Lintang Pertiwi hanya bisa diam, menyaksikan suaminya menikah kembali dengan cinta pertamanya. Ia gadis lugu, yang hanya berperan sebagai istri pajangan di mata masyarakat. Suaminya Dewa Hanggara adalah laki-laki penuh misteri, yang datang bila ia butuh sesuatu, dan pergi ketika telah berhasil mendapatkan keuntungan. Mereka menikah karena wasiat dari nyonya Rahayu Hanggara, ibunda Dewa juga merupakan ibu angkatnya. Karena bila Dewa menolak semua harta warisan,akan jatuh pada Lintang. Untuk memuluskan rencananya, Dewa terpaksa mau menerima perjodohan itu dan meninggalkan Haruna Wijaya kekasihnya yang sudah di pacari selama dua tahun.
Akankah Lintang bisa meluluhkan hati Dewa? Atau suaminya akan lebih memilih Haruna. Dan jangan lupa,ada seorang secret admire yang selalu ada bila Lintang bersedih.
Yuk! Pantengin terus kelanjutan dari cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yaya_tiiara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Di sinilah mereka berdua, setelah beradu argumen panjang di pinggir jalan. Dion dengan hati yang kacau membawa paksa Lintang menuju tempat yang paling damai, untuk menyelesaikan persoalan. Pantai Kenjeran, di malam hari sangat sunyi. Angin laut bertiup kencang, menerbangkan pohon-pohon dan juga bekas sampah yang berserakan. Lintang dan Dion duduk di atas kap mobil, mereka berdua sama-sama terdiam. Tangan masing-masing menggenggam se-cup minuman panas, yang dengan cepatnya mendingin karena suasananya. Hanya ada beberapa pasangan muda-mudi, yang sedang menikmati keindahan pantai. Para pedagang kopi masih setia menggelar dagangannya, ikut meresapi suasana malam yang syahdu.
Lintang mengeratkan jaket kulit milik Dion di tubuhnya, ia terpaksa menerima karena lelaki itu memaksa meminjamkannya. Minuman coklatnya sudah lama mendingin, ia buang begitu saja. Matanya memandang jauh ke arah laut lepas, tak lama kemudian ombak bergulung-gulung menghempas karang di pantai.
"Jadi benar, apa yang kamu ceritakan tadi? Bukan suatu alasan, untuk menolak keinginan ku" suara Dion terdengar lirih, diantara desau angin pantai.
"Hmm" gumam Lintang pelan. "Aku gak maksa kamu buat percaya, semua yang sudah ku terangkan adalah kebenaran."
"Lantas kemana suami mu? Seharusnya dia bertanggungjawab atas istrinya" tanya Dion lagi, sembari merapikan rambutnya yang diterpa angin. Tetapi angin nakal, kembali membuatnya berantakan.
"Kami dalam proses perceraian" Tetang Lintang enteng.
"Oh ya?" Dion terlihat terkejut, ia sampai menyemburkan kopi yang sedang di minumnya.
"Iya, kami menikah karena perjodohan. Enggak ada cinta di hati masing-masing, malah suami ku sebenarnya sudah memiliki kekasih yang akan di nikahinya."
"Dasar laki-laki pengecut. Kenapa dia, gak nolak sewaktu di jodohkan?" tanyanya lagi,sembari membersihkan cipratan cairan pekat yang mengenai celana panjangnya.
"Mungkin karena dengan menikahi ku, harta warisan orangtuanya bisa menjadi miliknya?"
"Huh! Ternyata karena harta, manusia jadi gelap mata. Sekarang, bagaimana dengan proses cerai kalian?"
"Masih dalam proses, pengacara ku sedang mengusahakan yang terbaik. Karena kabarnya suami ku, ingin rujuk dan memperbaiki pernikahan..."
"Apa kamu setuju?" putus Dion, memotong kalimat yang akan keluar dari mulut Lintang.
Lintang menggelengkan kepalanya tegas . "Ia sudah menjatuhkan talaknya, pantang buat ku kembali. Untuk apa, menyambungkan benang yang sudah terputus? Kalaupun bisa tersambung kembali, ikatan itu akan rapuh dan mudah putus."
"Aku suka, dengan prinsip mu. Enggak jarang perempuan kembali ke pelukan mantan, dengan dalih demi masa lalu ataupun anak" puji Dion tulus. "Kalo boleh tau, berapa lama kalian menikah?"
"Hahaha!" Lintang tertawa sumbang. "Kamu pasti kaget, kalo tau."
"Oo ya, berapa lama?" tanya Dion mendesak.
"Baru se-purnama kami mengikat janji, namun kandas karena badai yang tiba-tiba datang."
"Maaf, aku gak bermaksud membuat mu sedih..."
"It's okay! I'm happy now."
"Good, that's my girl!"
"No, i'm not!"
"Yes, you are!"
Mereka berdua saling berteriak, yang satu menolak dan satunya bersikeras memiliki. Suara mereka tertelan, oleh suara debur ombak di pantai. Semakin malam udara semakin dingin, air laut sudah pasang dan mulai menggenangi tempat mereka berpijak.
