Seno adalah seorang anak petani yang berkuliah di Kota. Ketika sudah di semester akhir, ia menerima kabar buruk. Kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan bus.
Sebagai satu-satunya laki-laki di keluarganya, Seno lebih memilih menghentikan pendidikannya untuk mencari nafkah. Ia masih memiliki dua orang adik yang bersekolah dan membutuhkan biaya banyak.
Karena dirinya tidak memiliki ijasah, Seno tidak akan bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi. Mengandalkan ijasah SMA-nya pun tidak jauh berbeda. Maka dari itu, Seno lebih memilih mengelola lahan yang ditinggalkan mendiang kedua orang tuanya.
Ketika Seno mulai menggarap ladang mereka, sebuah kejutan menantinya.
----
“Apa ini satu buah wortel dihargai tujuh puluh ribu.” Ucap seorang warganet.
“Mahal sekali, melon saja harga lima puluh ribu per gramnya. Ini bukan niat jualan namanya tapi merampok.” Ucap warganet yang lainnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dyoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PH 14 Kehebohan Laman Lelang (revisi)
Kehidupan Seno sekarang berjalan dengan tenang. Sayur miliknya sudah memiliki pembeli. Ia hanya tinggal menunggu pesanan dari pelanggannya yang sekarang saja. Selain itu, Seno juga berharap pelangannya yang sekarang bisa merekomendasikan sayurnya kepada yang lain.
Namun, kehidupan tenang Seno itu berbeda jauh dengan aplikasi lelang tempat Seno meninggalkan dua puluh wortelnya. Apa yang Seno lakukan di sana membuat sebuah kehebohan tinggi.
Hal ini karena harga dan deskripsi yang diberikan oleh Seno membuat beberapa Warganet berkicau dan menghujat apa yang Seno lakukan.
[Merpati Putih : Apa-apaan ini? Siapa yang sudah gila melelang wortel dengan harga minimum lima puluh ribu? Tidak hanya satu, tetapi dia menjual dua puluh wortel. Lebih parahnya lagi, wortel-wortel ini tidak dijual satu paket, tetapi perbuah.]
[Kakak Tampan : Lu bener. Ini yang masang lelang orang gila. Wortel ajaib penyembuh penyakit mata? Percaya diri sekali dia mengatakan hal itu.]
[Kakak Tampan : Memang wortel yang kaya akan Vitamin A sangat bagus untuk kesehatan mata. Tetapi, bagaimana mungkin dia mengatakan wortel bisa menyembuhkan penyakit mata? Apakah itu juga termasuk katarak?]
[Monta : Aku mau tahu orang bodoh mana yang akan membeli wortel dengan harga semahal itu.]
[Sultan Baru : Apakah orang ini butuh duit? Kok sampe segitunya ya? Hemm… karena aku sedang berbaik hati, maka akan aku akan ikut serta dalam lelang kali.]
Setelah menulis komentar seperti itu, langsung saja pemilik akun dengan nama Sultan Baru itu menaikkan harga kedua puluh wortel yang sedang dilelang Seno. Ia menawarnya dengan harga seratus ribu rupiah untuk setiap buah wortel.
[Monta : @Sultan Baru apa Kamu sudah gila? Dua juta hanya untuk dua puluh wortel?]
[Sultan Baru : @Monta itu terserah aku. Ini adalah uangku jadi tidak masalah untukku membeli ini. Apa urusanmu dengan hal ini.]
[Sultan Batubara : Wah ada yang pamer kekayaan ya? Jangan lupakan aku. Aku juga akan ikut bergabung.]
Pemilik akun dengan nama Sultan Batubara pun menaikan tawaran yang sebelumnya diberikan oleh Sultan Baru. Kali ini setiap wortelnya ia beli dengan harga seratus tiga ribu rupiah.
Kenaikan tawaran yang dilakukan oleh Sultan Batubara ini sama saja dengan sebuah ejekan kepada Sultan Baru. Melihat hal itu, Sultan baru tidak terima. Ia lalu kembali menaikkan tawarannya menjadi seratus tiga puluh ribu untuk setiap wortelnya.
Sultan Batubara kembali melakukan cara yang sama seperti sebelumnya. Ia akan menaikkan tawaran Sultan Baru dengan kenaikan minimum yang sudah diteapkan oleh Seno. Hal ini menambah kehebohan dari laman lelang Seno.
