Haura, seorang gadis pengantar bunga yang harus kehilangan kesuciannya dalam sebuah pesta dansa bertopeng. Saat terbangun Haura tak menemukan siapapun selain dirinya sendiri, pria itu hanya meninggalkan sebuah kancing bertahtakan berlian, dengan aksen huruf A di dalam kancing itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MGTB And CEO BAB 25 - Kamu Wanita Yang Tangguh
"Azzura! tunggu!" teriak Arrabela.
Dengan susah payah, Arrabela menyusul keempat temannya.
"Maafkan aku, aku tidak bermaksud seperti itu," sesal Arrabela dengan sungguh-sungguh ketika ia sudah berhasil menyusul Azzura, Azzam, Arnold dan Julian.
"Maafkan aku, please," rengeknya dengan kedua mata yang mulai memerah, nyaris menangis.
"Aku sudah memaafkanmu Arra, tapi jangan bicarakan hal buruk tentang ibuku, kamu tidak tahu bagaimana perjuangannya untuk merawat kami," jawab Azzura, ia pun tak tega melihat Arrabela yang nyaris menangis.
Azzura bahkan mendekati Arrabela lebih dulu dan memeluk sahabatnya itu dengan erat.
"Azzam, apa kamu belum memaafkanku?" tanya Arrabela pada Azzam.
Yang ditanya bergeming, ia bahkan memalingkan wajah menghindari tatapan Arrabela.
"Azzam!" rengek Arrabela dan pecah sudah tangisnya. Melihat itu Arnold dan Julian malah terkekeh.
Salah sendiri, punya mulut tidak dijaga. Batin Arnold dan Julian kompak.
"Abang, sudah dong marahnya, kasihan Arra," pinta Azzura yang tak tega, ia jadi kesal juga melihat sikap keras kepala sang kakak.
"Aku akan memaafkanmu, tapi dengan satu syarat," jawab Azzam akhirnya.
Mendengar itu, Arrabela buru-buru menghapus air matanya, "Syarat apa?" tanya Arrabela penasaran.
Pun ketiga bocah lainnya yang ikut penasaran pula.
"Jadilah mata-mata di rumah ayahku, ayah dan ibuku sedang bertengkar, jadi kami tidak bisa saling bertemu. Aku ingin tahu apa yang dilakukan ayah dirumahnya sana," ucap Azzam seraya melipat kedua tangannya didepan dada.
"Baiklah, aku akan melakukan itu. Aku akan tinggal di rumah uncle sampai uncle dan ibumu berbaikan. Jadi kamu mau memaafkan aku kan?" tanya Arrabela memastikan.
Dan Azzam mengangguk kecil.
Melihat itu Arrabela berlompat riang, ia bahkan langsung memeluk tubuh kaku Azzam dengan erat.
"Ye! terima kasih Zam," ucap Arrabela yang sudah kembali ceria.
"Lepas!" keluh Azzam yang merasa sesak.
Dengan patuh Arrabela melepas pelukannya, dan membuat semua orang tergelak, kecuali Azzam.
Akhirnya, kelima bocah ini kembali melanjutkan langkahnya menuju kantin.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di rumah Sakit.
Setelah menyerahkan barang bukti untuk tes DNA itu pada pihak rumah sakit, Haura langsung memutuskan untuk pulang.
Ia menunggu di pinggir jalan untuk mencari taksi.
Hingga ia mundur beberapa langkah saat teleponnya bergetar. Dilihatnya ada panggilan masuk dari Shakir.
Dan Haura segera menjawab panggilan itu.
"Assalamualaikum, Bang," jawab Haura dengan suaranya yang lembut.
"Walaikumsalam, kamu dimana? aku di rumah dan hanya ada nek Inah, kata nek Inah kamu pergi mengantar Azzam dan Azzura, tapi kenapa sampai sekarang belum kembali juga? kirimkan lokasimu, aku akan jemput," ucap Shakir bertubi, hingga Haura tak mengingat jelas apa yang diucapkan oleh Shakir.
Haura terkekeh, merasa lucu.
"Abang bicaranya pelan-pelan, aku jadi lupa apa yang Abang tanya," balas Haura jujur.
Dan mendengar itu, Shakir diujung sana pun ikut tersenyum.
"Kamu dimana?" tanya Shakir lagi, hanya satu pertanyaan.
"Di rumah sakit," jawab Haura jujur.
"Kamu sakit?"
"Tidak."
"Lalu?"
Haura menceritakan semuanya kepada Shakir, tentang seorang pria yang bernama Adam. Pria yang datang dan mengaku sebagai ayah Azzam dan Azzura.
Hubungan Haura dan Shakir memang semakin dekat, namun Haura sudah mengatakan sejak awal jika mereka hanya bisa berteman. Dan Shakir tak merasa keberatan sedikitpun.
