang begitu dahsyat, sebelumnya dia tak pernah terpengaruh meski melihat adegan mesum sekalipun.
Elkan kembali melilit pinggangnya dengan handuk, matanya sudah memerah saking tersiksanya menanggung beban ini.
Tanpa berpikir, Elkan segera meninggalkan kamar mandi, kemudian menghampiri Yuna yang masih duduk di balkon.
"Yuna, kemari lah!" ajak Elkan, dia menggenggam tangan Yuna dengan erat dan membawanya ke dalam.
"Elkan, apa yang kau lakukan? Mau dibawa kemana aku?" tanya Yuna meninggikan suaranya, kakinya sampai bergetar saking takutnya melihat wajah Elkan yang sudah seperti serigala kelaparan.
Sesampainya di depan pintu kamar mandi, Yuna membuka matanya lebar. Dia berusaha keras menahan tubuhnya, namun kekuatannya tak sanggup mengalahkan tenaga Elkan.
"BRAAAK"
Yuna terlonjak kaget saat Elkan membanting pintu dengan kasar, kemudian menutupnya kembali.
"Elkan, tolong jangan sakiti aku! Aku mohon," Yuna tak sanggup lagi membendung rasa takutnya, cairan bening itu tumpah membanjiri wajah cantiknya.
"Elkan, tolong lepaskan aku! Aku akan menuruti apapun keinginanmu, tapi jangan sakiti aku!" isak Yuna memohon, dia bahkan sampai berlutut di kaki Elkan saking takutnya.
Melihat Yuna yang begitu, Elkan ikut berjongkok, kemudian membawa Yuna ke dalam pelukannya.
"Sssttt, jangan menangis! Aku tidak akan menyakitimu, aku janji!" ucap Elkan dengan suara lembutnya, kemudian mengusap punggung Yuna hingga tangisan istrinya mulai mereda.
"Hiks... Hiks...," Isak Yuna masih terdengar di telinga Elkan.
"Sudah Yuna, tenangkan dirimu!" ucap Elkan, kemudian membawa Yuna ke dalam dekapan dadanya.
Seketika, Yuna hanyut di dalam kehangatan tubuh Elkan. Dia melingkarkan tangannya di pinggang pria itu. Entah apa yang Yuna pikirkan, yang dia tau, dia sangat nyaman berada dalam posisi itu.
Karena isak Yuna tak terdengar lagi, Elkan pun menumpukan dagunya di pundak Yuna.
"Bisakah kamu membantuku?" bisik Elkan dengan suara seraknya, sudah sedari tadi dia menahan diri untuk mengatakan itu.
"Bantuan apa?" jawab Yuna sembari menyeka wajahnya, kemudian melepaskan pelukannya dan menatap Elkan dengan intim.
"Bantu aku melakukan pelepasan! Aku tidak sanggup lagi menahannya, kepalaku seakan mau pecah." lirih Elkan dengan tatapan menuntut.
"Apa kau sudah gila? Ini tidak ada di dalam perjanjian kita," ketus Yuna dengan mata melotot tajam, tentu saja dia keberatan melakukan itu.
"Aku tau Yuna, aku sendiri yang membuat perjanjian itu. Tapi apa salahnya membantuku, gimana pun, aku ini suami sah mu." ucap Elkan dengan mata kian memerah.
"Maafkan aku, aku tidak bisa melakukannya." tolak Yuna mentah-mentah.
"Please Yuna, sekali ini saja! Aku sudah berusaha melakukannya sendiri, tapi tidak bisa." lirih Elkan dengan tatapan tak biasa.
"Apa yang harus ku lakukan? Aku tidak tau, aku tidak mengerti akan hal itu." bentak Yuna meninggikan suaranya.
Mendengar itu, Elkan segera bangkit dari jongkoknya, kemudian mengangkat tubuh Yuna hingga berdiri sejajar dengan dirinya.
Elkan menekan tubuh Yuna hingga tersandar di dinding, dia memeluk Yuna dengan sebelah tangannya, kemudian melepaskan handuk yang melilit di pinggangnya.
"Jangan dilihat kalau kamu tidak ingin melihatnya!" bisik Elkan tepat di telinga Yuna.
"Elkan, apa kau sudah gila? Pakai kembali handuk mu itu!" ketus Yuna saat melihat handuk yang Elkan kenakan sudah terbang di depan matanya.
"Sssttt, jangan banyak bicara! Ayo lakukan, aku tidak sanggup menahannya lagi, rasanya terlalu menyakitkan!" ucap Elkan, wajahnya sudah tenggelam di leher jenjang Yuna.
"Apa yang harus ku lakukan Elkan? Jangan membuatku bingung!" jawab Yuna dengan tubuh yang sudah gemetaran.
