Pemahaman yang salah mengenai seorang anak, pada akhirnya akan membuat hati anak terluka, dan memilih jalannya sendiri untuk bahagia.
Bahkan parahnya, seorang anak harus merasa jika rumah yang ia tinggali, lama kelamaan berubah menjadi neraka baginya.
Seorang gadis bernama Mirelia, hidup di keluarga yang semuanya adalah seorang pengusaha meski bukan pengusaha yang sukses. Ayahnya memiliki beberapa toko bangunan yang lumayan terkenal, juga selalu mendapatkan omset yang jauh dari cukup. Ibunya adalah penjual kue kering online yamg juga sudah banyak memiliki langganan, bahkan ada beberapa selebriti yang memesan kue darinya. Kakaknya juga seorang gadis yang cantik, juga sangat membantu perkembangan toko sang Ayah.
Mirelia? Gadis itu hanya mengisi peran sebagai anak yang manja. Bahagiakah? Tidak! Dia ingin melakukan banyak hal yang bisa membuat orang tuanya bangga, tapi sialnya dia selalu saja gagal dalam meraih usahanya.
Suatu ketika, seorang pria datang dengan tujuan untuk dijodohkan dengan Mirelia, tapi masalahnya adalah, sang kakak nampak jatuh hati tanpa bisa disadari Mirelia lebih cepat.
Akankah laki-laki itu mengubah hidup Mirelia? Ataukah dia akan menjadi pasangan kakaknya?
Lalu, bagaimana Mirelia menemukan kebahagiannya? Bagaimana Mirelia bisa menunjukkan sesuatu yang mampu membuat orang tak lagi menganggapnya manja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lets make a dreams
Mire menarik nafas dalam-dalam, menghembuskan perlahan. Hari ini adalah hari lomba kampus diadakan, dan Mire juga sudah bersiap dengan kedua tangannya yang sudah memegang alat lukis.
Star!
Lomba sudah di mulai, dan Mire sudah bersiap dengan kedua tangannya yang lincah. Pola gambar sudah mulai ia buat sesuai dengan apa yang tengah dibayangkan oleh mire. Sejenak dia memejamkan matanya lagi mengingat gambaran yang ada benaknya secara detail. Dua jam adalah waktu yang ditentukan untuk lomba melukis kali ini, tapi Mire sama sekali tak terburu-buru karena beruntung dia bisa menggunakan dua tangannya secara bersamaan. Hebat? Begitulah bagi sebagian orang melihatnya, dia nampak bersinar bagaikan cahaya yang lembut. Meski itu tak berarti bagi keluarganya, namun nyatanya inilah Mire dengan kelebihannya.
Tidak tahu seberapa kotor bajunya karena warna warni yang memenuhi bajunya. Tapi dia nampak bahagia, bahkan warna warni itu mencoret wajahnya yang terus menampilkan barusan giginya. Sungguh ini adalah hari paling membahagiakan bagi Mire karena kini dia memiliki tekad, juga memiliki keteguhan yang tidak akan bisa di redam dari dalam hatinya.
Ting!
Pemberitahuan lomba melukis selesai, dan ini adalah saatnya juri menilai satu persatu milik semua peserta lomba. Sedikit berbeda, karena hari ini Mire sungguh berharap bisa memenangkan perlombaan agar bisa pergi keluar negeri untuk bisa lebih memperdalam tentang seni lukis, agar ia bisa menciptakan gambaran yang mampu memukau bagi yang melihatnya.
" Kita bertemu lagi, gadis cantik. " Ucap salah satu juri yang saat lomba nasional juga menjadi juri disana.
Mire tersenyum lebar, lalu menunduk hormat.
" Sekarang, jelaskan tema dari karya kalian, dan apa makna yang tersirat. " Ucap salah sayu juri.
Satu persatu peserta mengenalkan karya mereka, tentang tema, juga makna yang tersirat dari gambaran yang mereka buat. Sekarang giliran Mire, meskipun dia sangat gugup tapi dia juga tidak boleh terlalu menunjukkannya.
" Peserta no dua puluh tiga, tolong jelaskan terlebih dulu apa tema dari karyamu, dan makna apa yang kau gambarkan dari lukisan yang kau buat. "
Mire tersenyum, lalu mengangguk.
" Izin menjawab, tema gambar ku adalah feelling. Sesuai dengan gambar, seorang gadis kini tengah bangkit dari pohon tua yang selama ini menjaganya, dia mulai tersadar jika dunia sangatlah terang, jadi dia memutuskan untuk berjalan mencari keindahan itu dengan segenap keberanian, harapan, juga sinar matahari yang menuntunnya agar tak salah memilih langkah. "
Semua juri bertepuk tangan dengan senyum bangga yang jelas mereka tunjukkan.
" Harus ku akui, gambar mu sangat rapih, dan aku merasakan seolah pesan yang kau sampaikan tadi sampai kepadaku. Kau tahu, gambarmu benar-benar berkelas, juga satu hal yang paling penting bagi seorang pekukis adalah, gambar yang dibuat terasa hidup, dan seperti itulah gambar yang kau buat. "
Mire tersenyum sembari menahan tangis Haru, layaknya seorang penyanyi yang akan menyampaikan perasaan lewat nada dan suara, seperti itu juga bagi seorang pelukis. Meski Mire belum memahami benar, tapi kesungguhannya dalam menggambar yang sesuai dengan pemikirannya benar-benar membuat coretan juga tumpahan warna yang ia buat menjadi sangat indah.
