My Highschool Sweetheart
kalian tahu tentang Azka Abraham kan? adik laki laki dari Amelie Kirania (novel Amelie sang Penjaga Jodoh). Di novel ini aku mau ceritain tentang kehidupannya Azka yang naik turun karena seorang gadis bernama Mia Pranata. So, jangan dilewatkan ya!
klik like di setiap bab buat vitamin
klik favourite biar imun naik (simpan favourite dulu, bacanya nanti juga gpp)
dan komen biar Cherry tambah subur bodynya 😅😂😂
*****
"Lepaskan aku!" Mia yang sedang berjalan kembali ke ruangan resepsi dikejutkan oleh seseorang yang mencekal pergelangan tangannya.
"Mi!" Mia tahu siapa yang melakukannya hanya dengan mendengar suaranya. Suara seseorang yang saat ini sangat ia benci dan tidak ingin sama sekali bertemu dengannya.
Azka mengungkung Mia ke dinding dengan kedua tangannya, sementara Mia memalingkan wajahnya, "Aku mau keluar," ucapnya.
"Kamu tidak akan kemana mana sebelum kita bicara."
"Tidak ada yang perlu kita bicarakan. Lepas!" Mia mencoba melepaskan diri dari kungkungan Azka.
"Apa aku harus berteriak semurahan apa dirimu supaya kamu mau berbicara denganku?"
Plakkk!!
Satu tamparan dengan sukses mendarat di pipi Azka. Dengan tatapan tajam, Mia melihat ke arah Azka tanpa takut, "Ingatlah, aku bukan Mia yang dulu, yang bisa kamu bully seenaknya. Aku juga tak mengganggumu lagi kan, jadi kamu jangan mengganggu hidupku lagi," Mia langsung dengan penuh tenaga, menginjak kaki Azka, kemudian pergi meninggalkan laki laki itu.
Ahhh!!! - ungkap Azka kesal.
*****
Beberapa tahun sebelumnya,
Seorang gadis manis baru saja tiba di sebuah sekolah ternama di kota itu. Ia adalah seorang murid pindahan dari Kota B. Ia datang kemari setelah kakek dan neneknya meninggal.
Mia Pranata, seorang gadis kecil yang masih berusia 14 tahun. Kedua orang tuanya tinggal di Kota A bersama kakak perempuannya, Abigail Pranata. Bukan tanpa sebab Mia tinggal bersama dengan kakek dan neneknya, tapi karena kondisi paru-paru Mia yang kurang baik saat kecil, hingga mengharuskan dirinya untuk tinggal di Kota B. Kota yang minim polusi dan penghijauan yang luas.
Rumah kakek dan neneknya terletak di pinggir kota, dekat sekali dengan perkebunan teh milik keluarganya. Namun, setelah kepergian neneknya karena sakit, Mia pun harus kehilangan kakeknya yang begitu mencintai neneknya. Tak adanya kehadiran sang nenek, membuat kakek langsung sakit sakitan dan pada akhirnya menyusul sang nenek 2 bulan kemudian.
"Mi, ini sekolahmu. Bagaimana? kamu suka kan?" Mia menganggukkan kepalanya. Ia memang kehilangan kakek dan neneknya, tapi ia masih memiliki orang tua dan kakak yang sangat menyayanginya. Mereka bahkan memilihkan sekolah terbaik untuk Mia. Williams School menjadi pilihan mereka, karena dikelilingi oleh taman yang luas, dan jauh dari jalan raya.
Abigail hanya mengantarkan Mia sampai ke depan pintu karena ia juga harus bersekolah. Usia Abigail terpaut 3 tahun dengan Mia. Saat ini ia berusia 17 tahun. Abigail juga bersekolah di sekolah dekat dengan rumah mereka.
"Hari ini, kita kedatangan seorang murid baru dari Kota B. Silakan perkenalkan dirimu," ucap sang guru.
"Perkenalkan, nama saya Mia Pranata. Senang berkenalan dengan kalian," Mia sedikit membungkukkan tubuhnya.
"Kamu bisa duduk di sana," Guru kelas mereka menunjuk sebuah kursi kosong yang berada di bagian belakang, persis di sebelah Azka.
Mia berjalan ke arah yang ditunjukkan oleh sang guru. Azka yang duduk di bagian terluar terpaksa bangkit dari duduknya untuk membiarkan Mia masuk ke dalam.
