Kisah perjalanan hidup Ratna, seorang istri yang dikhianati oleh adik kandung dan suaminya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRATA_YUDHA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masa lalu
Akhirnya malam itu dengan susah payah aku berhasil mendapatkan bus untuk pulang ke kampung halaman. Dengan bekal uang yang tidak seberapa, aku bertekad untuk memulai kehidupanku dari awal, jauh dari kedua manusia durjana itu. Awalnya aku takut jika sampai Ikhsan terlantar, tapi saat itu Wulan terus meyakinkanku. Bahkan dia menambah uang bekal untuk kami, Wulan memang benar-benar orang baik, aku sangat berhutang budi padanya. 2 hari 2 malam perjalanan akhirnya aku sampai di kampung halaman dengan keadaan selamat.
Ku langkahkan kaki menuju rumah tua yang lama tidak ditinggali itu. Rumah itu sudah dalam keadaan mengkhawatirkan terlihat sangat kotor dan tidak terawat, seandainya saja dulu aku tak meminta Puja untuk tinggal denganku, mungkin rumah ini masih terawat, dan mungkin perselingkuhan itu juga tak terjadi. Tapi nasi sudah menjadi bubur, aku tak mau terus-terusan menyesali kebodohanku yang tak berujung, saat ini aku harus kuat demi Ikhsan.
'Emak, Bapak, Ratna pulang' ucapku saat membuka pintu rumah yang sudah lama tak berpenghuni itu.
Dengan rasa lelah aku membersihkan tiap sudut rumah peninggalan kedua orangtuaku itu, Alhamdulillah Ikhsan tidak rewel, dia anteng tanpa merengek sedikitpun. Ikhsan seperti mengerti kesedihanku, sungguh dia malaikat kecil yang luar biasa.
Setelah selesai, aku berbaring melepas lelah disamping Ikhsan. Namun ponselku tiba-tiba berbunyi tanda panggilan masuk, ku lihat ponselku berkelip menampilkan id caller wulan.
Tebakanku benar, Wulan yang menelfon, karena mas Ilyas tak mungkin bisa menghubungiku, aku sudah ganti nomor, Wulan yang menggantinya saat diterminal. Tanpa pikir panjang Aku langsung menjawab panggilan itu.
"Halo kak. Gimana, udah sampai?" tanya Wulan.
"Alhamdulillah udah dek" jawabku.
"Alhamdulillah, Wulan senang dengernya, kak Ratna pokoknya harus kuat, jangan lemah. Rezeki itu pasti ada aja kak, dari mana aja datengnya, apalagi ada Ikhsan. Pasti dimudahkan jalan rezekinya." ucap Wulan dari sebrang telfon sana.
"Iya Lan, dan untuk kesekiankalinya kakak ngucapin terimakasih banyak sama kamu." ucapku.
"Iya kak sama-sama, selagi Wulan bisa bantu kenapa enggak. Oh iya Ikhsan rewel enggak kak?" tanyanya.
"Alhamdulillah Ikhsan anteng, dia udah kayak mengerti kalau mamanya lagi sedih, jadi seperti ikut prihatin" jawabku.
"Syukur Alhamdulillah, ya udah kakak pasti capek habis menempuh perjalanan jauh, kakak istirahat dulu aja" ucapnya.
"Iya, makasih ya udah nelfon kakak" ucapku.
"Iya kak sama-sama" jawabnya.
Setelah itu kami mengakhiri percakapan kami lalu aku melanjutkan istirahatku.
Keesokan harinya....
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun untuk belanja kepasar, aku membeli beberapa peralatan masak dan juga bahan makanan untuk kembali berjualan membuka warung sederhana milikku yang terletak persis disamping rumah. Sepulangnya dari pasar, aku langsung membersihkan warung yang sudah lama tutup itu, aku memulai semuanya dari awal. Karena hanya ini yang bisa kulakukan, berjualan kopi, bajigur, teh, mie rebus dan beberapa menu sarapan serta gorengan. Rumahku berada tepat di pinggir perlintasan jalan keluar kampung, jadi lumayan rame orang-orang yang melintas. Rata-rata pembeliku dulu adalah para buruh perkebunan karet, atau peternak ikan dari waduk didekat kampungku. Saat aku tengah asyik membersikan warung kecilku, tidak sengaja seorang tetangga melihat kearahku.
"Loh, kamu Ratna kan? kapan pulang?" sapa wanita itu, dia bu Warsih tetanggaku.
"Iya bu, baru aja sampai kemaren" jawabku.
"Ohh, iya. Sendirian? Puja sama suami kamu mana?" tanyannya.
"Enggak ikut bu" jawabku.
"Kenapa?" tanyanya lagi.
"Kerjaan disana gak bisa ditinggal, Puja juga disana manggung, banyak job" aku berbohong.
"Terus ini kamu bebersih warung, mau jualan lagi?" tanya bu Warsih.
Aku mengangguk.
"Iya bu, udah kangen pengen tinggal disini lagi" ucapku, aku melihat kebingungan diwajahnya. Aku mengerti apa yang ada difikirannya. Namun dengan cepat aku mengalihkan pembicaraan itu kearah lain.
Saat tengah asyik ngobrol dengan bu Warsi, aku melihat seseorang yang dulu pernah mengisi hatiku sebelum kedatangan mas Ilyas. Namanya Sofyan, pemuda yang terpaksa aku tinggalkan demi menerima lelaki brengsek semacam mas Ilyas. Saat itu aku tidak punya pilihan lain, ibuku sakit-sakitan. Hasil kerja ku dan juga Puja saat itu tidak mencukupi untuk mengobati penyakit ibu yang kian hari kian parah, disaat itu mas Ilyas datang dengan segala pertolongan dan ucapan-ucapan manisnya. Bodohnya saat itu aku mau-mau saja diajak menikah siri terlebih dahulu, yang ternyata alasannya karena mas Ilyas sudah memiliki istri. Aku bahkan sempat datangi istrinya yang bernama Yani, dia jauh-jauh datang dari pulau sumatera untuk melabrakku.
Aku dipermalukan saat itu, aku sudah minta maaf saat itu karena memang aku tidak tahu mas Ilyas sudah memiliki istri. Saat itu aku langsung meminta cerai, tapi mas Ilyas justru menceraikan istrinya. Dan dengan bujuk rayunya dia meyakinkanku bahwa hidupku akan terjamin, dan juga dia terus membahas-bahas jasanya yang sudah membiayai operasi ibuku. Aku merasa dilema, tapi karena dia sudah resmi bercerai akhirnya aku kembali dengannya dan ikut ke kampung halamannya disumatera. Disana ternyata ibunya mas Ilyas tak menerimaku, bukan tanpa alasan, tapi karena Yani menarik kembali kebun sawit yang sudah diberikan pada mertuaku dulu. Mungkin karena pengahasilannya berkurang, ibu mertuaku membenciku dan menganggap aku sebagai pembawa sial. Ternyata istri mas Ilyas anak orang terpandang dikampung itu, sehingga saat berpisah dengannya harta mas Ilyas berkurang hampir separuhnya. Apakah ini suatu karma? atau memang aku terlalu bodoh sebagai seorang wanita? entahlah, yang jelas aku kapok menjalin kasih dengan makhluk bermana pria.
Saat aku asyik dengan lamunanku, bu Warsi berpamitan pulang, aku mengangguk. Lalu kembali melanjutkan pekerjaanku. Namun tiba-tiba aku mendengar seseorang menyapaku.
"Ratna"
sok berhati malaikat.