Mia Pranata, seorang gadis yang sangat mencintai seorang pria bernama Azka Abraham Williams.
"Aku tulus mencintainya, hingga aku terus bertahan. Namun, kamu telah melempar kotoran ke wajahku, maka di titik itu aku menyerah," Mia Pranata.
Mia adalah gadis ceria yang selalu ada di sisi Azka setiap hari, hingga membuat Azka menjadi jengah dengan apa yang Mia lakukan. Makian dari Azka pada akhirnya membuat Mia pun menjauh.
Azka kini merasa kehilangan perhatian Mia, sehingga membuat dirinyalah yang mendekati Mia. Apakah Mia akan menerimanya kembali setelah semua yang terjadi? ataukah Mia akan menjauh dari Azka selama-lamanya?
Disini juga akan dilanjutkan cerita David Asher dan Alvin Frederick yang berawal dari novel "Amelie Sang Penjaga Jodoh"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MEMBAYAR SEMUANYA
"Mi!" sapa Billy saat melihat Mia yang sedang berada di halaman belakang rumahnya.
"Kak!" Hari ini adalah hari Sabtu, jadi Billy tak berangkat ke kantor, begitu juga dengan Mia yang tidak ada kegiatan kuliah.
"Apa benar kamu akan kerja praktek di Royal?" tanya Billy.
"Hmm ... sepertinya begitu. Aunty yang mencarikan tempat untukku," jawab Mia.
"Uncle Victor adalah seorang dokter bedah yang sangat hebat. Kamu pasti akan mendapatkan pengalaman luar biasa saat kerja praktek di sana."
"Dokter Victor Barata? Apa dia adalah Uncle mu?" Billy menganggukkan kepala.
"Dia adalah dokter yang hebat, aku sangat kagum padanya. Banyak teknik teknik bedahnya yang luar biasa dan ia banyak menyelamatkan orang karena hal itu."
"Kamu benar sekali! Uncle Vic memang luar biasa. Oleh karena itu kamu tidak boleh menolak kesempatan ini. Aku percaya kamu pun akan berhasil seperti Uncle," ucap Billy.
"Terima kasih, Kak," Billy kembali mengusap pucuk kepala Mia. Namun kali ini ada sesuatu yang berbeda dalam diri Mia. Ia mulai mempertanyakan pada dirinya sendiri, bagaimana Billy menganggap dirinya. Ada perasaan takut dalam diri Mia jika Billy sampai menyukai dirinya.
*****
Pagi ini, Mia terbangun dengan rasa sesak di dadanya. Iklim di Jerman yang mulai dingin membuatnya merasa beku dan kadang sesak. Setiap tahun ia mengalami hal seperti ini.
Mia mencoba menarik nafas, kemudian membuangnya perlahan. Ia melakukannya berulang ulang hingga sesaknya sedikit berkurang, sambil menggunakan sebuah tabung oksigen kecil sebagai alat bantu.
Mia mengambil baju dinginnya dan memakainya. Ia sampai menggunakan berlapis lapis pakaian agar menjaga tubuhnya tetap hangat. Mia lupa kalau penghangat yang ada di apartemennya rusak dan belum sempat ia bawa ke tempat reparasi.
ting nong ....
Suara bel memecah keheningan. Mia melihat jam masih menunjukkan pukul 6 pagi. Siapa gerangan yang bertamu pagi pagi begini. Dengan menggunakan pakaian yang cukup tebal, Mia berjalan ke arah pintu. Ia agak sedikit kesulitan dengan itu. Sebelum ia membuka pintu, ia melihat dari lubang intip yang ada di pintu apartemennya.
Azka?! Apa yang sedang ia lakukan di sini? - Mia.
ting nong ...
Sekali lagi bel apartemennya berbunyi. Mia merasa ingin bersembunyi di dalam kamar dan mengunci pintu. Ia kembali melihat ke lubang intip, kemudian bernafas dengan lega ketika ia sudah tak melihat Azka di sana.
15 menit berlalu, Mia duduk bersandar di dipan tempat tidur. Ia memandang ke arah luar jendela yang masih agak gelap di luar.
ting nong ...
Sekali lagi bel berbunyi, membuat Mia menghela nafasnya. Ia harus berjalan lagi ke arah pintu. Ia kembali melihat ke lubang intip, kemudian mengernyitkan alisnya. Ia melihat seperti kurir pengantar makanan, padahal ia tak memesan apapun.
Mungkin ia salah alamat. Kasihan sekali kalau aku tidak membukakan pintu dan memberitahunya. - Mia.
Mia akhirnya membuka pintu perlahan dan hanya membuka sedikit saja, "Maaf pak, saya tidak memesan makanan. Mungkin anda salah alamat."
"Tapi di sini no unit apartemen yang tertera sudah benar nona. Atas nama Mia Pranata," ucap sang kurir.
