Aruna Elise Claire, aktris muda yang tengah naik daun, tiba-tiba dihantam skandal sebagai selingkuhan aktor lawan mainnya. Kariernya hancur, kontrak diputus, dan publik membencinya.
Putus asa, Aruna memanfaatkan situasi dan mengancam Ervan Zefrano—pria yang ia kira bisa dikendalikan. Ia menawarinya pernikahan kontrak dengan iming-iming uang dan janji merahasiakan sebuah video. Tanpa ia tahu, jika Ervan adalah seorang penerus keluarga Zefrano.
“Kamu mau uang, kan? Menikah saja denganku dan aku akan memberimu uang setiap bulannya. Juga, foto ini akan menjadi rahasia kita. Tugasmu, cukup menjadi suami rahasiaku.”
“Dia pikir aku butuh uang? Aku bahkan bisa membeli harga dirinya.”
Pernikahan mereka dimulai dengan ancaman, di tambah hadir seorang bocah menggemaskan yang menyatukan keduanya.
“Liaaan dititip cebental di cini. Om dititip juga?"
Akankah pernikahan penuh kepura-puraan ini berakhir dengan luka atau justru membawa keduanya menemukan makna cinta yang sesungguhnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesan Arion
Alian menikmati waktunya di kediaman Zefrano. Anak itu tampak sangat antusias ketika Elara membawanya ke taman belakang, tempat berbagai hewan peliharaan berada. Di sana ada kelinci-kelinci lucu yang memang sengaja dipelihara, serta beberapa jenis domba kecil yang sebenarnya adalah milik Dara.
“Dicini kebun binatang juga?” tanya Alian polos, matanya membulat kagum melihat banyaknya hewan di taman itu.
“Iya, Alian sering-sering ke sini yah, biar bisa main sama mereka,” ucap Elara sambil tersenyum, mengelus lembut kepala anak itu.
Alian mengangguk bersemangat. Ia pun mendekati kolam ikan, berdiri mematung sambil memperhatikan ikan-ikan yang berenang lincah dari balik pagar kayu. Senyuman Elara mengembang melihat tingkahnya. Di dalam hatinya, muncul kerinduan yang lama dipendam, keinginan untuk menimang cucu. Namun apa daya, Ervan dan Dara, belum juga berniat menikah. Sempat terlintas di pikirannya—jangan-jangan mereka enggan membina rumah tangga karena trauma akan kisah rumah tangga dirinya dan Arion di masa lalu?
“Sayang.” Suara berat Arion memecah lamunannya. Lelaki itu datang lalu duduk di sebelah Elara, ikut menatap ke arah Alian yang terlihat antusias menjelajahi taman kecil mereka.
“Aku pengen banget punya cucu. Tapi Ervan ... sama sekali belum ada niat untuk nikah,” gumam Elara, nadanya lirih penuh harap.
“Bentar lagi juga dia nikah, jangan terlalu dipikirin. Kalau kamu kangen main sama anak kecil, suruh aja Ervan culik itu anak lagi ke sini,” sahut Arion dengan nada bercanda, membuat Elara tertawa kecil dan mencvbit manja lengannya.
Arion kemudian memilih masuk ke dalam rumah. Ia melangkah santai menuju ruang keluarga, tempat putranya sedang duduk di sofa dengan laptop di pangkuan. Tanpa banyak bicara, Arion menjatuhkan tubuhnya di sebelah Ervan dan langsung menyalakan televisi.
“Mana Mama?” tanya Ervan tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.
“Di belakang. Tadi pagi katanya kangen sama anaknya, sekarang malah anak orang yang diajak main terus,” gerutu Arion sebal.
Ervan mendengarnya sambil menghela napas panjang. “Biarin aja, Pa. Mama senang kok sama keberadaan Alian.”
Arion semakin sebal. Ia menaikkan volume televisi, seolah sengaja agar Ervan terganggu. Dan benar saja, Ervan mengernyit lalu mengambil earphone. Namun, sebelum ia memasangnya, pandangannya terpaku pada layar televisi yang tengah menayangkan sebuah sinetron. Bukan sembarang sinetron, itu adalah tayangan yang dibintangi oleh Aruna, istrinya.
“Sinetron baru kayaknya ini. Mamamu pasti senang banget lihat beginian,” gumam Arion sambil memperhatikan akting Aruna yang sedang membawakan adegan romantis dengan lawan mainnya.
