Di malam ulang tahun suaminya yang ke tiga puluh lima, Zhea datang ke kantor Zavier untuk memberikan kejutan.
Kue di tangan. Senyum di bibir. Cinta memenuhi dadanya.
Tapi saat pintu ruangan itu terbuka perlahan, semua runtuh dalam sekejap mata.
Suaminya ... lelaki yang ia percaya dan ia cintai selama ini, sedang meniduri sekretarisnya sendiri di atas meja kerja.
Kue itu jatuh. Hati Zhea porak-poranda.
Malam itu, Zhea tak hanya kehilangan suami. Tapi kehilangan separuh dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ama Apr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
"Babe ... beneran mau langsung kembali ke kantor? Kita nggak bisa gitu mampir dulu ke hotel? Aku ... pengen." Elara merengek manja sesaat setelah dia dan Zavier masuk ke dalam mobil.
Zavier melirik Elara, lalu mengusap bibir bergincu merah sekretarisnya itu yang kini tengah mengerucut bagai cangkang siput. "Hyper kamu," kekehnya.
"Kamu loh yang bikin aku hyper," balas Elara memalingkan muka. Pura-pura merajuk. "Nafsuku udah di ujung," ketusnya.
Zavier beringsut, merapati tubuh Elara. Berbisik sensual di telinga kekasih gelapnya itu. "Bagaimana kalau kita lakukan saja di sini?"
Mata Elara sontak membulat, menoleh secepat kilat ke arah Zavier. "Di sini? Di dalam mobil, sekarang? Serius, Babe?" Tiga pertanyaan sekaligus terlontar dari mulut gadis berusia dua puluh dua tahun itu.
"Seriuslah." Zavier tersenyum genit. "Mau nggak?"
"Mau." Elara mengeluarkan suara manjanya. "Tapi bagaimana kalau ada orang yang lihat. Meskipun basement mall ini sepi, tapi aku takut ada security ..."
"Nggak akan." Zavier menarik tubuh sintal Elara ke atas pangkuannya, lalu tanpa aba-aba, langsung menyerang bibir bergincu itu dengan rakus.
Elara melenguh, membalas cumbuan liar itu. Tangan kanannya dengan lihai membuka ikat pinggang Zavier. Membuka ritsleting, lalu menelusupkan tangannya ke dalam, mengelus sesuatu yanng sudah tegak berdiri bak tongkat sakti.
Sebaliknya, tangan Zavier pun sudah menelusup masuk ke rok mini yang dipakai sang sekretaris. Menarik kain tipis yang menghalangi sesuatu yang sudah basah dan terbuka itu.
"Masukkin sekarang, Babe. Aku udah nggak tahan," desis Elara sambil mengeluarkan pusaka Zavier.
"Lakukan, Ela." Suara Zavier parau. Napasnya memberat, dan tatapan matanya sudah sayu.
Elara mengangkat pinggulnya, bersiap melesakkan milik Zavier ke dalam tubuhnya, namun ...
Ketukan nyaring di kaca mobil mengagalkan niat itu. Keduanya sontak terperanjat. Menjauhkan tubuh dengan cepat seraya merapikan pakaian masing-masing.
Napas mereka memburu, bak dikejar hantu.
Zavier menurunkan kaca mobilnya setelah pakaiannya dan Elara rapi kembali seperti tadi.
Wajah seorang lelaki menyambut pandangannya dan juga Elara.
"Mas ... bisa mundurin mobilnya sedikit, tidak? Mobil saya mau keluar, tapi mobil Mas-nya terlalu mepet," pinta lelaki berkumis tipis itu dengan nada sopan.
Zavier tersenyum kikuk. "Iya, Mas. Kebetulan saya juga mau keluar. Maaf ya?" Zavier menghidupkan mesin mobil, lalu memundurkan mobilnya secara perlahan. Sebelum dia benar-benar pergi, lelaki itu membunyikan klakson kepada lelaki tadi sebagai tanda berpamitan.
Lelaki berkumis tipis itu menganggukkan kepalanya sedikit. Selepas mobil Zavier keluar, lelaki itu menggelengkan kepala pelan. "Aku jadi tidak enak, mengganggu kegiatan mesra pasangan tadi. Lelaki tadi pasti tak sadar kalau lipstik wanitanya nempel di bibirnya sendiri, hihi ..."
____
"Babe ... lihat ke sini sebentar." Zavier melirik Elara dengan cepat. "Ya Tuhan ..." Gadis berkemeja merah marun itu memekik.
"Ada apa?" tanya Zavier heran. Fokusnya sudah kembali ke jalanan.
"Di bibir kamu ada lipstiknya," cicit Elara menahan tawa sekaligus panik, kecil.
"Hah?!" pekik lelaki itu refleks mengusap bibirnya dengan tangan. "Kenapa kamu baru ngasih tahu aku sekarang? Lipstik ini pasti dilihat oleh lelaki tadi." Zavier sedikit mengomel, tangan kirinya mengambil tisu yang ada di dashboard dan mengusapkan tisu itu dengan segera ke permukaan bibirnya.