Elkan meraih sebelah tangan Yuna, kemudian meletakkannya tepat di atas si jono yang sudah menegang.
"Akhh, Elkan, apa itu?" teriak Yuna sembari menjauhkan tangannya dari benda itu.
"Sssttt, jangan berteriak! Pegang saja, lalu mainkan dengan tanganmu!" pinta Elkan, suaranya terdengar semakin berat.
"Elkan, aku tidak bisa melakukannya. Itu sangat menggelikan," keluh Yuna, tubuhnya sampai menggeliat saking geli nya.
"Lakukan saja Yuna! Jika tidak, aku akan bergeser dari posisi ini. Aku akan memperlihatkannya padamu!" ancam Elkan, dia mulai kehilangan kendali karena Yuna terus saja menolaknya.
"Ja, jangan Elkan! Begini saja, ini lebih baik. Aku tidak ingin melihatnya!" larang Yuna.
Mau tidak mau, Yuna terpaksa menuruti permintaan Elkan. Dia kembali meraba si jono yang masih ternganga di bawah sana. Saat tangan Yuna berhasil meraih benda itu, dia pun memejamkan matanya dan menyembunyikan wajahnya di pundak Elkan.
"Astaga Elkan, kenapa aku harus melakukan ini?" gumam Yuna sembari memainkan tangannya pada benda keras itu.
"Bukankah ini lebih baik untuk kita. Apa kamu mau kita melakukannya di atas ranjang? Aku akan memasukannya ke tempat yang seharusnya." ucap Elkan dengan suara beratnya, dia mulai menikmati sentuhan Yuna yang membuat sekujur tubuhnya terasa ngilu.
"Ti, tidak, Elkan. Apa kau sudah gila? Itu bukan milikmu, tidak sembarang orang boleh menyentuhnya." ketus Yuna.
"Kenapa? Bukankah aku berhak memilikinya?" tanya Elkan.
"Tidak Elkan, jangan pernah berpikir sampai ke sana! Aku hanya akan memberikannya untuk suamiku, orang yang benar-benar tulus mencintaiku."
"Ingat Elkan, hubungan ini hanya sekedar status semata. Aku berhutang budi padamu, biarkan aku membalasnya sesuai perjanjian kita!"
"Apa kamu yakin dengan keputusanmu itu?" tanya Elkan.
"Ya, aku sangat yakin. Perjanjian ini sudah berjalan selama 1 bulan, hanya tinggal 2 bulan lagi. Selama itu, aku akan memenuhi tanggung jawabku sebagai istri perjanjian mu. Aku mohon, bersikap baiklah padaku setelah ini. Jika nanti kita bercerai, aku mau kita berpisah dengan cara baik-baik juga." ucap Yuna sembari terus memainkan si jono Elkan yang sudah semakin menegang.
Elkan merasakan sesuatu yang aneh di tubuhnya, dia menenggelamkan wajahnya di leher Yuna, kemudian mengecupnya, menjilatinya, lalu menggigitnya.
Yuna yang baru pertama kali mendapatkan sentuhan semacam itu, tiba-tiba mengeluarkan desa*han dari mulutnya. Bulu kuduknya meremang, bahkan sekujur tubuhnya mulai bergetar.
"Akhh, Elkan jangan lakukan ini?" Yuna berusaha keras menahan diri.
"Lebih cepat lagi Yuna, ini sudah mau keluar!" pinta Elkan, kemudian mengecup leher Yuna tiada henti.
Yuna mempercepat gerakan tangannya sesuai permintaan Elkan, namun sentuhan bibir Elkan yang menggerayangi lehernya membuat Yuna tak bisa menahan diri. Dia seakan terjerat dalam kehangatan sentuhan Elkan.
Saat lumpur panas Elkan terjun bebas, dia mengerang hebat dan memeluk Yuna dengan erat, sementara bibirnya masih bermain menggigit leher jenjang istrinya itu.
Yuna bergegas melepaskan tangannya dari si jono, kemudian mendorong dada Elkan dengan kasar. Dia merasa seperti wanita murahan yang tak punya harga diri sama sekali.
"Cukup Elkan, aku sudah melakukannya. Jangan sentuh aku lagi!" bentak Yuna dengan mata berkaca-kaca.
Yuna berlalu meninggalkan Elkan yang masih terpaku di tempatnya berdiri. Sesampainya di luar, Yuna berlari menuju balkon dan menumpahkan tangisannya di sana.
"Dasar wanita murahan! Kau bahkan tidak mempunyai harga diri sedikitpun." umpat Yuna merutuki dirinya sendiri. Dia menggaruk lehernya dengan kasar karena jijik mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
Bersambung...
lanjut👍