Azka sebenarnya tak suka jika ada yang duduk di sebelahnya, karena itulah ia selalu minta duduk di kursi paling belakang dan sendiri. Hal itu dikarenakan ia lebih leluasa dalam mengerjakan apapun. Para guru pun menuruti kemauan Azka karena ia adalah putra dari sang pemilik sekolah, Axelle Williams.
"Halo! Kenalkan namaku Mia," Mia mengulurkan tangannya pada Azka.
"Aku sudah tahu."
"Tapi aku belum tahu siapa namamu," Mia tersenyum melihat ke arah Azka.
"Azka. Namanya Azka. Kenalkan aku Marcello," Mia pun mengalihkan uluran tangannya dari Azka ke Marcel.
"Senang berkenalan denganmu," ucap Mia.
"Apa kalian berdua tidak bisa diam? Bu Lisma sudah mulai mengajar," gerutu Azka. Marcel dan Mia akhirnya diam dan memperhatikan .
*****
2 minggu berlalu, Mia selalu berceloteh riang di sebelah Azka. Azka hanya diam, dan hanya Marcel yang menanggapi celotehan Mia. Bagi Marcel, Mia seperti anak kecil.
"Az, lihat ... aku membawakan makanan untukmu," Mia mengeluarkan sebuah kotak bekal dari dalam tas bekalnya dan meletakkannya di hadapan Azka.
"Wah, bekal!" teriak Marcel yang belakangan ini sering sekali memutar tubuhnya ke belakang hanya untuk berbincang dengan Mia.
Mia membukakan kotak bekal tersebut. Di dalamnya berisi nasi goreng ayam, "Ayo dimakan," ucap Mia.
"Apa kamu memasaknya sendiri, Mi?" tanya Marcel.
"Tentu saja tidak. Koki di rumahku yang memasaknya. Aku belum bisa memasak. Tapi jika Azka menyukainya, aku akan belajar memasak," Mia tersenyum sambil menampilkan giginya.
"Aku tidak suka," Azka mendorong kotak bekal tersebut kembali ke arah Mia.
"Kalau begitu untukku saja," dengan cepat Marcel meraih kotak bekal tersebut dan menikmati isinya.
"Enak Mi .... nasi goreng ini enak. Koki di rumahmu hebat," ujar Marcel dengan mulut penuh berisi nasi goreng.
"Cel, kenapa kamu jadi bersikap tidak sopan sejak kenal dengannya? Bukankah kamu diajarkan untuk tidak berbicara saat mulutmu sedang penuh?" Marcel langsung menutup mulutnya dan diam. Ia teringat akan kedua orang tuanya yang mendidiknya dengan keras, terutama masalah tata krama.
"Memangnya orang tua Marcel galak ya, Az?" tanya Mia.
"Sebaiknya kamu diam," Azka berbicara dengan ketus, yang pada akhirnya membuat Mia diam dan mulai melahap makan siangnya.
*****
Mia selalu berada di sebelah Azka, baik itu di kelas maupun di kantin sekolah jika ia tak membawa makanan. Mia tidak memiliki teman di sekolah tersebut, mungkin karena ia masih baru.
Mia sebenarnya adalah anak yang sangat ramah dan mudah bergaul. Tapi dengan penyakit yang ia miliki, ia takut teman teman akan menjauhinya. Apalagi jika diajak teman temannya untuk sekedar nongkrong di cafe, ia mungkin tak akan bisa melakukannya.
Kedua orang tuanya sangat ketat padanya jika berhubungan dengan hal kesehatan. Riwayat penyakit Mia membuat mereka menjaga Mia melebihi Abigail, kakak perempuannya.
Ujian akhir SMP akan segera dimulai. Setelah melewatinya, mereka akan naik tingkat ke jenjang SMA. Di Williams School, para siswa otomatis akan naik ke SMA di sekolah yang sama. Mereka hanya perlu membayar biaya daftar ulang saja, tidak perlu membayar uang pangkal atau lebih dikenal dengan uang gedung.
"Az, bolehkah aku belajar bersamamu?" tanya Mia.
"Tidak."
"Ajak Mia saja Az," ujar Marcel.
"Kenapa harus mengajaknya? Kamu mau belajar atau bermain?"
"Aku janji tidak akan mengganggu, aku benar benar ingin belajar," ucap Mia.
"Sekali kukatakan tidak, tetap tidak!" Azka keluar dari kelas meninggalkan Mia. Sementara Marcello mengikuti Azka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Sita Sit
mampir
2024-09-25
0
sakura
..
2024-05-11
0
Jul Panjul
md
2024-04-29
0