"Maaf ..." rengekan manja mengalun dari bibir Elara. "Aku juga baru melihatnya. Gara-gara panik, aku jadi tidak fokus memperhatikan itu. Kamu jangan marah dong, Babe ..." Suara Elara terdengar seperti orang yang akan menangis.
Zavier mendesah berat. Memanjangkan tangan kirinya untuk mengusap tangan Elara, meremasnya. "Aku nggak marah. Maaf ya, sayang. Nanti aku beliin deh lipstik yang nggak luntur meskipun dibawa ciuman," bujuknya, membuat wajah Elara berbunga-bunga.
"Makasih, cintaku." Elara mengecup pipi Zavier dengan mesra.
Tak terasa, mobil yang dikemudikan Zavier sampai juga di parkiran kantor.
Elara turun lebih dulu. Disusul Zavier yang menjinjing tas kerjanya.
Keduanya berjalan berdampingan bak pasangan suami istri.
"Babe, kegiatan di mobil tadi, kita lanjutkan di ruangan kamu ya?" ucap Elara bersamaan dengan tertutupnya pintu lift.
"Iya, manis." Zavier membalas.
Bunyi lift terbuka terdengar. Mereka pun keluar.
Elara melangkah penuh semangat menuju ruangan Zavier. Hasratnya yang tadi sempat terganggu dan tertunda ... saat ini sudah memuncak lagi. Membakar darah dan membuat area intimnya berkedut-kedut ingin segera dimasuki pusaka milik atasannya yang kini sedang berjalan di sisinya.
Mereka saling berkedip-kedip mesra.
Ketika Zavier membuka pintu ruangannya, mata lelaki itu membeliak sempurna. "Z-Zhea?" Suaranya hampir tercekat.
Elara pun sama tercekatnya. Sampai ia hampir menjatuhkan berkas di tangannya.
"Hai, sayang!" Zhea beranjak dari duduknya, merentangkan tangan, lalu memeluk suaminya. "Aku kangen." Wanita berambut hitam lurus itu sengaja menduselkan wajahnya di dada Zavier, tujuannya tentu saja untuk membuat Elara cemburu.
Zavier tak berkutik. Dia membalas pelukan istrinya dengan ujung mata yang melirik prihatin pada Elara yang nampak tertekan dan cemburu. "Aku juga kangen. Tumben kamu ke sini? Apakah ada sesuatu yang penting?" tanya Zavier sambil melepaskan pelukan Zhea di tubuhnya. Bukan tanpa alasan, melainkan ia kasihan dan tidak tega melihat Elara.
"Nggak ada hal yang penting. Aku hanya mampir. Tadi habis beli diapers untuk Zheza." Zhea mulai berdusta.
Mulut Zavier membulat. "Oooh ..."
Zhea melirik Elara yang berdiri mematung di sebelah suaminya. "Ela, apakah setiap hari kamu berpakaian seperti ini?" Zhea menilik penampilan Elara dari ujung kaki sampai ujung rambut.
Elara nampak gelagapan, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Zhea. "I-Iya, Bu." Dia mengangguk sopan. Berbeda jauh dengan keadaan hatinya yang menggerutu. "Ngapain sih wanita tua ini mengomentari penampilanku? Apakah dia takut tersaingi?"
"Ya Tuhan ... rok kamu kependekan. Kemeja kamu juga kekecilan. Daripada terlihat seperti sekretaris, kamu malah kelihatan kayak LC." Ucapan menohok itu membuat wajah Elara memerah. "Coba lihat karyawati yang lain. Mereka nggak ada yang memakai rok sependek kamu. Memakai kemeja seseksi kamu, sampai membuat buah dada kamu nyaris keluar." Zhea tak berhenti sampai di situ saja. Ia kembali memojokkan sekretaris yang menjabat sebagai selingkuhan suaminya itu. "Karyawati yang sudah lama saja pakai rok span di bawah lutut. Ada juga yang pakai celana bahan longgar. Baju atasannya juga sopan-sopan. Kemeja yang dilapisi blazer dan blouse yang longgar. Seharusnya kamu mencontoh mereka. Kamu terhitung karyawan baru loh, di sini. Kalau kelihatan Papa mertua saya ... kamu pasti udah kena roasting!" pungkas Zhea sambil menunjuk wajah Elara yang kian memerah, bahkan kini, kedua mata gadis itu sudah berkaca-kaca.
Dan Zavier, hanya mampu menatap penuh rasa iba. Tanpa bisa membela selingkuhannya itu.
Tanpa mereka berdua ketahui, Zhea tertawa lepas dalam hatinya, sambil mengumpat puas. "Mampus kamu, ani-ani. Ini baru permulaan. Bhahahaha ...!"
memang cocok mereka berdua sama-sama iblis
gimana yah reaksi zavier kalau lihat El lagi kuda" sama laki laki lain
seperti istrimu yg melihat mu pasti booom like nuklir