Ervan mengerutkan alis, ekspresinya berubah. Adegan yang romantis bagi penonton itu, justru membuatnya merasa tak nyaman.
“Ganti, Pa. Jeleeek,” ucapnya datar.
“Enggak, kok. Bagus ini, ceritanya mirip Papa sama Mama dulu. Papa yang cinta duluan, baru Mama. Gemes gitu yah jadinya,” sahut Arion sambil tertawa pelan, mengenang masa mudanya.
“Tapi sempat berakhir ditinggal juga, kan?” desis Ervan tajam, membuat tawa Arion langsung terhenti.
“Kamu tuh, masih aja ungkit yang udah lalu. Mama kan udah balik lagi, kumpul sama kita. Bonusnya, kamu dapat dua adik. Ya ... walaupun dulu memang berat sih,” ujar Arion, senyumnya mengembang tipis, menyembunyikan getir yang pernah ada.
“Ervan,” lanjut Arion, kali ini nadanya lebih dalam, tatapannya menatap lurus ke mata putranya.
“Jangan melakukan sesuatu yang berisiko kalau kamu sendiri tak siap menghadapi akibatnya. Papa memilih untuk kembali sama Mama, meski tahu keluarga bakal menentang. Tapi Papa hadapi itu semua. Kenapa? Karena Papa ingin keluarga kita kembali utuh dan Papa harap, kamu bisa jadi suami yang lebih baik dari Papa, buat istrimu kelak.”
Tangannya menepuk bahu Ervan, erat. Sebuah gestur sederhana, tapi penuh makna. Lalu Arion kembali menatap ke televisi, seolah obrolan itu cukup sampai di sana.
Ervan hanya diam. Ia menatap ayahnya yang kini kembali tersenyum kecil. Dalam hati, ia bergumam pelan, “Tapi aku tidak lebih baik darimu, Pa.”
.
.
.
.
Malam pun tiba. Tanpa terasa, waktu sudah menunjukkan saat bagi Ervan untuk kembali dan membawa Alian pulang dari kediaman Zefrano. Anak kecil itu tampak sedih, meskipun di pelukannya telah penuh dengan berbagai jajanan dan mainan yang ia dapatkan hari itu.
“Lian nda mau pulang,” ucapnya pelan, mata kecilnya mulai berkaca-kaca.
“Pulang dulu, nanti di cariin Aunty-nya, loh,” bujuk Elara dengan suara lembut. Meski hatinya sendiri sebenarnya berat berpisah dengan bocah menggemaskan itu.
Alian berpaling menatap ke arah Arion. “Opa,” panggilnya.
Dengan ekspresi malas, Arion menatapnya. Ia tahu Alian hanya anak kecil, tapi tak bisa disangkal bahwa dirinya cemburu. Anak itu terus saja mencuri perhatian Elara sejak siang.
“Kenapa?” tanyanya ketus.
“Ictlinya boleh Alian bawa pulang nda?”
Ucapan itu membuat semua orang yang berada di ruangan itu tertawa, termasuk Ervan. Tapi tidak dengan Arion, yang langsung mel0t0t tak terima.
“Ya enggak boleh! Ini istri Opa! Kamu cari istri sendiri sana!” protesnya sambil memeluk Elara seolah mempertahankannya.
Alian cemberut, bibirnya mengerucut sebal. “Tunggu Lian becal ... Lian lebut Oma dali Opa!” ucapnya penuh tekad, lalu berbalik. Namun, belum jauh melangkah, ia mendadak berputar dan berlari ke arah Elara.
“Huaaaa! Nda lelaaaa dili ini belpicah dali Omaaa!” tangisnya meledak sambil memeluk kaki Elara erat. Ia mendongak memandang wajah wanita paruh baya yang tetap terlihat cantik di usia senjanya.
Elara tersenyum, tangannya mengusap lembut kepala Alian.
“Lain kali kita main bareng lagi, yah. Alian jadi anak baik, biar Om Ervan mau ajak Alian ke sini lagi.”
“Iya ... nanti Lian jadi anak baik. Bial Om bayi becal ajak Lian kesini lagi,” jawabnya polos. Seketika semua mata tertuju pada Ervan yang mematung.
“Heuh? Bayi besar?” ucapnya, bingung sekaligus geli.
_________________________
2 lagiiiii😍
jangan kelamaan gilanya van, bisa2 Aruna berubah jadi ikan duyung nanti... 😂😂😂
ehh itu berita begimana, Ervan masih belum tauu lagii