Meski Seno sudah memasang iklan untuk lelangnya ini, tetapi itu hanya untuk memastikan barang yang ia lelang tetap terlihat. Itu tidak akan bisa membuat wortelnya mendapat pengunjung sebanyak ini.
“Apa Kamu pernah sudah dengar, ada dua orang kaya yang sedang rebutan membeli wortel.” Ucap seseorang kepada temannya.
“Oh ya? Apakah kurang kerjaan sekali orang kaya sekarang. Wortel saja sampai mereka perebutkan. Tidak adakah wortel yang lain yang bisa mereka beli?” Jawab temannya.
Lalu orang tersebut menunjukkan laman lelang milik Seno. “Mereka tidak membelinya di tempat umum. Lihat ini, mereka berebut membeli wortel di lelang ini.”
“Wah gila. Satu wortelnya sudah mencapai tiga ratus ribu. Apakah orang kaya seperti itu? Mereka bisa dengan mudahnya menghamburkan uang seperti itu?”
“Aku juga tidak tahu. Orang biasa seperti kita mana paham jalan pikir orang kaya. Lebih baik kita nikmati saja perseteruan para orang kaya ini. Bukankah ini akan menjadi hiburan untuk kita.”
“Kamubenar. Tetapi, aku lebih penasaran lagi dengan pemilik wortel itu. Hemm…. Petani Hebat ya, aku yakin dia pasti akan kaget wortelnya terjual semahal itu.”
Pembicaraan seperti itu banyak terjadi di luar sana. Dari satu mulut ke mulut, drama yang terjadi ada lelang wortel milik Seno membuat banyak yang mengunjungi laman lelang tersebut.
Mereka tidak peduli dengan wortel apa itu yang di lelang, keajaiban apa yang dimiliki wortel itu. Bahkan beberapa ada yang mempertanyakan keaslian dari pernyataan Seno di deskripsi produk. Tetapi, mereka hadir ke sana bukan untuk membeli, tetapi menonton drama.
Sementara itu, Seno pemilik laman lelang tersebut, tidak mengetahui kehebohan apa yang sudah ia buat pada aplikasi lelang itu. Menurutnya tidak akan terlalu banyak yang berminat untuk membeli wortel itu, karena belum ada yang membuktikan kasiatnya.
Jadi, Seno memilih menyibukkan diri dengan aktivitasnya di dunia nyata. Ia sekarang tengah menyiapkan beberapa sayuran yang akan ia kirim ke pelanggannya.
Meski pendapatan dari berjualan sayuran biasa tidak sebesar sayuran khusus, tetapi uang tetaplah uang. Tentunya Seno tidak akanmenolak uang-uang itu.
Sementara itu, dari kejauhan Joko memandangi Seno yang sekarang ini memasukkan beberapa kardus ke dalam bak dari motor roda tiga miliknya. Tidak hanya satu dua kardus saja yang Seno masukkan ke bak motornya, tetapi belasan.
Sore kemarin Joko tidak sengaja melihat Seno memasukkan beberapa kardus di bak dari motor roda tiganya. Karena penasaran, Joko menyuruh anak buahnya untuk mengikuti laki-laki itu. Ia ingin tahu apa yang sedang Seno bawa itu.
Laporan dari anak buahnya cukup mengejutkan Joko. Seno sekarang berjualan sayur dari rumah ke rumah. Tidak hanya itu, anak buah Joko juga melaporkan bahwa sayur-sayur itu di beli dengan harga yang cukup mahal.
Joko sangat geram kepada Seno setelah mendengar laporan anak buahnya itu. Setelah perusakan kebunnya dan pemukulan yang Seno terima, Joko pikir laki-laki itu akan mendatanginya dan meminta maaf atas kelancangannya dulu.
Tetapi ternyata tidak. Seno sama sekali tidak memiliki niatan melakukan hal itu. Seno anak kemarin sore itu sekarang malah menjual sayur sendiri tanpa melewatinya.
Joko sangat tidak terima ini. Apalagi harga jual yang Seno bandrol untuk sayur-sayurnya itu cukup tinggi. Sudah jelas sayur-sayur itu memiliki kualita yang bagus. Jika Joko menjual sayur itu, maka ia yakin akan mendapatkan uang jutaan rupiah.
“Sekarang ayo turun.” Ucap Joko kepada dua anak buahnya.
Joko berjalan memimpin anak buahnya. Ketika sampai di dekat Seno, Joko memukul dengan keras sadel motor Seno itu. Hal itu membuat Seno menghentikan kegiatannya.
