Safira di jebak oleh teman-teman yang merasa iri padanya, hingga ia hamil dan memiliki tiga anak sekaligus dari pria yang pernah menodainya.
Perjalanan sulit untuk membesarkan ke tiga anaknya seorang diri, membuatnya melupakan tentang rasa cinta. Sulit baginya untuk bisa mempercayai kaum lelaki, dan ia hanya menganggap laki-laki itu teman.
Sampai saat ayah dari ke tiga anaknya datang memohon ampun atas apa yang ia lakukan dulu, barulah Safira bisa menerima seseorang yang selalu mengatakan cinta untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sun_flower95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 14
Malam menjelang, setelah menidurkan anak-anaknya Safira pun keluar kamar untuk meneruskan jahitan baju yang ia tunda malam kemarin. Sudah tiga tahun ini ia memanfaatkan mesin jahit tua milik ni Eti itu untuk menjahitkan baju-baju milik tetangganya, meskipun awalnya Safira merasa kesulitan, tapi kini ia sudah lancar dan para pelanggannya pun merasa puas dengan hasil jahitan Safira.
Ni Eti yang mendengar suara mesin jahit itu pun keluar kamar, ia bermaksud untuk membicarakan tentang cabang restoran yang ingin Abizar buka, supaya Safira yang memegang kendali di restoran baru tersebut.
"Fir?" panggil ni Eti.
"Iya ni? Maaf nini keganggu ya tidurnya?".
"ngga apa, nini belum tidur".
"Oh, baiklah. Fira cuma mau selesaiin baju milik bu Rohmah ni, tadi sore udah di tanyain".
"Iya, selesaikan aja dulu. Nini temani".
Safira pun segera menyelesaikan jahitan bajunya. Setelah memakan waktu setengah jam, akhirnya baju itu pun jadi.
"Fir, ada yang ingin nini bicarakan"
"Apa tentang tawaran bang Abi, ni?"
"Akh, apa Abizar sudah membicarakannya dengan mu?"
"Ya tadi saat nini dan Caca masuk ke dalam rumah"
Flashback on
"Fir, kamu mau gak ikut Abang ke kota untuk membantuku menjalankan restoran cabang yang akan segera aku buka" tanya Abizar.
Safira menatap dalam mata Abizar, sebenarnya ia ingin kembali ke kota kelahirannya itu, tapi di sisi lain ia takut jika akan bertemu dengan laki-laki yang pernah menorehkan luka padanya. Apa lagi jika laki-laki itu mengetahui atau sampai bertemu dengan si kembar maka akan di sakiti bahkan sampai di ambil olehnya, Fira tak mau jika hal itu sampai terjadi.
"Aku gak tau bang" jawab Safira seperti biasa.
"Apa kamu gak merindukan orang tua mu Fir? Pasti mereka akan sedih jika anak satu-satunya itu tak datang ziarah bahkan sampai bertahun-tahun" ucap Abizar memprovokasinya.
"Bukan aku gak rindu bang, tapi aku takut jika laki-laki itu tau keberadaan anak-anak ku maka dia akan merebut mereka dari ku" jawab Safira menundukkan kepalanya untuk mengecup kepala Qirani yang sudah tertidur di pangkuannya.
"Biarkan laki-laki itu mengetahuinya Fir, sampai kapan kamu menyembunyikan mereka seperti ini? Jangan takut dia akan merebut mereka, karna sampai kapan pun kamu ibunya, kamu yang bersusah payah mengandung, melahirkan, menyusui bahkan merawat mereka tanpa campur tangan laki-laki itu. Kamu berhak untuk bahagia bersama dengan anak-anakmu Fira, jangan takut dia akan nyakitin kalian, karena aku yang akan selalu menjaga kalian" ucap Abizar panjang lebar, masih berusaha untuk meyakinkan Safira.
Safira terharu dengan kata-kata yang di ucapkan Abizar, dia juga sadar jika anak-anaknya tak selalu puas dengan jawaban dari pertanyaan anak-anak itu tentang keberadaan sang papah, dan Safira hanya mampu menjawab "Papa kalian sedang bekerja jauh".
"Baiklah bang, akan aku fikirkan lagi" ucap Safira.
Mendengar jawaban Safira kali ini yang berbeda dari biasanya, Abizar sedikit bersemangat. Karena biasanya Safira akan menolaknya dengan cepat tanpa berfikir lama.