Dion mengajak Lintang untuk segera meninggalkan pantai, karena keadaan sudah mulai tidak kondusif. Para pedagang dan Orang-orang yang sedang duduk-duduk lesehan, juga sudah berbenah untuk segera pergi. Petugas Satpol-PP mulai diterjunkan, untuk menghalau pengunjung agar segera meninggalkan pantai. Karena bila air laut pasang, di khawatirkan akan menelan korban.
Dion membuka pintu samping mobil bagian penumpang, mempersilahkan Lintang untuk masuk. Ia segera berlari menuju pintu bagian kemudi. Setelah memasang sabuk pengaman,ia menstater mobilnya. Tetapi di lihatnya Lintang kesulitan memasang seltbeltnya, hingga ia mencondongkan tubuhnya guna membantu. Lintang terlihat grogi, saat wajah Dion hanya berjarak beberapa centi saja. Mereka seakan terhipnotis, lalu tanpa di sadari Lintang, bibir Dion sudah mendarat di sudut kanan bibirnya.
"Cup!" Lintang memukul dada Dion, ia gemetar meraba bekas kecupan di bibirnya.
"Manis sekali" ucapnya, sambil menegakkan kembali tubuhnya. "Ada bekas kopi di sudut bibir mu, jadi aku membersihkannya."
'Ish, kenapa sih Dion berbuat seperti itu. Hati ku jadi kebat-kebit tak karuan, seperti roller coaster saja' bisik hati Lintang.
****
Sementara di waktu yang sama tetapi tempat yang berbeda, Dewa sedang duduk sendirian di meja kerjanya. Ada beberapa botol minuman keras menemani kesendiriannya, sebagian telah habis di tegaknya. Dewa malas pulang ke rumah, karena sudah di pastikan akan mendengar ocehan dari Haruna. Ia merasa frustasi ketika mendengar dari pengacaranya, Lintang menolak bermediasi. Belum lagi tadi siang, terjadi pertemuan yang alot dengan pihak penanam modal. Mereka merasa keberatan, dengan bagi hasil yang di tawarkan pihak Dewa. Hingga ujungnya, pertemuan itu mengalami deadlock atau kebuntuan.
Apalagi akhir-akhir ini, banyak persoalan yang menimpa rumahtangganya. Dari Haruna yang sedikit depresi akibat kehilangan janinnya, sampai satu-persatu butik milik ibunya tutup. Akibat citra buruk yang melekat pada Haruna sebagai pelakor, dan dirinya sebagai suami yang tega berbuat dzalim pada istri sahnya. Bila diingat lagi, rasanya tak ada yang salah dengan mereka. Mungkin keadaan, yang tidak mendukung kebersamaan Dewa dan Haruna. Bagi Dewa, Lintang adalah adiknya dan seterusnya akan tetap sama. Namun begitu Lintang menghilang, seperti ada sesuatu yang kosong di hatinya. Dewa menyadari, sedikit demi sedikit Lintang mengisi kekosongan di bilik hatinya. Memang setelah pergi, baru terasa betapa berartinya Lintang di hidupnya.
"Dret...dret...dret!" suara ponsel Dewa bergetar, ada panggilan masuk di gawainya.
Dewa hanya melirik sekilas, tanpa mau menjangkau benda pipih itu. Ia sudah tau, pasti Haruna yang menghubunginya. Beberapa saat kemudian berbunyi, kembali di acuhkan deringannya. Begitulah berulang-ulang bergetar, dengan kesal Dewa lalu mematikan tombol power off pada HP-nya.
Kembali Dewa tenggelam dalam lamunan, kini di pejamkan matanya sambil bersandar di kursi kerjanya. Entah berapa lama ia tertidur, ketika membuka mata di dapatinya Haruna sedang duduk di sofa. Sambil bangkit dari duduknya,Haruna menghampiri Dewa suaminya.
"Huh!" dengusnya keras. "Apa ini, yang kamu bilang sibuk?" tanyanya sinis, menunjuk botol-botol minuman keras.
"Sudahlah Haruna, lebih baik kamu pulang dan tidur saja" ucap Dewa, malas berdebat dengan istrinya.
"Aku gak mau tidur sendirian, buat apa bersuami kalo apa-apa mesti sendiri" tolak Haruna tegas. "Lagipula, apa yang terjadi dengan mu?" tanyanya heran. "Enggak seperti biasanya, kamu berbuat seperti ini. Mabuk-mabukkan dan lupa pulang ke rumah. Apa karena Lintang, menolak rujuk dengan mu? Ah ya, mungkin kamu menyesal sudah menalak nya. Atau menganggap aku, adalah penyebab kesialan buat mu."
"Praang!" Dewa melempar botol minumannya, hingga pecah berkeping-keping. Sebagian serpihannya, hampir mengenai kaki Haruna.
"Dewa...kau!" Haruna tak melanjutkan ucapannya, ia syok dengan kelakuan bar-bar suaminya.
Dewa terhenyak kaget, lalu bangkit mengejar Haruna yang pergi sambil menangis. "Haruna!" teriaknya kencang. Namun Dewa terlambat mengejarnya, pintu lift telah tertutup membawa kekasih hatinya pergi.
"Maaf, maafkan aku" ucap Dewa sendu.
****
yg ad hidupx sendirian nnt x