Kasih, perempuan muda berusia dua puluh tahun terpaksa menggantikan Mia anak sang kepala desa lebih tepatnya tetangga Kasih sendiri untuk menikah dengan Rangga. Karena pada saat hari H, Mia kabur untuk menghindari pernikahannya.
Mia menolak menikah dengan Rangga meskipun Rangga kaya raya bahkan satu-satunya pewaris dari semua kekayaan keluarganya. Penolakan Mia di karenakan ia tidak suka melihat penampilan Rangga yang cupu dan terlihat seperti orang dungu.
Kasih yang di ancam oleh kepala desanya mau tak mau harus menggantikan Mia. Semua Kasih lakukan demi ketentraman hidup ia dan ibunya yang sudah sepuluh tahun menjanda. Lalu, apakah Kasih dan Rangga akan jatuh cinta? Apakah pernikahan Kasih dan Rangga akan bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14
Tak terasa sudah dua minggu Rangga dan Kasih menikmati bulan madu mereka. Hubungan mereka semakin lengket seperti permen karet.
Pagi ini mereka akan pulang, Rangga dan Kasih sudah membeli banyak oleh-oleh untuk bu Erni dan Nada. Tidak, bukan Kasih tapi Rangga sendiri yang ingin membuat ibu mertua dan adik iparnya senang.
Setelah menempuh penerbangan selama dua jam dan perjalan satu jam, akhirnya Kasih dan Rangga sampai juga di rumah mereka.
Ternyata ada ibu Hesti dan pak Diman di rumah, sejak perginya Rangga dan Kasih, mereka menginap di rumah in.
"Oh, sekarang Kasih sudah tahu?" Sindir bu Hesti pada anaknya.
"Mah, siapa dalang dari penyamaran mas Rangga?" Tanya Kasih dengan beraninya.
"Siapa lagi kalau bukan suami mu sendiri." Jawab bu Hesti.
"Untung saja ada kamu Kasih. Jika tidak, kami sudah berbesan dengan pak Rahman itu."
"Itu kesalahan papah sendiri. Makanya kalau janji itu jangan suka sembarangan," omel bu Hesti.
"Apa mamah dan papah tahu jika mas Rangga suka memperhatikan ku sejak kecil?" Tanya Kasih penasaran.
Pertanyaan Kasih membuat bu Hesti dan Pak Diman saling pandang kebingungan.
"Gimana maksudnya?" Tanya bu Hesti tidak mengerti.
"Jangan dengerin Kasih mah. Dia mungkin lelah. Kami ke kamar dulu," ujar Rangga buru-buru mengajak istrinya masuk ke dalam kamar. Rangga tidak ingin rahasia ia dan pak Mun di bongkar oleh Kasih.
"Apa sih mereka itu. Aneh sekali....!" Gumam bu Hesti.
"Udah, gak usah ngomel. Ayo siap-siap. Sore ini kita akan pulang!" Ujar pak Diman.
Sementara itu, Kasih yang kesal dengan Rangga hanya bisa diam saja.
"Istirahat sayang. Yuk istirahat, jangan cemberut aja!" Tegur Rangga.
"Tapi jangan main kuda-kudaan, aku benar-benar lelah mas!" Ujar Kasih.
"Itu sih tergantung!" Seru Rangga.
"Tergantung apanya?''
"Tergantung bangun apa gaknya!"
"Terserah kamu lah mas. Aku ingin memberi makan ikan dan melihat kebun ku dulu."
"Nanti sore kan bisa sayang?"
"Nanti sore aku mau ke rumah ibu. Aku kangen sama ibu dan Nada."
"Kamu kangen gak sama mas?" Goda Rangga.
Kasih tidak jadi melihat ikan dan kebunnya, ia penasaran dengan suaminya yang sejak menikah hanya berdiam diri di rumah dan tidak pernah pergi keluar untuk bekerja.
"Mas, kamu ini lulusan luar negeri. Tapi kok gak pernah kerja?" Tanya Kasih penasaran, "Heeemmm,...aku tahu. Kamu pasti ngandelin papah mu ya kan?" Tebak Kasih.
"Mas kerja kok. Tapi mas kerjanya dari rumah. Masa kamu gak paham setiap kali mas berlama-lama di ruang kerja?"
"Oh, jadi itu beneran kerja?" Tanya Kasih tidak percaya.
"Lah iya. Kalau gak, dari mana mas nafkahin kamu selama ini?"
"Cosplay jadi mas Rangga yang kemarin lagi dong mas. Kita kan mau ketemu ibu dan Nada." Pinta Kasih.
"Katanya mau pamerin wajah mas ke orang-orang kampung. Gimana sih?" Protes Rangga.
"Nanti aja, saat pernikahan si minyak jelantah aja. Pasti seru kalau kita mengacau pernikahan mereka."