"Iya itu benar nama saya, tapi saya tidak memesan apapun," jawab Mia lagi.
"Di ambil saja nona. Sudah dibayar juga kok," mau tidak mau akhirnya Mia meraih sebuah paperbag, "baiklah, terima kasih."
Kurir pengantar makanan itu pergi dan baru saja Mia mau menutup pintu, sebuah tangan menahan pintu tersebut.
"Ahhhh!!!" teriak Mia saat ia melihat tangan yang hampir terjepit di pintu apartemennya.
Azka? - Pintu terbuka lebih besar karena Azka mendorongnya perlahan dari arah luar.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Mia.
Azka akhirnya masuk ke dalam apartemen Mia kemudian menutup pintunya, "tentu saja untuk mengunjungimu. Apa hanya Billy Argantara yang boleh datang ke sini?"
Deggg ....
Kenapa dia tahu hanya Billy yang sering datang kemari? - Mia.
Mia berjalan mundur sambil memegang paperbag di tangannya. Sementara Azka terus berjalan maju mendekati Mia. Mia yang memakai baju tebal merasa semakin kesulitan karena ia harus berjalan mundur. Sesekali ia menengok ke belakang untuk melihat langkahnya agar tidak menabrak sesuatu.
Namun, baru ia menengok ke belakang, tubuhnya menabrak sofa dan membuatnya kehilangan keseimbangan.
"Eh .. eh ...," Mia langsung memegang sandaran sofa dan sebelah tangan lagi tetap memegang kencang paperbag.
Azka langsung menarik sebelah tangan Mia yang memegang paperbag karena hanya tangan itu yang mudah ia jangkau, "Kenapa kamu selalu ceroboh?"
"Aku tidak akan terjatuh kalau kamu tidak memaksa masuk," Mia membalas ucapan Azka.
Azka merasakan hawa dingin di dalam apartemen Mia, "Apa pemanasmu rusak?" Tanpa menunggu jawaban Mia, Azka langsung mencari letak pemanas tersebut dan benar dugaannya bahwa alat tersebut rusak.
"Apa kamu juga lupa untuk memperbaiki pemanasmu ini?" Azka menatap ke arah Mia sambil mendengus kesal. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Setelah itu ia langsung meraih paperbag yang berada di tangan Mia dan membawanya ke dapur.
Mia masih terdiam di posisinya. Ia hanya melihat saja apa yang Azka lakukan. Dalam hati Mia sebenarnya ia kesal, baru saja Azka mengatakan dirinya ceroboh.
Apa dia kira ini apartemennya? Berani sekali dia menggangguku di pagi hari seperti ini. - Mia.
"Jangan terus mengumpatku di dalam hati," Azka membawa 2 buah mangkuk berisi bubur, kemudian meletakkannya di atas meja makan.
"Cepat duduk!" perintah Azka.
"Ini apartemenku, jangan seenaknya memerintahku," ucap Mia kesal. Sudah mengganggunya di pagi yang dingin, Azka juga dengan seenak hati memerintahnya.
Azka berjalan mendekat ke arah Mia, "Makanlah dulu, setelah itu aku akan pergi."
Mia pun akhirnya mengikuti keinginan Azka agar laki laki itu cepat pergi dari apartemennya. Ia menatap bubur di hadapannya, masih sedikit mengepul dan terlihat hangat jika disantap.
Mia pun menyendokkan bubur ke dalam mulutnya dengan susah payah. Pakaian yang ia kenakan benar benar membatasi ruang geraknya.
ting nong ...
Bunyi bel kembali terdengar, kini Azka yang berjalan ke arah pintu dan membukakannya. Ia berbicara dengan orang tersebut dan dengan cepat orang tersebut memperbaiki pemanas ruangan di apartemen Mia.
Hanya memakan waktu sekitar 30 menit dan pemanas itu kembali bekerja. Kini, justru Mia yang merasakan panas karena ia memakai pakaian yang terlalu tebal. Namun, Mia baru akan menggantinya setelah Azka pergi dari apartemennya.
"Terima kasih. Berapa aku harus membayar semuanya?" tanya Mia. Ia tidak ingin berhutang budi pada Azka.
"Kamu ingin membayarnya?" Azka berjalan mendekat ke arah Mia.
"Sudah kukatakan jangan mendekatiku," ucap Mia.
"Bukankah kamu ingin membayar semuanya? Maka berikanlah bayaranku di sini," Azka menunjuk pipinya, membuat Mia membulatkan matanya.
Aahh tapi menurut ku percuma juga tuh cewek pergi jauh-jauh kalo hujung2 nya pasti akan bersatu lagi,Dengan sedikit kata2 maaf dan penyesalan Azka,Pasti tuh cewek bakalan cepet luluh,Udah bisa ketebak Alurnya..