Satu jam setelah itu, pengumuman pemenang mulai di umumkan.
" Pemenang ketiga jatuh kepada peserta nomor, empat puluh! "
Mire terdiam karena merasa kecewa. Padahal dia berharap setidaknya bisa mendapatkan juara tiga. Mire tertunduk karena tidak tahu lagi bagaimana menahan rasa sedihnya.
" Pemenang ke dua jatuh kepada peserta nomor, delapan! "
Tidak perduli bagaimana risuh nya suara tepuk tangan, yang pasti dia benar-benar tidak tahan untuk menangis.
" Peserta pertama jatuh kepada nomor peserta, dua puluh tiga! "
Sejenak semua orang menoleh ke kanan dan ke kiri karena peserta nomor dua puluh tiga tak kunjung maju ke depan.
" Peserta nomor dua puluh tiga? "
Mire mengeryit karena dia tahu kalau nomor peserta itu sama dengan miliknya.
" Nomor dua puluh tiga silahkan maju ke depan untuk menerima penghargaan. "
" Eh? Aku? " Mire menunjuk dirinya sendiri sembari menoleh ke kanan dan ke kiri bertanya kepada peserta yang lainya.
" Iya, itu kau! Selamat ya? "
Mire menangis haru, dia berjalan kedepan dengan air mata yang sudah bercucuran sangat banyak.
" Kau sudah keluar dari rasa gundah mu, jadi kau harus siap melangkah lebih jauh, lalu naik terus ke atas, jangan takut untuk bangkit dan jangan menyerah saat kau jatuh berkali-kali. " Ucap juri yang saat itu juga menasehati Mire karena dia bisa membaca jika Mire melukiskan bagaimana suasana hatinya.
" Terimakasih, aku benar-benar akan mengingat anda, juga nasehat anda ini. " Mire menyeka air matanya dan tersenyum.
" Mire! " Lusi berlari memeluk Mire dan memberinya selamat setelah mereka sama-sama selesai dengan lomba yang mereka ikuti.
" Lusi, bagaimana denganmu? "
" Aku lolos! Aku peringkat kedua. Kau, kau juga menang kan? " Tebak Lusi yang tentu bisa menebak karena Mire memegang satu piala yang besar di pelukannya.
" Iya, aku menang Lusi, aku juara satu. " Mire tersenyum bahagia meski matanya masih saja berair karena perasaan haru.
" Sungguh?! Kau juara satu?! " Mire mengangguk.
" Apa aku bilang, selama kau tidak meremehkan diri sendiri, kau pasti bisa melakukannya dengan baik. " Lusi memeluk erat tubuh Mire sembari berloncat-loncatan karena perasaan gembira yang tidak bisa ia bendung.
Setelah itu, mereka berdua beserta para pemenang lainnya dipanggil oleh dosen untuk membicarakan perihal kelanjutan mengenai pendidikan yang akan mereka dapatkan di luar negeri nantinya.
Tidak banyak yang disampaikan selain megenai apa-apa saja mengenai pendidikan gratis yang mereka dapatkan, dan ternyata mereka juga memenangkan uang tunai yang membuat mereka bertambah bahagia.
Lusi dan Mire tersenyum bahagia saat berjalan menyusuri lorong kelas menuju gerbang kampus dan kembali ke rumah mereka masing-masing.
" Mire, aku tidak menyangka loh kalau uangnya langsung diserahkan hari ini juga. " Ucap Lusi yang sedari tadi lebih memilih memegangi tasnya dari pada pialanya yang kini ia titipkan di tangan Mire.
Mire terkekeh melihat bagaimana lucunya Lusi yang terus memegangi tas yang sudah berisi uang dua puluh juta, dan jumlahnya sama dengan miliknya.
" Lusi apa kau akan mengabaikan pialamu dan membiarkan menjadi milikku? "
" Aduh Mire, piala aku sudah punya banyak. "
" Dasar mata duitan! " Ujar Mire yang pada akhirnya mereka terkekeh bersama.
Sesampainya di rumah, Mire menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan. Mengangkat alis matanya tinggi-tinggi lalu membuat lengkungan di bibirnya terlihat.
" Ayah, Ibu, aku pulang! " Sejenak kaki Mire terhenti begitu melihat Drago dan Derel sedang mengobrol di ruang tamu.
" Mire? " Derel bangkit dengan dahi mengeryit.
" Mire, kau melukis? Ini piala apa lagi? Kau ikut lomba melukis lagi? "
Mire terdiam tanpa bisa berbicara. Sejenak dia mencuri pandang ke arah Drago yang menatapnya datar.
" Mire? " Ibu yang baru datang terkejut melihat baju Mire yang kotor karena cat warna, bahkan hingga wajahnya juga masih tertinggal warna cat.
" Biarkan saja, terserah dia mau melakukan apa. " Ujar sang Ayah lalu masuk kembali ke dalam.
" Mire, kakak kan sudah bilang jangan melukis dan membuat Ayahmu marah! "
Bersambung
udh tau jln ceritanya,tapi tetep aja meweek,,sumpaah banjir air mata gue thor..aq tau gimna sakit ny mire,krn aq jg merasakan apa yg dia rasakan 😭