"Kapan pernikahan?" Tanya Rangga.
"Dua hari lagi....!!"
"Baiklah, mari kita keluarkan mode jail kita." Ujar Rangga.
Kasih dan Rangga benar-benar satu frekuensi, hubungan yang di mulai tanpa saling cinta kini menumbuhkan jenis hubungan yang lain. Kasih baru tahu jika suaminya ini senang bercanda saking senangnya bercanda, Kasih pernah masuk rumah sakit gara-gara ulah Rangga beberapa waktu yang lalu.
Menjelang sore, bu Hesti dan pak Diman sudah kembali pulang ke kota. Setelah kepergian mereka, barulah Kasih dan Rangga pergi menuju rumah bu Erni.
Tampak ramai suasana kediaman pak Rahman. Sorot mata orang-orang yang sedang mengurus pernikahan Mia dan Dito memandang ke arah Rangga dan Kasih.
"Kasih,...gimana?" Tanya seorang ibu-ibu.
"Apanya yang gimana bu?" Tanya Kasih penasaran karena sudah pasti mereka akan memberikan pertanyaan yang akan menghina Rangga.
"Katanya bulan madu. Gimana, burung suami kamu sepanjang giginya gak?" Tanya ibu-ibu tersebut membuat semua orang tertawa.
"Waaah,....gede banget bu. Saya aja di goyang sepuluh ronde dalam semalam. Gimana, kuatkan suami saya?"
Kasih semakin mengompori.
"Pasti suami ibu hanya main sekali ya?, pasti ibu gak bisa ngejepit burung suami ibu ya...?"
Merah padam wajah ibu-ibu tersebut menahan malu. Bergegas ia masuk kedalam rumah Mia.
"Halah,...biarin aja si Kasih ngomong begitu ibu-ibu, dia sedang menghibur dirinya tuh." Ujar Mia mengejek.
"Ah, masaaaa.....?" Goda Kasih.
"Lihat aja keturunannya nanti. Pasti tidak jauh dari bapaknya. Tonggos dan dungu!"
"Kau menghina ku terus, suatu saat kau akan menyesal atas hinaan mu itu," ucap Rangga yang menatap tajam ke arah Mia.
"Aku tidak akan pernah menyesal. Untung saja yang kau nikahi Kasih, bukan aku. Gimana nasib masa depan anak keturunan ku. Haisss,....NAJIS!"
Angkuh dan sombong, begitulah ucapan Mia. Ia terus menghina Kasih dan Rangga. Bahkan saat Kasih dan Rangga masuk kedalam rumah pun mereka masih sibuk menertawakan Kasih.
"Kamu itu loh Kasih, suka banget menanggapi mereka itu. Buang-buang energi aja," ujar bu Erni.
"Biarin aja bu. TUMAN!" sahut Kasih.
"Nada mana bu?" Tanya Rangga, "ini kami bawakan oleh-oleh untuk ibu dan Nada."
"Sebentar ibu panggil Nada dulu."
Bu Erni pergi ke kamar Nada, tak berapa lama ia dan anak bungsunya keluar.
"Wah, mas dan mbak Kasih udah pulang. Mana oleh-oleh buat Nada?"
"Ini,....!!" Ujar Rangga menyodorkan tiga paper bag besar.
"Banyak banget....!" Seru Nada senang. Baru sekarang ia mendapatkan oleh-oleh sebanyak ini.
"Bilang makasih sama mas Rangga," titah bu Erni.
"Makasih ya mas, mbak." Ucap Kasih. "Sebenarnya impian Nada tuh ingin pergi kuliah ke luar negeri, makanya Nada giat belajarnya biar dapat beasiswa." Curhat gadis itu.
"Belajar aja yang rajin, mana tahu nanti ada rezeki mu bisa kuliah ke luar negeri," ucap Rangga memberi semangat.
"Gak deh mas, nanti janda di samping Nada ini tinggal sama siapa?"
"Nada,....!" Kasih bergeleng kepala. "Bisa-bisanya bilang ibu janda!"
"Lah, kan ibu kita ini memang janda mbak."
"Kalian berdua ini, suka sekali mengatai ibu Janda. Mending ibu nikah lagi aja....!!" Ujar Bu Erni.
"Jangan.....!!" Seru Kasih dan Nada bersamaan membuat bu Erni dan Rangga tertawa.
"Woii Kasih,....jangan lupa hadir di resepsi pernikahan ku ya. Ajak suami mu yang tonggos dan dungu itu," teriak Mia dari luar.
"Dasar minyak jelantah. Minta di remas mulutnya," ucap Kasih yang geram.
"Biarin aja. Sabar, gak usah di lawan." Tahan bu Erni.
"Anak kepala desa tapi tidak bisa di ambil teladan!" Kata Kasih yang ada benarnya juga.