Haura sudah membuka hati dan menerimanya sebagai seorang teman pun, Shakir sudah merasa senang.
"Jadi kamu sudah bertemu dengannya?"
Haura mengangguk, seolah Shakir kini berada dihadapannya dan bisa melihat gerak kepala itu.
"Haura, dadaku sesak. Aku cemburu, rasanya aku tidak terima jika kamu bersama pria itu," jelas Shakir jujur.
Dan Haura bergeming.
"Tunggulah di sana, aku akan menjemputmu."
"Iya Bang.
Dan panggilan itu akhirnya terputus.
Haura menyingkir dari pinggiran jalan raya dan memilih kembali ke rumah sakit. Duduk disalah satu kursi yang berada di taman. Taman yang berada di halaman rumah sakit.
Di Sana, ia kembali termenung. Memikirkan hidupnya yang tak akan pernah lepas dari pria iblis itu.
Dulu, sebelum pindah ke Jakarta, saat ia menitipkan perkebunan pada Labih. Labih sempat mengatakan sesuatu.
Mengatakan tentang Azzam yang merupakan anak genius. Labih berkata, bahwa bukan ia yang membawa Shakir kesini, melainkan Azzam dengan semua kecerdasannya.
Labih pun menceritakan pula tentang Azzam yang selalu membantunya mengerjakan tugas sekolah.
Hingga terakhir, Labih bercerita tentang Adam Malik. Sejak lama, Azzam sudah tahu jika pria itu adalah ayahnya yang tinggal di Jakarta.
Selama ini pun, Haura hanya menutup rapat-rapat cerita Labih itu.
Hingga semuanya terbongkar jadi seperti ini.
Bahkan kemarin, Azzam pun masih terlihat tenang ketika bertemu dengan Adam.
"Ya Allah," gumam Haura, ia mengusap wajahnya dengan kasar menggunakan kedua tangan.
"Azzam," gumamnya lagi, merasa iba pada sang anak. Pastilah, sudah banyak luka yang tergores di hati anak sulungnya itu.
Sesaat, Haura menyesalkan kecerdasan Azzam dan segala pemikirannya yang lebih dewasa. Sesaat, Haura menginginkan Azzam seperti Azzura saja, bersikap layaknya anak usia 6 tahun.
Yang hanya menghabiskan waktu untuk belajar dan bermain, tanpa memikirkan tentang kehidupan.
"Astagfirulahalazim," ucap Haura penuh sesal, kenapa ia jadi tak mensyukuri tentang kecerdasan Azzam.
"Maafkan ibu Zam, maafkan ibu," lirihnya lagi, hingga dilihatnya sebuah mobil berwarna putih terparkir tepat tak jauh dari hadapannya.
Haura begitu menghapal mobil itu, mobil milik Shakir.
Haura bangkit dan mendekat, pun Shakir yang turun dan menyusul Haura.
"Kenapa Abang turun, kita langsung pulang kan?" tanya Haura heran, kini mereka malah berdiri saling berhadapan di tengah taman.
"Kapan hasil tes DNA nya keluar?" tanya Shakir tak menjawab pertanyaan Haura.
"3 hari lagi Bang."
Shakir mendesah kesal, 3 hari lagi ia harus kembali ke Malaysia.
"Buatlah jadi 5 hari, aku akan menemanimu mengambil hasil itu."
Mendengar itu Haura tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya pelan.
"Aku tahu Abang sibuk, aku bisa menangani ini semua sendiri Bang. Lagipula aku ini bukan gadis cengeng lagi, aku seorang ibu dari 2 anak. Dengan keringatku sendiri aku membesarkan mereka, apa Abang pikir aku akan takut dengan pria itu?" tanya Haura dengan tatapannya yang lekat.
Melihat itu, entah kenapa Shakir merasa lega. Merasa jika Haura tak akan mudah diluluhkan oleh ayah dari kedua anaknya.
"Baiklah, aku percaya padamu. Kamu wanita yang tangguh," Balas Shakir.
Tanpa disadari oleh keduanya, ada seseorang yang mengambil foto mereka dari jarak aman.
Beberapa foto tentang Haura dan Shakir di rumah sakit itu langsung terkirim ke ponsel Luna. Mata-mata yang dimintanya untuk mengawasi Haura mengirimkan poto itu.
Luna menatap dengan lekat, di setiap foto yang terkirim.
Haura, nampak sering sekali memperlihatkan senyumnya. Terasa lain ketika ia bertemu dengan sang Tuan.
Luna lalu menghubungi si pengirim foto tanpa menunggu lama.
"Cari detail informasi pria itu, juga apa hubungannya dengan Nyonya Haura."
"Siap Nona!" jawab sang mata-mata, patuh.
Luna lalu menyimpan foto itu untuk dirinya sendiri, tak memperlihatkannya pada sang Tuan, Adam.