"Ya, fikirkanlah baik-baik Fir" ucap Abizar tersenyum bahagia. "Mudah-mudahan dengan jarak kita yang sudah tak terlalu jauh nanti, kau pun akan membuka hati mu dan menerima perasaan ku" batin Abizar berkata.
Safira pun membalas senyuman Abizar, dan mereka pun membicarakan banyak hal, terutama tentang lokasi restoran akan di buka juga yang tempatnya berada dekat play grup sehingga akan memudahkan Safira untuk tetap bisa mengontrol anak-anaknya.
Flashback off
"Jadi bagaimana keputusan mu?"
"Iya, aku akan ikut Bang Abi, ni. Setelah di fikir-fikir, tak ada untungnya aku terus sembunyi seperti ini, lagi pula semua yang terjadi dulu juga salahku yang gak bisa jaga diri dengan baik".
"Itu semua sudah takdir Fira, kamu gak boleh selalu menyalahkan dirimu terus-menerus seperti itu. Anggaplah semua yang sudah terjadi dulu adalah cara tuhan memberimu sebuah keluarga, lewat peristiwa itu kamu kenal dengan Abizar, bertemu dengan kami dan kamu pun memiliki si kembar. Jadi kamu sudah tidak sendiri, kami adalah keluarga mu".
"Terimakasih nini, aku sangat menyayangi kalian semua" ucap Safira akhirnya sembari memeluk erat ni Eti.
***
Di sebuah gedung, tengah berlangsung sebuah acara pernikahan. Para tamu antusias silih berganti menyalami kedua mempelai, setelah berfikir selama beberapa hari, Arselo memutuskan untuk menikahi Vivi.
"Wuih, Cassanova kita akhirnya menikah juga" ucap teman Arselo yang bernama Zian "Selamat ya bro" sambungnya sambil menepuk pelan bahu Arselo.
"Apaan si, gak lucu" ucap Arselo tanpa senyum.
"Hey, yang namanya nikah itu harus bahagia. Mukanya itu senyum, bukan di tekuk kaya gini" ucap pria yang bernama Frans.
"Berisik lo pada, awas gue mau ambil minum" ucap Arselo menyingkirkan tangan Frans yang ada di bahunya.
"Cie yang gugup" Zian mengolok Arselo.
"S***, bukan gugup gue emosi liat muka kalian berdua" sahur Arselo sewot sambil berlalu meninggalkan sang istri bersama sahabat-sahabatnya.
Vivi yang melihat itu hanya tersenyum kecut, karena sebelum mereka menikah, Arselo sudah memberikan banyak persyaratan.
Flashback on
Mereka bertemu di kafe seperti biasa.
"Oke, gue bakal nikahin lo demi anak yang lo kandung" ucap Arselo yang membuat Vivi tersenyum bahagia.
"Tapi jangan berharap lebih, karena sampai kapan pun gue gak bakal anggap lo sebagai istri" lanjut Arselo yang langsung membuat senyum bahagia Vivi memudar.
"Lo bakal gue kasih kendaraan, kartu juga apartemen buat tinggal, tapi kita gak tinggal serumah"
"Maksud kamu, kita pisah rumah?"
"Ya itu maksud gue. Jangan pernah datang ke kantor, jangan ikut campur urusan gue, jangan mengadukan apapun tindakan gue pada orang tua gue atau orang tua lo dan satu hal lagi, jangan hubungi gue kalau bukan tentang kehamilan lo yang mendesak. Jika ada hal yang lo inginkan, hubungi saja Sofyan. Selain itu terserah lo mau ngelakuin hal apa pun, gue gak peduli".
"Selo, ko kamu ngomongnya gitu?"
"Kenapa? Lo gak terima? Tinggal batalin aja semuanya, gampang kan?"
Vivi pun tak punya pilihan lain, ia hanya ingin status anak itu jelas di mata negara, jadi dengan terpaksa ia pun menyanggupi semua syarat yang Arselo berikan. Lumayan fikirnya, ia akan menyandang status nyonya Arselo Dwitama dan akan mendapat fasilitas juga tunjangan hidup, jadi dia tak perlu menjadi kupu-kupu malam lagi untuk bertahan hidup.
Flashback off
"Andai mereka tahu apa yang aku rasakan" batin Vivi yang melihat sahabat-sahabat Arselo tengah bercanda dengan suaminya.