“Ada apa Pak Joko kemari?”
“Memangnya tidak boleh aku kemari?”
Joko kemudian membuka salah satu kardus yang sudah ada di dalam bak motor roda tiga itu. Di dalam kardus tersebut, Joko bisa melihat beberapa sayuran tertata rapi. Ada wortel, selada, bayam, dan kangkung.
Pada kardus yang lainnya, Joko juga menemukan sayuran yang tidak jauh berbeda dari sayuran sebelumnya. Setelah melihat beberapa kardus yang lainnya, Joko memandang lekat ke arah Seno. Begitu pula dengan Seno.
Sedari tadi laki-laki itu memperhatikan pergerakan Joko. Seno tidak melarang Joko melihat isi kardus tersebut. Itu hanyalah sayuran biasa miliknya. Bukan wortel khusus yang akan ia kirimkan kepada Miranda.
Jadi, jika Joko tiba-tiba berbuat ekstrim dan merusak sayuran yang ada di sana, ia tidak akan mengalami kerugian besar. Seno masih memiliki stok sayur seperti itu cukup banyak pada penyimpanan sistem miliknya.
“Aku dengar kebunmu itu gagal panen ya? Ada yang merusak sayuran yang ada di sana dan kamu mengalami kerugian besar. Benarkah itu?” Tanya Joko seolah-olah kejadian itu sama sekali tidak melibatkan dirinya.
“Wah ternyata beritanya menyebar begitu cepat. Pak Joko saja sudah tahu itu. Memang benar aku gagal panen. Kebun sayurku itu dirusak oleh babi hutan. Jadi aku mengalami gagal panen. Awas saja nanti, kalau babi hutan itu berhasil aku tangkap, akan aku jual dagingnya ke pasar.”
“Ko An Long pasti suka menerima kiriman daging babi hutan.” Ucap Seno sembari memberikan penekanan kuat pada setiap kata babi hutan.
Joko yang mendengar hal itu wajahnya berubah merah karena amarah. Berani-beraninya anak ini mengatainya dengan sebutan babi. Meski begitu, sebisa mungkin Joko menahan amarahnya. Jika dirinya marah, Seno akan tahu bahwa Joko memiliki keterlibatan dalam perusakan kebunnya.
‘Sepertinya anak ini sudah tahu bahwa aku yang melakukan perusakan itu. Tetapi, tanpa bukti apa pun, dia tidak akan bisa melaporkanku ke polisi.’ Gumam Joko dalam hati.
“Wah sayang sekali sayuran di kebun seluas itu rusak dimakan babi hutan. Aku yakin kamu pasti mengalami kerugian puluhan juta.”
“Itu memang resiko memiliki kebun sayur di dekat daerah pegunungan yang masih banyak hutannya seperti ini. Jelas banyak hewan liar terutama babi hutan yang bisa kapan saja merusak kebun.”
“Untung saja Kamu masih memiliki kebun yang ada di belakang rumahmu itu. Kelihatannya, sayuranmu yang ada di sana masih selamat. Bagaimana kalau Kamu menjualnya padaku? Daripada Kamu keliling berjualan sayur seperti ini, lebih baik jual semua padaku.” Tawar Joko.
“Tidak. Aku tidak akan menjualnya ke Pak Joko.” Ucap Seno sembari memberikan sebuah senyuman.
“Jangan langsung menolakku seperti itu. Aku belum mengatakan berapa harga yang akan aku berikan padamu.”
Seno menggeleng pelan dengan tetap mempertahankan sebuah senyuman dia wajahnya. Melihat Seno yang seperti itu, membuat tangan Joko gatal dan ingin menghajarnya. Sayangnya dia tidak bisa melakukan secara terang-terangan sekarang. Beberapa tetangga Seno bisa saja melihat kejadian itu.
“Aku tetap tidak akan menjualnya ke Pak Joko. Pak Joko lihat sendiri bukan, bahwa aku sekarang sudah bisa menjual sayurku sendiri. Anak muda sepertiku saat ini harus bisa berinovasi menggunakan teknologi yang ada. Jadi, aku sekarang berjualan sayur ini secara online.”
“Dengan cara ini, pendapatanku juga semakin bertambah. Aku masih harus membayar biaya sekolah adikku. Jadi, aku tidak akan menjualnya ke Pak Joko.”